Daerah

Ragam Budaya Jawa yang Berkembang itu Islami

Rab, 22 April 2020 | 13:00 WIB

Ragam Budaya Jawa yang Berkembang itu Islami

Rais MWCNU Warungasem KH Abdul Ghofar (Foto: Ilustrasi)

Batang, NU Online
Rais Majelis Wakil Cabang (MWC) Nahdlatul Ulama (NU) Warungasem, Kabupaten Batang, Jawa Tengah KH Abdul Ghofar mengatakan, banyak tradisi Jawa yang masih bertahan di tengah-tengah masyarakat saat ini merupakan warisan budaya yang susah berubah isinya sejak Wali Songo hadir.
 
"Pulau Jawa adalah salah satu pulau besar di Nusantara. Begitu banyak adat, bahasa, dan budaya yang ada di pulau ini yang berkembang dan masih dipertahankan setelah isinya banyak diubah lebih islami oleh Wali Songo," ujarnya.
 
Hal itu di sampaikan kepada beberapa kader Ikatan Pelajar Nahdaltul Ulama (IPNU) Sidorejo, Warungasem saat silaturahim di kediamanya, Ahad (19/4). 
 
Dikatakan, semenjak Islam memasuki Jawa, banyak sekali tradisi Jawa yang dikombinasikan dengan nuansa Islami. Seperti tradisi nyadran, pasang atap rumah, selamatan jelang panen, maupun beberapa ajaran Sunan Kalijaga yang mengandung pesan Islami.  
 
"Selain selamatan yang banyak diubah isinya secara islami. Saat ini ada dolanan anak-anak yang banyak mengandung filosofi akan tetapi sudah mulai ditinggalkan," ungkapnya.
 
Disampaikan, mainan jaman dulu itu tidak sembarang mainan, akan tetapi juga memilki makna filosofi Islam. "Semakin berkembangnya teknologi pada saat ini, justru melahirkan orang Jawa tapi ora kejawen. Ngakunya orang Jawa, tapi tidak bisa berbahasa Jawa," tuturnya. 

Kiai Abdul Ghofar menjelaskan, zaman sekarang ini sudah banyak yang meninggalkan tradisi Jawa termasuk mainan anak-anak. Dulu anak-anak Jawa sering bermain 'SEN' yang saat ini dikenal dengan sebutan 'gobag sodor' ada juga permainan 'rok umpet' yang memiliki filosofi Islami.
 
Menurutnya, permainan tersebut mengandung makna bahwa jika kita sebagai umat Islam berpegang teguh kepada ajaran agama, maka tidak akan diganggu oleh setan yang pada permainan ini diibaratkan seperti orang yang kalah dan harus di jaga.
 
"Ada juga dalam tradisi adat Jawa yang disebut dengan 'ngunggahke molo'. Tradisi ini sering dilakukan orang Jawa ketika sedang membangun rumah sebagai panjatan doa agar rumah yang sedang dalam pembangunan menjadi rumah yang adem ayem," paparnya.
 
"Tradisi ini juga sebagai tafaulan doa dengan tujuan tertentu yang tentunya untuk kebaikan para penghuni rumah tersebut," sambungnya.
 
Ketua PR IPNU Sidorejo, Warungasem Faizul Rahmadani kepada NU Online, Selasa (21/4) mengatakan, silaturahim ke Rais MWCNU Warungasem sebagai upaya untuk menimba ilmu secara tidak langsung.
 
"Banyak hal yang disampaikan dan hal itu menjadi tambahnya pengetahuan kami seputar budaya dan tradisi Jawa yang saat ini masih dilakukan oleh umat Islam di berbagai daerah," ungkapnya.
 
Kontributor: Intan Khumaira
Editor: Abdul Muiz