Internasional

Bedug Indonesia dan Suara Imam Masjidil Haram di Masjid Al-Ikhlas Amsterdam

Kam, 21 Maret 2024 | 10:00 WIB

Bedug Indonesia dan Suara Imam Masjidil Haram di Masjid Al-Ikhlas Amsterdam

Sebagian warga Indonesia di Masjid Al-Ikhlas Amsterdam Belanda (Foto: dok MN Harisudin)

Amsterdam, NU Online
Meski masih merasa letih karena baru tiba di Amsterdam, Selasa 12 Maret 2024, sore itu saya mengiyakan saja ketika diajak seorang aktivis Pengurus Cabang Istimewa NU Belanda, Mas Habibus Salam untuk pergi ke Masjid Al-Ikhlas Amsterdam.

 

Mas Habib, begitu saya memanggilnya, menjemput saya di Hotel Hyatt pukul 17.30 waktu setempat. Jadwal waktu berbuka puasa di Amsterdam hari itu adalah pukul 18.45 waktu setempat. Sementara, umat Islam yang menjalankan puasa Ramadhan menjalani sahur sebelum waktu subuh pukul 05.20.


Puasa di Belanda hari-hari ini hampir sama dengan Indonesia yang hanya 14 jam. Tetapi di akhir bulan Ramadhan 1445 H nanti, waktu buka puasa pukul 20.30 waktu Belanda, sehingga harus berpuasa selama sekitar 15,5 jam.   

 

Jarak rumah Mas Habib juga jauh. Sekitar satu jam dari Hotel Hyatt. Dari hotel, kami lalu naik mobil taxi ke Masjid Al-Ikhlas. Masjid Al-Ikhlas sendiri adalah pusat kebudayaan atau Indonesian Cultuur Centrum yang digunakan sebagai masjid umat Islam di Amsterdam. Masjid ini di bawah PPME atau Persatuan Pemuda Muslim se-Eropa.


Pada tahun 1971 silam, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) bersama Kiai Hambali dan kawan-kawannya yang mendirikan PPME di Den Haag. Sebagian besar anggota perkumpulan ini adalah kader Nahdliyin. Tokoh-tokohnya membeli bangunan masjid ini sejak tahun 2015 yang silam. Lokasi Masjid al-Ikhlas di Jan van Gentstraat 140,  1171 GN Badhoevedorp. 


Sebelum memiliki masjid, PPME Amsterdam menyewa tempat untuk berbagai kegiatan ibadah umat Islam. Suka duka mewarnai jamaah. Mulai harus pulang lebih awal, tidak tenang shalat berjamaah dan sebagainya. Kini, setelah memiliki masjid, jamaah Masjid Al Ikhlas bebas melakukan ibadah. JIka mereka akan melakukan itikaf, shalat, membaca Al-Qur'an atau pendidikan, tidak  tidak akan ada yang melarang aktivitas masjid ini. Setiap weekend, Masjid Al-Ikhlas juga mengadakan madrasah untuk anak-anak Muslim hingga jamaah lansia.   


Selama bulan Ramadlan 1445 H, Masjid Al-Ikhlas mengadakan berbagai kegiatan. Misalnya buka bersama yang dilanjutkan dengan ceramah agama dan diakhiri shalat tarawih. Aktivitas dimulai pukul 18.00 hingga 21.30 waktu Belanda. Buka bersama merupakan kegiatan yang ditunggu-tunggu. Jika buka puasa Indonesia banyak di hotel dan restoran, buka puasa bersama di Belanda diselenggarakan di masjid. Salah satunya Masjid Al-Ikhlas Amsterdam.


Dug dug dug. Tabuhan bedug Masjid Al-Ikhlas umat Islam sudah masuk Maghrib alias waktu berbuka puasa. Saya ternyata karena ternyata bedug tidak hanya dijumpai di Indonesia, namun juga di Belanda.


Panitia Ramadhan telah menggelar tikar masjid agar makanan tidak mengotori masjid. Para jamaah pun makan dengan lahap. Apalagi makanannya khas 'Indonesia banget'. Ada takjil kurma, salad, kolak dan sebagainya. Sementara, makan besarnya nasi, sayur, daging, sambal dan juga kerupuk. Kurang lebih setengah jam kita makan dan dilanjutkan dengan shalat Maghrib berjamaah dan kajian keagamaan hingga waktu Isya. 


Tim 'emak-emak' masjid memang menyiapkan logistik ini dengan baik. Di sebelah sudut ruangan masjid, disediakan ruangan khusus dapur. Emak-emak biasanya menyiapkan makanan di sini. Bukan hanya makanan pada saat buka puasa, mereka juga menyiapkan untuk setelah buka puasa dan shalat tarawih. Tim logistik yang cukup keren dan membanggakan.

 

Hal yang juga menarik adalah kegiatan shalat tarawih berjamaah. Seorang pendiri PPME Masjid al-khlas, Kiai Budi, menyampaikan bahwa orang di sini mensyaratkan imam tarawih tiga hal: NU, penghafal Al-Qur’an dan memiliki suara merdu. Tahun sebelumnya, kata Kiai Budi, jamaah Masjid Al-Ikhlas komplain karena imam tarawih tidak seperti yang diinginkan jamaah. Tarawih di sini 11 rakaat dengan witirnya. Jangan tanya lama shalatnya. Lumayan. 

 

Selama tarawih, jamaah mendengarkan lantunan suara merdu imam yang didatangkan dari Indonesia. 'Tarawih Amsterdam rasa Makkah', begitu saya menyebutnya. Karena imamnya bukan hanya menghafal dan fasih Al-Qur’an, namun juga memiliki suara merdu. Ustadz Nasih yang juga imam Masjid Al-Akbar Surabaya tahun ini yang didatangkan dari Indonesia. Selama satu bulan, ia mengajari ngaji emak-emak sekaligus mengisi tarawih di Masjid Al-Ikhlas Amsterdam. Imam Isya-nya adalah Ustadz Mistar yang juga alumni Mesir dengan suara emasnya. 


Tak heran, jika jamaah tarawih Masjid Al-Ikhlas membludak. Mereka kerasan. Suara imam menjadi hipnotis tersendiri. Selain jamaah Indonesia, saya banyak menemukan jamaah dari Maroko, Pakistan, Lebanon dan tentu Muslim asli Belanda. Masjid dipenuhi dengan sekitar 200 jamaah. Selain faktor tadi, kata Kiai Budi, jamaah merasa nyaman dapat memarkir mobilnya di sekitar masjid.   


Saya sendiri kebagian mengisi majelis taklim dan khutbah Jumat di Masjid al-Ikhlas ini selama beberapa hari di Amsterdam. 


M Noor Harisudin adalah Direktur World Moslem Studies Center (Womester), Pengasuh Pondok Pesantren Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember, Wakil Ketua Lembaga Dakwah NU Jawa Timur, Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan MUI Jawa Timur, Ketua PP APHTN-HAN dan Guru Besar UIN KHAS Jember.