Daerah

Pancasila, Pengikat Keragaman yang Universal

Kam, 15 Agustus 2019 | 03:00 WIB

Pancasila, Pengikat Keragaman yang Universal

Wakil Bupati Jember, KH Abdul Muqit Arief saat memberikan sambutan dalam dalam dialog ‘Harmoni Indonesia’

Jember, NU Online

Indonesia adalah negara yang sangat heterogen di berbagai aspek, baik budaya, bahasa, suku, agama, dan sebagainya. Karena itu, perlu pengikat untuk mempersatukannya.

 

Demikian diungkapkan oleh Wakil Bupati Jember, KH Abdul Muqit Arief saat memberikan sambutan dalam dalam dialog Harmoni Indonesia, Pancasila: Jiwa & Kepribadian Bangsa Indonesia di Pondok Pesantren Al-Qodiri Jember, Jawa Timur, Selasa (13/8) malam.

 

Menurutnya, pengikat tersebut harus bersifat universal, tidak mengatasnamakan agama tertentu, dan tidak berbaru promordial. Pengikat tersebut tak lain kecuali Pancasila.

 

“Pancasila sangat tepat sebagai pengayom yang menaungi segala agama, suku, dan budaya yang ada di Indonesia. Sila-sila dalam Pancasila memang kristalisasi dari ajaran agama, tapi bukan agama tertentu, sehingga diterima oleh semua agama. Itulah hebatnya Pancasila,” urainya.

 

Pengasuh Pondok Pesantren Al-Falah, Karangharjo, Silo Kabupaten Jember itu menambahkan bahwa heterogenitas Indonesia patut disyukuri karena mencerminkan kekayaan bangsa Indoensia. Namun di sisi lain heterogenitas tersebut cukup mengkhawatirkan bila tidak dirawat dengan baik.

 

“Harus dirawat agar karagaman itu menjadi sebuah kekuatan. Jika tidak, maka kekayaan itu bisa menjadi ancaman bagi kehancuran Indonesia di masa-masa mendatang,” jelasnya.

 

Dikatakannya, merawat NKRI cukup berat. Apalagi saat ini ada upaya penghancuran dari kelompok tertentu. Misalnya mereka mulai mempertanyakan Pancasila sebagai ideologi negara. Jika masyarakat sudah menganggap Pancasila sudah tidak relevan, maka habislah lambang pemersatu bangsa Indonesia.

 

“Jika itu terjadi, maka kehancuran bangsa Indonesia tinggal menunggu waktu,” jelasnya.

 

Kiai Muqit meminta semua pihak untuk tidak meremehkan hal tersebut. Sebab betapapun besarnya Indonesia, tidak mustahil bisa runtuh jika tidak dikelola secara hati-hati. Ia lalu merujuk pada kejayaan kerajaan majapathit, yang kekuasaan teritorialnya membentang luas dari Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan, hingga Indonesia Timur.

 

“Tapi akhirnya hancur juga. Demikian pula kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Sumatera, juga besar, tapi akhirnya sekarang tinggal kenangan,” ucapnya.

 

Oleh karenanya, Kiai Muqit berpesan agar santri dan generasi muda berada di garis terdepan untuk menjaga Pancasila sebagai ideologi negara dan merawat NKRI dengan sungguh-sungguh.

 

“Caranya jaga kebersamaan, hindari konflik yang SARA,” pungkasnya.

 

Pewarta : Aryudi AR