Daerah

Leumang, Kudapan Lezat di Aceh saat Ramadhan yang Patut Dilestarikan

Ahad, 24 Maret 2024 | 17:30 WIB

Leumang, Kudapan Lezat di Aceh saat Ramadhan yang Patut Dilestarikan

Sejumlah Leumang ketan putih dan ketan hitam ditata rapi di atas meja untuk dijual kepada pelanggan di Lamdingin, Banda Aceh, Aceh, Sabtu (23/3/2024) (Foto: Wahyu Majiah

Banda Aceh, NU Online
Di bulan Ramadhan, aroma khas Leumang, kuliner tradisional Aceh, mulai tercium di berbagai sudut kota. Di antara aroma tersebut, Leumang Yacob, yang terletak di Gampong Lamdingin, Banda Aceh, selalu menjadi incaran warga untuk hidangan berbuka puasa.


Yacob, 45 tahun, meneruskan usaha Leumang ini dari sang ibu, Hafsah. Sejak 23 tahun lalu, Hafsah telah mendedikasikan dirinya untuk menghadirkan Leumang yang lezat dan autentik. Keahliannya meracik dan membakar Leumang diwariskan kepada Yacob, yang kini menjadi penjaga tradisi kuliner ini.

 

Leumang Yacob masih menggunakan proses tradisional. Beras ketan dicampur santan dan gula, kemudian dimasukkan ke dalam ruas bambu. Bambu-bambu ini kemudian ditata rapi di atas bara api dan dibakar selama 4-5 jam.


"Proses pembakaran yang lama ini menghasilkan Leumang dengan tekstur yang pulen dan rasa yang gurih," jelas Yacob sembari membalik Leumang di perapian, Lamdingin, Banda Aceh, Sabtu (23/3/2024).

 

Leumang yang matang sempurna dengan mempertahankan ukuran kobaran api panggangan akan menghasilkan Leumang dengan aroma harum yang khas dan rasa yang tidak terlupakan. 


Di atas sebidang tanah yang sudah dibangun gubuk beratap seng dan tak berdinding, Yacob merintis usahanya ini sejak 1994. Jika tiba bulan puasa Ramadhan, Yacob seperti ketiban pulung. Ia bisa menghabiskan 50 hingga 65 batang bambu leumang, atau sekitar 100 gram beras ketan dan 25 kg ubi. "Tapi, kalau hari-hari biasa paling cuma 10 bambu beras ketan,” kata Yacob.


Sedari pukul 09: 00 WIB Yacob mulai berkutat dengan kuliner berbahan dasar ketan ini. Dibantu para pekerja, di pagi itu, Yacob sudah mulai mengolah bahan pembuat leumang. Tapi, untuk urusan meracik bumbu, Yacob masih meminjam keahlian dari sang ibu, Hafsah.

 

"Ibu ikut melapisi bambu dengan daun pisang dan mengaduk adonan leumang," cerita Yacob bangga.


Kemudian, Leumang ini baru dibakar di atas bara api yang menyala. Tidak hanya sang ibu, pekerja lain juga ikut membantu Yakob mengisi adonan dalam sebilah bambu.

 

Setelah semua adonan terisi penuh, baru bambu-bambu itu dibakar di atas bara api sembari sesekali menambahkan santan putih dalam adonan leumang yang dibakar.


Setelah lemang masak, Yakob menjual sesuai ukuran bambu. Jika bambu berukuran besar maka satu batang leumang dibanderol Rp80.000; sedang Rp70.000; hingga yang agak kecil Rp40.000.


"Kalau harga eceran itu mulai dari harga Rp30.000 sampai yang dipotong-potong kecil seharga Rp5 ribu," jelas Yacob.

 
Yacob tampak sibuk membolak-balikkan bambu-bambu (leumang) berisi ketan di atas perapian, di Lamdingin, Banda Aceh, Aceh, Sabtu 23 Maret 2024. (Foto: NU Online/Wahyu Majiah)
 

Tak hanya Leumang, Yacob juga menjual tape beras ketan putih dan hitam yang kerap dijadikan teman menyantap leumang. Di sini, pembeli bisa memilih menikmati leumang dengan srikaya atau dengan tape manis. Harganya cuma Rp10.000.


Kelezatan Leumang Yacob telah diakui oleh banyak orang. Itu terbukti, setiap Ramadhan, ratusan Leumang terjual dalam waktu singkat. Sejak pukul 16.00 WIB satu per satu pelanggan mulai berdatangan meski kadang leumang masih di perapian dan belum dihidangkan di meja jualan. 


"Alhamdulillah, Leumang kami selalu ramai pembeli paling hanya tinggal satu atau dua batang saja," kata Yacob. 


Sementara itu, salah seorang pelanggan Reja Sanova mengungkapkan bahwa Leumang bukan hanya sekedar makanan tapi merupakan warisan budaya yang harus dilestarikan. 

 

Menurutnya, Leumang bukan hanya hidangan lezat, tetapi juga simbol tradisi dan kebersamaan. Di bulan Ramadhan, Leumang sering disajikan untuk berbuka puasa bersama keluarga dan teman-teman. 

 

"Leumang selalu mengingatkan saya pada masa kecil. Saat itu, saya sering membantu ibu saya membuat Leumang untuk berbuka puasa. Leumang Yacob membawa kembali kenangan indah tersebut," kata Reja sembari membawa Leumang yang ia beli. 

 

Reja mengungkapkan, Leumang Yacob adalah contoh bagaimana tradisi kuliner dapat dilestarikan dan dinikmati oleh generasi masa kini. "Dalam setiap gigitan Leumang, terdapat rasa lezat, nilai budaya, dan kenangan yang tak terlupakan," tutupnya.