Daerah

Menikmati Kopi Magelang di Stan Harlah NU 

Rab, 4 Maret 2020 | 01:30 WIB

Menikmati Kopi Magelang di Stan Harlah NU 

Kopi Magelang di Harlah NU Jateng (Foto: NU Online/Rifqi Hidayat)

Semarang, NU Online
Hari lahir (Harlah) ke-97 Nahdlatul Ulama (NU) versi hijriyah yang diadakan oleh Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah terasa istimewa. Pasalnya, peringatan yang dimeriahkan berbagai kegiatan dimanfaatkan oleh pegiat ekonomi Nahdliyin untuk mengenalkan aneka produk dan berbagai potensi ekonomi daerah. 
 
Satu di antaranya adalah stand Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) Kabupaten Magelang yang membuka stand Kopi Magelang. Dari pantauan di lokasi, Senin (2/3), stand Kopi Magelang maupun stan Kopi Temanggung menjadi stand favorit yang diminati lantaran mayoritas warga NU penikmat kopi dan perokok. 
 
Ratusan pengunjung yang hadir memanfaatkan pameran potensi daerah usai ngopi di stand Kopi Temanggung juga kembali duduk menikmati kopi Magelang.
 
Menurut pengrajin kopi Magelang Nasopi, kopi robusta yang ia sajikan berasal dari pegunungan Kajoran, Magelang, Jawa tengah. Ia mengaku mengolah robusta lebih dikarenakan untuk mengangkat perekonomian warga sekitar Desa Krinjing yang memiliki kebun kopi. 
 
"Mengolah robusta karena kampung penghasil robusta," katanya.
 
Ia menjelaskan, dari keseluruhan warga kampung yang berjumlah 46 kepala keluarga (KK), terdapat 43 KK yang memiliki kebun kopi. Akan tetapi tak semuanya menjadi anggota kelompok tani Rejeki Makmur. 
 
"Saat ini yang tergabung baru 25 KK," sebutnya.
 
Meski demikian ia tetap melakukan pembelian pada semua petani kopi dengan harga yang sama dengan syarat sesuai dengan standar yang telah ia tentukan. Di antaranya harus petik merah, penjemuran matahari 25-30 hari, dan petik langsung olah. 
 
"Harus berwarna merah dan langsung diolah. Tidak boleh menginap dulu," ucapnya menerangkan.
 
Selain itu, Kepala Satuan Kelompok (Kasatkorpok) Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Desa Krinjing ini juga melatih warga untuk mengolah kopi khas Krinjing. 
 
"Jadi konsumen tidak harus mencari saya. Warga lain juga harus bisa mengolah kopi dengan cita rasa dan aromanya tetep sama. Kalaupun beda, tidak jauh banget," ujarnya menuturkan.
 
Menariknya, Kopi Ireng Krinjing dari pegunungan Kajoran Magelang ini banyak menyerap tenaga dari Ansor dan Banser dalam pemasarannya. Hal ini karena ia membuat ketentuan khusus. 
 
"Barista diambil dari anggota Ansor-Banser, keuntungan perbungkusnya dibagi, untuk kas organisasi (Ansor-red) 1.500 dan 1.000 untuk anggota yang menjual," urainya.
 
Sedikit berbeda, Bidang Perhutani Lembaga Pelatihan dan Pertanian NU (LPPNU) Kabupaten Magelang Hadi Purnomo mengaku hanya memproduksi 10 kg dalam satu bulan untuk kopi jenis Arabica yang didapat dari petani kopi Desa Pakis yang ada di lereng Gunung Merbabu. 
 
"Arabica ini belum bisa laku keras karena pemasarannya kelas menengah dan ke atas," akunya. 
 
Pria yang akrab disapa Joko Pawenang ini melanjutkan, ia mampu mengolah 70-100 kg kopi secara keseluruhan dari 3 (tiga) jenis kopi yaitu Exelsa, Robusta, dan Kopi Jawa atau yang dikenal dengan kopi liar. 
 
"Yang paling banyak ya jenis kopi Jawa atau kopi liar atau ada juga yang menyebutnya kopi kacang karena bentuknya kecil seperti kacang," jelasnya.
Joko membuat kemasan kopi exelsa dalam ukuran 150 mg dengan harga eceran per-pcs antara Rp30.000 sampai Rp35.000. Jenis Arabica seharga Rp 35.000-45.000 / 1 (satu) pcs. 
 
"Kalau Robusta relatif lebih murah, 18.000 ribu untuk reseller dengan ketentuan pembelian minimal 1 koli (25 pcs)," jelasnya. 

Kontributor: A Rifqi Hidayat
Editor: Abdul Muiz