Internasional

Pengadilan Uni Eropa: Jilbab Bisa Dilarang di Tempat Kerja

Jum, 16 Juli 2021 | 06:30 WIB

Pengadilan Uni Eropa: Jilbab Bisa Dilarang di Tempat Kerja

Pengadilan Tinggi Uni Eropa pada Kamis (15/7) mengumumkan, pemilik perusahaan bisa melarang karyawan mereka mengenakan jilbab atau simbol agama tertentu. (Ilustrasi perempuan sedang bekerja).

Jakarta, NU Online
Pengadilan Tinggi Uni Eropa pada Kamis (15/7) mengumumkan, pemilik perusahaan bisa melarang karyawan mereka mengenakan jilbab atau simbol agama tertentu. Keputusan itu bisa diambil jika mereka ingin menampilkan citra netral kepada para pelanggan atau untuk mencegah perselisihan sosial. 
 

Namun demikian, Pengadilan Tinggi Uni Eropa yang bermarkas di Luksemburg itu menyebut, pengadilan di 27 negara anggota harus mempertimbangkan apakah larangan tersebut sesuai dengan ‘kebutuhan sejati’ dari pemilik bisnis atau tidak. Di samping itu, mereka juga harus mempertimbangkan hak dan kepentingan karyawan, serta undang-undang nasional tentang kebebasan beragama. 


Diberitakan Reuters, itu merupakan putusan Pengadilan Tinggi Uni Eropa atas kasus yang diajukan oleh dua Muslimah di Jerman yang diskor dari pekerjaan mereka karena mengenakan jilbab. Keduanya—yang satu bekerja sebagai penjaga kebutuhan khusus di pusat penitipan anak di Hamburg dan satunya lagi sebagai kasir di toko obat Mueller- tidak mengenakan jilbab ketika mulai bekerja. Namun mereka kemudian memutuskan untuk mengenakan jilbab setelah bekerja bertahun-tahun, terutama setelah mereka mengambil cuti. Para atasan meminta kedua Muslimah tersebut untuk menanggalkan jilbabnya atau keduanya akan ditempatkan di bidang pekerjaan yang berbeda.   


Pengadilan Tinggi Uni Eropa menyebut, larangan tersebut bukan merupakan diskriminasi jika diterapkan pada semua kepercayaan. Namun, larangan mengenakan simbol yang mencolok seperti penutup kepala bisa menjadi diskriminasi dan tidak bisa dibenarkan. Karena, itu bisa menyebabkan karyawan diperlakukan kurang baik ketimbang yang lainnya atas dasar agama atau kepercayaannya. 


Sebagaimana diketahui, masalah jilbab telah memicu kontroversi di seluruh Eropa selama bertahun-tahun dan menegaskan perbedaan yang tajam terkait integrasi Muslim. Pada 2017, Pengadilan Tinggi Uni Eropa telah memutuskan bahwa perusahaan bisa melarang stafnya memakai jilbab dan simbol agama lainnya dalam kondisi tertentu. Ketika itu, putusan itu memicu perdebatan keras di antara tokoh agama. 


Larangan jilbab bagi Muslimah di tempat kerja telah menjadi isu hangat yang dikontestasikan di Jerman selama beberapa tahun. Sebagian besar larangan jilbab berkaitan dengan calon guru di sekolah negeri dan hakim peserta pelatihan. 


Perancis melarang pemakaian jilbab di sekolah negeri pada 2004. Pada 2014 lalu, pengadilan tinggi Perancis menguatkan pemecatan seorang pekerja di sebuah penitipan bayi—yang menuntut keras netralitas karyawan- karena mengenakan jilbab. 


Hal berbeda terjadi di Austria. Mahkamah Konstitusi telah memutuskan bahwa undang-undang yang melarang anak perempuan yang berusia hingga 10 tahun mengenakan jilbab di sekolah adalah diskriminatif. 


Pewarta: Muchlishon
Editor: Fathoni Ahmad