Internasional

Cerita Mahasiswa Indonesia Didahulukan Ambil Menu Buka Puasa di Masjid Al-Azhar Mesir

Rab, 20 Maret 2024 | 20:00 WIB

Cerita Mahasiswa Indonesia Didahulukan Ambil Menu Buka Puasa di Masjid Al-Azhar Mesir

Momen buka puasa mahasiswi Indonesia di Al-Azhar Mesir. (Foto: dok. istimewa)

Jakarta, NU Online

Indonesia sudah terkenal sekali dengan jumlah mahasiswanya yang menyebar di belahan dunia, untuk belajar ilmu keislaman biasanya sebagian besar mahasiswa mengambil studi di Mesir. Memasuki Ramadhan, sama dengan mahasiswa lainnya. Mahasiswa Mesir juga senang berburu takjil dan berbuka puasa terkhusus di Masjid Al-Azhar, Kairo, Mesir.


Seperti ungkapan Rahmi Fauziah Putri, seorang Mahasiswi Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Ia menceritakan bahwa dirinya bersama teman-teman se-asramanya sering berbuka di masjid tersebut. Bukan tanpa alasan, Ia berdalih karena menu yang diberikan sangat memenuhi standar gizi.


Uniknya, Rahmi yang sedang menempuh ilmu syariah semester 7 itu mengaku mendapatkan perlakuan khusus dari penjaga yang membagikan kupon makanan berbuka puasa. Ia menyebutkan bukan hanya dirinya tapi untuk seluruh mahasiswa dan mahasiswi Indonesia mendapatkan perlakukan yang sama.


"Kalau di Azhar, mahasiswa Indonesia diberi prioritas untuk mendapatkan buka puasa lebih awal. Di Azhar, sistemnya menggunakan kupon seperti pembagian daging kurban, jadi antrean sudah dimulai sejak jam 16:00 sampai 16.30, dan pembagian ifthar sudah ditutup pada pukul 4.30," kata Rahmi kepada NU Online, Senin (18/3/2024).


Menu yang disediakan cukup lengkap, Rahmi menyebutkan ada makanan yang diberikan itu berupa bingkisan yang berisikan nasi mandhi yang ditemani dengan lauk seperti koftah atau olahan daging cincang berbentuk bola yang dibakar dan sate kambing, salin itu juga ada jus buah, kurma, air putih, dan tidak kalah penting ada roti khas Mesir yaitu isy. 


"Jadi Isy ini adalah roti yang yang terbuat dari gandum yang berbentuk bulat dan biasanya berwarna putih yang menjadi makanan pokok masyarakat Mesir," terang Alumni Pesantren Daarurrahmah, Bogor, Jawa Barat.


Tidak sampai di sana, Rahmi dengan teman-temannya selepas itu langsung melanjutkan untuk menunaikan shalat tarawih dengan jumlah 23 rakaat di Masjid Al-Azhar. Menjadi keunikan tersendiri, Rahmi menceritakan bahwa imam masjidnya selalu berbeda-beda dalam teknik membacakan Al-Qur'an.


"Disini berbeda-beda tiap imamnya pasti bergilir dengan metode qira’at asyrah (qira’at sepuluh), lagi pula di sini para imam membacakan 1 jus dalam rangkaian shalat tarawih per malam," jelasnya.


Terkait makanan, Rahmi sebetulnya cukup perlu beradaptasi. Pasalnya, rata-rata orang Timur Tengah tidak terlalu menyukai pedas, tidak seperti masyarakat Indonesia yang selalu menyukai rasa pedas.


"Kalau di Mesir rata-rata sukanya makan makanan yang manis-manis atau biasa mereka menyebutnya yaitu halawiyat atau manisan," katanya.


Rahmi tidak terlalu kesulitan beradaptasi terkait durasi waktu lamanya berpuasa, Ia menceritakan waktu imsak di Mesir hampir sama yaitu 04:20 dan waktu berbuka puasa 18:00. Akan tetapi cuaca panas yang menyengat maka memerlukan waktu yang banyak untuk adaptasi.


"Alhamdulillah, tidak sampai mengalami mimisan, demam, meriang, atau pingsan. Hanya kulit yang kering dan bibir pecah-pecah karena perubahan suhu. Itu terjadi di awal-awal, namun secara keseluruhan saya bersyukur," terangnya.