Daerah

Selain Harus Mandiri Ekonominya, Nahdliyin Juga Tak Tinggalkan Wirid

Sen, 28 Oktober 2019 | 01:15 WIB

Selain Harus Mandiri Ekonominya, Nahdliyin Juga Tak Tinggalkan Wirid

Ketua NU Jatim, KH Marzuki Mustamar (tengah) memberikan arahan saat kegiatan NUConomics yang diselenggarakan oleh LPNU Jatim. (Foto: NU Online/Ahmad Hanan)

Surabaya, NU Online 
Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, KH Marzuki Mustamar menekankan agar para kader NU memiliki kemandirian dalam semua aspek, terlebih dalam segi ekonomi.
 
Hal ini ia sampaikan pada kegiatan NUConomics yang diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah (PW) Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) pada Sabtu (26/10) di Aula Salsabila Kantor PWNU Jatim.
 
Dalam kesempatan itu, Kiai Marzuki, sapaan akrabnya mengungkapkan alasan kenapa kader NU harus memiliki kemandirian, khususnya dalam bidang ekonomi. Menurutnya, kemandirian itu sangat penting bagi kader NU. Tak sedikit orang bisa sukses sebab sikap kemandirian yang dimiliki, bahkan hal ini juga menjadi kunci kesuksesan.
 
“Jadi orang sukses itu karena mental dan tahan banting, bukan karena modal. Jangan malas berusaha. dan kemandirian itu penting. Siapa orang yang mandiri? mereka yang memiliki jati diri,” ucapnya.
 
Selain alasan tersebut, menurut pengasuh Pesantren Sabilurrosyad Gasek Malang ini, kemandirian itu pula bisa meningkatkan kekuatan iman atau aqidah seseorang, sehingga tidak mudah berpaling'menjual' aqidahnya. Dan ini menurutnya harus diwaspadai. 
 
“Kader-kader NU, aqidahnya kuat, lalu mentalnya kuat, mandiri, plus memiliki modal, dan punya pengalaman kerja. Meskipun diiming-imingi uang atau sejenisnya dengan syarat berpindah aqidah, pasti dia tidak akan berpindah,” ungkapnya.
 
“Dulu banyak orang NU yang berpindah aqidah biasanya itu karena tidak memiliki kemandirian di bidang pekerjaan dan ekonomi. Akhirnya karena hal itu, mereka banyak yang berpindah aqidah,” tambahnya.
 
Atas dasar itu, Kiai Marzuki mengajak para hadirin dengan sekuat tenaga agar mewujudkan kemandirian umat, sebab jika tidak, seseorang cenderung menjadi melarat dan faqir, juga iamannya goyah.
 
“Makanya, melarat, faqir, itu bisa menjadikan seseorang berubah aqidahnya. Oleh karena itu, mari berusaha sekuat tenaga untuk mandiri,” ajaknya kepada para hadirin.
 
Kemandirian yang bisa dicontoh misalnya di pesantren, banyak pesantren dan kiainya yang sudah memiliki kemandirian ekonomi, sehingga pesantren bisa berkembang tanpa bergantung ke siapapun.
 
“Banyak kiai-kiai di pondok pesantren itu rata-rata mandiri dalam segala aspek. mereka punya banyak usaha yang menunjang pesantren,” tukasnya.
 
Tak hanya itu saja, Kiai Marzuki juga mengingatkan agar para kader NU tetap menjaga wirid, riyadlah, dan tirakat. Sebab itu akan menjadi modal bagi para santri ketika sudah boyong dari pesantrennya.
 
“Kalian bisa menempa diri dengan tirakat, wiridan, riyadlah. setelah boyong dari pesantren, selain kalian mendapatkan keilmuan kitab kuning, rajian baca wirid juga didapat, kuatnya mental juga akan kalian dapat. Itu akan menjadi modal yang bagus bagi kalian,” ucapnya.
 
“Kalian jika di pondok, rajinlah melakukan puasa Senin Kamis dan amaliyah lainnya,” imbuhnya.
 
Di akhir, Kiai Marzuki menyinggung fenomena banyaknya pemuda NU yang jarang memiliki kemandirian dan langgeng dalam melakukan wirid.
 
“Sekarang banyak anak muda yang enggan mandiri, wirid kurang, tapi lebih banyak mengoperasikan gawainya. lah terus kapan punya mental mandiri, kapan suwuk kalian manjur,” bebernya.
 
“Pokoknya Rasulullah sudah mandiri sejak kecil, mulai mengembala kambing. Ketika beliau dewasa, beliau memiliki skill dan mental sehingga bisa menjadi seorang pemimpin yang luar biasa,” pungkasnya.
 
Kontributor: Ahmad Hanan
Editor: Syamsul Arifin