Daerah

Sekilas tentang Budaya Sisingaan dalam Upacara Sunatan di Bekasi

Ahad, 11 September 2022 | 10:30 WIB

Sekilas tentang Budaya Sisingaan dalam Upacara Sunatan di Bekasi

Penampakan dudaya Sisingaan dalam Upacara Sunatan di Bekasi. (Foto: Fuji N Fauziyah)

Bekasi, NU Online
Alunan musik tradisional membelah siang di Kampung Gebang Tugu Satria Jaya Tambun Utara, Bekasi, Sabtu (10/9/2022). Tampak puluhan anak-anak ditandu di atas Singa buatan dalam pesta sunatan atau khitanan dengan jarak tempuh ratusan meter.


Empat orang pemikul tandu yang telah dibentuk beraneka lambang Singa berisikan anak yang duduk di atasnya, dibawa keliling untuk pawai. Mereka berkeliling mengitari jalan, masuk ke kompleks perumahan. Sesekali berhenti dan bergoyang mengikuti alunan musik yang mengiringi dari belakang.


Sementara di depan rombongan tersebut, ada dua jelangkung yang cukup tinggi hampir lima meter turut berjoget dan melambaikan tangan kepada warga yang melihat pertunjukan tersebut.


Dua jelangkung itu seakan menjadi pemimpin dalam mengiringi rombongan Sisingaan tersebut. Warga pun tampak antusias menyaksikan aksi para pemain Sisingaan saat melewati ruas jalan.


Sekilas tentang Sisingaan
Dalam buku Perkembangan Kesenian Sisingaan di Kabupaten Subang, Jawa Barat, yang ditulis H Armin Asdi (Sisingaan Subang, 1982) disebutkan, Sisingaan adalah simbol bentuk perjuangan masyarakat Kabupaten Subang terhadap penguasa, atau penjajah dari ketertindasan, pada waktu kekuasaan Kerajaan Inggris.


Patung singa melambangkan l penguasa kaum penguasa, yaitu lambang Kerajaan Inggris, anak sunat yang menunggang patung singa melambangkan generasi penerus bangsa, payung simbol pelindung generasi penerus bangsa, pengusung melambangkan masyarakat pribumi yang tertindas.


Kesenian Sisingaan berawal dari kegiatan ritual masyarakat Kabupaten Subang dalam keatifan kesehariannya dan didukung oleh masyarakatnya, berkembang menjadi seni hiburan. 
 

Menurut Koentjaraningrat dalam teori Antropologi Budaya: Bentuk kreativitas budaya yang lahir dan muncul di daerah setempat serta berkembang sampai ke luar wilayah daerah setempat yang mendukung masyarakatnya, termasuk sebuah evolusi budaya.


Kursi yang dihias atau Jampana sebagai objek property mengalami perubahan baik dari fungsi, struktur pertunjukan bahkan kostum yag digunakan. Dilihat dari segi fungsi kesenian, Sisingaan berawal sebagai kesenian gelaran dan berkembang di masyarakat.


Sisingaan berfungsi sebagai bentuk sajian hiburan di arena panggung, sedangkan pada masa sekarang kesenian Sisingaan bukan hanya berfungsi sebagai hiburan dalam acara hajatan khitanan saja. Tetapi, sering dipentaskan dalam acara-acara khusus.


Perubahan dan perkembangan kesenian Sisingaan ini menjadi identitas produk budaya masyarakat Kabupaten Subang, sekaligus menjadi ikon daerah tersebut.


Sarana simbolis
Kesenian Sisingaan merupakan entitas budaya masyarakat Subang yang sampai saat ini berfungsi sebagai sarana simbolis dalam upacara inisiasi sunatan. Upacara inisiasi sunatan di Subang sering dikaitkan dengan unsur mistik-religius yang senantiasa mengesankan suasana luhur dan agung.


Suasana tersebut direfleksikan dalam bentuk perlakuan terhadap anak sunat dengan dua cara yaitu psikis dan fisik. Secara psikis anak sunat diperlakukan dengan penuh kasih sayang, dimanja, dikabulkan segala permintaannya, dilayani segala kehendaknya, seolah-olah raja sadinten (raja yang bertahta satu hari).


Secara fisik, anak sunat didudukkan dalam sebuah tempat yang relatif tinggi, tampak jelas pada pandangan mata seluruh hadirin yang hadir dalam pesta. Puncak perlakuan fisik kepada anak sunat dalam ritus sunatan adalah menunggangkannya di atas punggung patung/boneka singa sebagai sarana simbolis kemudian diarak keliling kampung.


Kontributor: Suci Amaliyah
Editor: Musthofa Asrori