Internasional

Myanmar Digugat Lakukan Genosida terhadap Muslim Rohingya

Kam, 12 Desember 2019 | 08:45 WIB

Myanmar Digugat Lakukan Genosida terhadap Muslim Rohingya

Muslim Rohingya sudah dua tahun diasingkan Myanmar. (Foto: bbc.com)

Den Haag, NU Online
Myanmar digugat ke Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag -- yang sidangnya dimulai hari Selasa (10/12) hingga Kamis (12/12) -- oleh negara kecil Afrika barat, Gambia. Myanmar dituduh melakukan genosida terhadap warga Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine dimana Muslim Rohingya tinggal.

Para pengungsi Rohingya yang sejak beberapa tahun terakhir tinggal di kamp-kamp di Cox's Bazar, Bangladesh, mendesak Mahkamah Internasional menyatakan Myanmar bertanggung jawab atas terjadinya "genosida".

BBC melaporkan, lebih dari 730.000 warga minoritas Muslim Rohingya menyelamatkan diri ketika militer Myanmar melancarkan operasi militer pada 2017.

"Kami saksikan sendiri banyak orang dibunuh. Yang bisa kami lakukan adalah lari menyelamatkan diri ketika rumah-rumah kami dibakar," ungkap Mohamed Zobayer, 19 tahun, kepada kantor berita Reuters.

PBB seperti dikutip BBC mengatakan, warga Rohingya dibunuh "dengan niat memusnahkan mereka". Tindakan militer Myanmar "mencakup pembunuhan massal dan perkosaan", kata PBB.

Myanmar selalu membantah tudingan genosida dengan alasan bahwa tindakan militer adalah respons atas serangan yang dilakukan oleh kelompok perlawanan Rohingya. Ratusan ribu warga Rohingya kini tinggal di tempat-tempat penampungan pengungsi di Bangladesh selatan.

Aung San Suu Kyi Membantah

Dalam persidangan di Belanda itu, Aung San Suu Kyi memimpin sendiri tim pengacara Myanmar. Suu Kyi menyanggah tuduhan genosida di Mahkamah Internasional, International Court Justice (ICJ).

Dalam pidato pembukaan sidang seperti dilaporkan BBC, Aung San Suu Kyi mengatakan bahwa kasus terhadap Myanmar ini "tidak lengkap dan keliru". Katanya, masalah yang ada di negara bagian Rakhine, tempat tinggal minoritas Rohingya, sudah terjadi sejak berabad-abad lalu.

Myanmar berkeras tindakan itu adalah upaya menangani ancaman kelompok ekstrem di negara bagian Rakhine. Suu Kyi membela posisi itu, seraya menyebut kekerasan yang terjadi sebagai "konflik bersenjata internal yang dipicu oleh serangan terhadap pos polisi".

Menanggapi tuduhan militer Myanmar mungkin menggunakan kekuatan berlebihan, Suu Kyi menanggapi, jika memang para tentara melakukan kejahatan perang, "mereka akan dihukum".

Suu Kyi merupakan pemimpin de facto Myanmar sejak April 2016, sebelum genosida yang dituduhkan ini terjadi. Ia tidak memiliki kendali terhadap tentara tetapi ia dituduh oleh penyelidik PBB "terlibat" karena bersetuju terhadap tindakan militer.

Suu Kyi mengatakan, Myanmar berkomitmen untuk melakukan repatriasi terhadap orang-orang yang terusir dari Rakhine, serta meminta agar pengadilan tak melakukan tindakan yang memperburuk konflik.

Pewarta: Fathoni Ahmad
Editor: Muchlishon