Daerah

Pesantren Yanbu’ul Ulum Inisiasi Program Santri Bela Negara

Sab, 22 Februari 2020 | 07:15 WIB

Pesantren Yanbu’ul Ulum Inisiasi Program Santri Bela Negara

Pesantren Yanbu'ul Ulum Lumpur, Losari, Brebes menyelenggarakan Program Pendidikan Santri Bela Negara yang diawali dengan Training of Trainer (ToT) Dai Digital, Jumat (21/2). (Foto: Dok. Pesantren)

Brebes, NU Online
Kiprah kaum santri dalam bela negara layak ditulis dengan tinta emas, baik pada era pra-kemerdekaan maupun pasca kemerdekaan.

Semangat inilah yang sedang direvitalisasi oleh Pondok Pesantren Yanbu’ul Ulum Lumpur, Desa Limbangan, Kecamatan Losari, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah melalui inisiasi Program Pendidikan Santri Bela Negara, yang diawali dengan menyelanggarakan Training of Trainer (ToT) Dai Digital, Jumat (21/2) sampai dengan 23 Februari 2020.

Mewakili Pengasuh Pondok Pesantren Yanbu’ul Ulum, M. Najih Arromadloni, menyatakan bahwa program ini diinisasi atas dasar keprihatinan terhadap ancaman negara saat ini yang bersifat non-konvensional, seperti propaganda dan intoleransi.

Najih menyatakan bahwa negeri ini didirikan atas dasar persatuan dalam kebhinekaan. “Sikap eksklusif dan intoleran saat ini sedang meruntuhkan sendi-sendi kehidupan bernegara kita,” jelasnya kepada NU Online menyikapi maraknya fenomena intoleransi dan radikalisme akhir-akhir ini.

Dalam ToT Dai Digital yang dibuka hari ini, dihadirkan di antaranya dua narasumber yaitu Habib Husein Ja’far selaku Youtuber dan Kreator Konten Digital, dan Ahmad Muntaha selaku penulis konten keislaman dan kebangsaan.

Ahmad Muntaha yang juga penulis serial buku Fiqih Kebangsaan ini menyampaikan bahwa bela negara sudah menjadi DNA kaum santri. Bagi kaum santri, agama dan negara bukan sesuatu yang harus dibenturkan.

Termasuk dasar negara Pancasila, baginya merupakan ijtihad yang sah dari ulama masa lalu yang harus dijaga dan dilestarikan oleh generasi masa kini, dan sama sekali bukan musuh agama.

“Saat ini agama seakan berbenturan dengan kehidupan sosial-politik bernegara karena di satu sisi, agama berada di tangan orang yang tidak tepat. Di sisi lain, politik tidak dipegang oleh para negarawan,” ujar Muntaha.

Karena itu ia menyatakan bahwa otoritas keagamaan harus dikembalikan kepada orang-orang pesantren yang memang kompeten karena menekuni keilmuan keagaam secara serius dan komprehensif.

Program ini digagas dalam rangka menggali khazanah keilmuan pesantren dalam rangka menjawab tantangan-tantangan bernegara.

Melalui program ini diharapkan para santri dapat mengkaji ulang turats (kitab-kitab klasik) kemudian mengontekstualisasikannya dengan kondisi sosial masyarakat pada saat ini.

Pewarta: Fathoni Ahmad
Editor: Abdullah Alawi