Daerah

Ulama Aceh Gelar Mubahasah Rekonsiliasi Konflik Berbasis Syariat Islam

Sab, 19 Desember 2020 | 17:30 WIB

Ulama Aceh Gelar Mubahasah Rekonsiliasi Konflik Berbasis Syariat Islam

Suasana mubahasah para ulama Aceh di IAI Al-Aziziyah Samalanga Biereun. (Foto: NU Online/Helmi)

Bireuen, NU Online
Lajnah Mubahasah Majelis Tastafi (Tasawuf, Tauhid, Fiqh) Ulama Aceh bekerja sama dengan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh menggelar mubahasah bertema ‘Rekonsiliasi menurut Perspektif Islam’. Acara yang didukung Asia Justice and Right (AJaR) ini digelar di Aula Institut Agama Islam (IAI) Al-Aziziyah Samalanga Biereun Aceh.


Rektor IAI Al-Aziziyah, Dr Tgk Muntasir A Kadir, mengungkapkan hal tersebut di sela gelaran muzakarah atau mubahasah. Ia berharap, acara itu dapat menemukan dasar pemikiran tambahan untuk pelaksanaan rekonsiliasi terhadap penyelesaian konflik masa lalu berbasis syariat Islam oleh KKR Aceh.


“Mubahasah Rekonsiliasi ini dilakukan dalam dua tahap. Pertama, kajian sumber dengan mengkaji dalil-dalil syara’ dari berbagai sumber terkait dengan rekonsiliasi dalam Islam oleh tim khusus yang dibentuk,” ungkapnya kepada NU Online, Kamis (17/12).


“Hasil kajian tim khusus atau disebut dengan tim kajian sumber ini menjadi materi mubahasah para ulama Aceh. Masa kerjanya sekitar 20 hari sebelum acara Mubahasah dimulai,” sambung pria yang akrab disapa Ayah Batee Iliek ini. 


Ayah Kuta Glee menambahkan, tahap kedua membahas secara terbuka oleh semua peserta terhadap materi yang telah disiapkan oleh tim riset. Sebelum mubahasah dimulai, diawali penyampaian materi oleh beberapa narasumber sebagai pengantar. Diawali oleh sambutan Ketua KKR Aceh Afridal Darmi.


Kemudian disusul ke materi pembuka mubahasah yang disampaikan oleh Masthur Yahya sebagai Komisioner KKR. Pria yang juga Ketua Pokja Rekonsiliasi ini melalui Muzakarah berharap dapat menemukan dasar pemikiran pelaksanaan rekonsiliasi terhadap penyelesaian konflik masa lalu yang berbasis Syariat Islam. 


"Muzakarah ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi kepada KKR Aceh sebagai pedoman penyelesaian konflik masa lalu di Aceh di luar pengadilan (Non-Yudisial) melalui pendekatan rekonsilasi yang berbasis Syariat Islam yang dapat memupuk perdamaian secara berkelanjutan," jelasnya.


Masthur Yahya menambahkan, out put acara ini bisa merealisasikan dengan baik proses rekonsiliasi berbasis Syariat Islam. Kemudian KKR Aceh dapat mengkomunikasikan rekomendasi Ulama Aceh tentang penyelesaian konflik masa lalu Aceh secara Non-Yudisial berbasis Syariat Islam.


“Lalu, adanya satu berita acara rekomendasi Ulama Aceh tentang pelaksanaan rekonsiliasi berbasis Syariat Islam ini bisa dipublikasikan ke masyarakat,” pintanya.


Tgk H Iqbal A Jalil, salah seorang panitia, mengatakan ada tiga rumusan masalah yang akan dibahas dalam mubahasah ini tentang mekanisme penanganan pasca konflik. 


"Selanjutnya berkaitan dengan apa saja konsekuensi dari kehilangan jiwa, harta benda, atau kejahatan lainnya dalam kondisi perang menurut perspektif syariat islam dan  kedudukan dan urgensi rekonsiliasi menurut syariat Islam," terangnya.


Tgk Iqbal menambahkan, peserta mubahasah berjumlah 50 orang terdiri dari kalangan ulama dan pimpinan dayah juga dari tim KKR Aceh. Selain itu, hadir juga tim mushahhih, tim perumus, dan peserta mubahasah.


Mushahhih terdiri dari Syekh H Hasanul Basri HG (Abu MUDI), Tgk H Muhammad Amin (Ayah Cot Trueng),  Tgk H Muhammad Yusuf A Wahab (Ayah Sop Jeunib), dan beberapa ulama sepuh yang lain,” ujarnya.


“Tim perumus berasal dari LBM MUDI Samalanga. Kemudian, peserta mubahasah sebanyak 30 orang ditambah dari KKR Aceh,” imbuh Guru Dayah MUDI Mesra Samalanga ini.


Kegiatan mubahasah yang dijadwalkan tiga hari, Rabu-Jumat, 16-18 Desember 2020, ini dihadiri seluruh peserta terdiri dari tim riset, mushahhih, anggota mubahasah, dan peninjau.


Kontributor: Helmi Abu Bakar
Editor: Musthofa Asrori