Daerah

Pehamahaman Agama yang Eksklusif Harus Dibuang

Jum, 15 November 2019 | 06:30 WIB

Pehamahaman Agama yang Eksklusif Harus Dibuang

Ketua FKUB Kabupaten Jember, Jawa Timur, Gus Muis Sonhaji saat memberikan sambutan dalam Silaturrahim Lintas Agama & Elemen Masyarakat di aula Gereja Santo Yusuf, Jember, Kamis (14/11) malam. (Foto: NU Online/Aryudi AR)

Jember, NU Online

Kecenderungan sebagian masyarakat yang berpola pikir eksklusif dalam memahami ajaran agama, perlu segera dibuang jauh-jauh. Sebab jika tidak, hal tersebut akan menjadi batu sandungan bagi kerukunan umat beragama maupun antar umat beragama.

 

Demikian diungkapkan oleh Ketua FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) Kabupaten Jember, Jawa Timur, Gus Muis Sonhaji saat memberikan sambutan dalam Silaturrahim Lintas Agama & Elemen Masyarakat di aula Gereja Santo Yusuf, Jember, Kamis (14/11) malam.

 

Menurutnya, pemahaman eksklusif dalam mengaplikasikan ajaran agama akan berakibat munculnya perasaan benar sendiri. Sedangkan yang diamalkan orang lain dianggap salah, dinilai tidak sesuai dengan dasar agama.

 

"Padahal sesungguhnya, yang kurang betul pemahahan dia karena pikirannya yang sempit, menafsirkan teks-teks agama apa adanya, tidak bergaul dengan ahli agama, hanya percaya dengan penafsiran kelompoknya sendiri dalam memahami ajaran Tuhan," ucapnya.

 

Dosen IAIN Jember itu menegaskan bahwa bahwa berpikir eksklusif dalam memahami ajaran agama kerap kali melahirkan fanatik buta. Dan dari situlah, sering kali api perpecahan dalam agama maupun penganut antar agama, memercik. Dan dalam tataran yang lebih ekstrem, fanatisme seperti itu, akan melahirkan bomber-bomber kelas kakap.

 

"Kenapa? Karena ia merasa paling benar sendiri. Dengan melakukan bom bunuh diri, dianggap jihad, dan surga telah menanti. Jihad dari sisi mana, dan surga yang mana," ungkapnya.

 

Gus Muis menambahkan, fanatik terhadap ajaran agama itu penting, dalam arti yakin seyakin-yakinnya bahwa hanya aqidahnya yang paling benar. Walaupun demikian, fanatisme tersebut tidak boleh menutup pintu bagi orang lain yang ingin mengekspresikan agamanya sesuai dengan keyakinan yang mereka miliki.

 

"Kalau yang dimaksud dengan fanatik adalah fanatik kepada Tuhannya, itu penting, harus malah," ucapnya.

 

Kendati demikian, fanatisme terhadap agama, itu urusan internal yang memang wajib dipelihara dan dipupuk agar semangat dalam beragama kian kental. Namun untuk keluar, fanatisme itu tidak perlu dibawa-bawa. Sebab jika dibawa-bawa akan melukai perasaan umat lain.

 

"Ungkapan yang paling pas adalah saya yakin agama saya yang paling benar adalah Islam, dan mereka juga yakin agama yang paling benar adalah agama yang mereka anut. Namun ketika harus keluar dan berinteraksi dengan berbagai penganut agama, kita wajib saling menghormati keyakinan kita masing-masing," terangnya.

 

Pengasuh Pesantren Asy-Syafa'ah, Kranjingan, Kecamatan Sumbersari, Jember itu menekankan betapa pentingnya menjaga kerukunan umat beragama maupun antar umat beragama, lebih-lebih bagi Indonesia yang dihuni oleh beragam penganut agama. Sekuat tenaga kerukunan dan persaudaraan umat beragama wajib dipupuk terus-menerus. Sebab jika api konflik yang berbasis agama memercik, akan begitu gampang membakar segalanya, bahkan bisa merambat lintas negara.

 

"Maka hukumnya wajib ‘ain kita semua menjaga kerukunan, dan pertemuan ini semoga menginspirasi pemuka-pemuka lintas agama di daerah lain untuk melakukan hal yang sama. Sebab jika konlfik agama tidak bisa dibendung, maka Indonesia tinggal menunggu kehancurannya. Na'udzubillah," pungkasnya.

 

Pertemuan tersebut digagas oleh Forum Sila Emas, yaitu sebuah perkumpulan yang didirikan oleh para kiai, tokoh masyarakat, tokoh, dan pemuda lintas agama di Kabupaten Jember.

 

Pewarta: Aryudi AR

Editor: Ibnu Nawawi