Internasional

Wayang Karya Kolaborasi Santri Majenang Dipamerkan di Belanda

Rab, 29 Januari 2020 | 05:25 WIB

Wayang Karya Kolaborasi Santri Majenang Dipamerkan di Belanda

Wayang karya para santri Majenang, Cilacap, Jawa Tengah yang berhasil dipamerkan di Amsterdam, Belanda. (Foto: Framer Framed)

Amsterdam, NU Online
Kiprah para santri dalam bidang seni dan budaya semakin berkembang pesat dengan mengembangkan seni tradisi ke seni modern dan kontemporer sesuai semangat zaman generasi masa kini. Salah satunya adalah keterlibatan para santri dalam pameran bertajuk On The Nature of Botanical Gardens di galeri Framer Framed, Amsterdam, Belanda.

Para santri dari Majenang, Cilacap, berkolaborasi dengan seniman garda-depan Samuel Indratma, memamerkan karya berupa wayang, animasi dan lukisan bertema ekologi. Pameran tersebut dikuratori oleh Saadiah Boonstra dan berlangsung 24 Januari-26 April 2020.

Para santri dari Sanggar Matur Nuwun, Pesantren Cigaru, Majenang, Cilacap, Jawa Tengah membuat sejumlah wayang berjudul "Hantu-hantu Penjaga Pohon" sebagai gambaran bahwa ketika pohon dianggap keramat semisal dihuni oleh hantu. Masyarakat tidak akan menebang pohon tersebut, sehingga lingkungan tetap lestari. Sebaliknya, ketika pohon dianggap profan, masyarakat tanpa rasa takut akan menebangnya sesuai kebutuhan mereka.

Selain dengan Sanggar Matur Nuwun Pesantren Cigaru, kolaborasi juga menyertakan para siswa SMK Komputama, Pesantren El Bayan, Majenang. Dibimbing oleh Samuel Indratma dan sound engineer Giwang Topo, para guru dan siswa mengembangkan wayang ke dalam bentuk animasi berjudul Sintren, Save The Planet.

Animasi tersebut bercerita tentang seorang penari yang menyelamatkan alam dari kehancuran lewat tarian dan kidung puji-pujian Janjanen—tradisi lokal berupa puisi musikal tentang perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW. Kedua karya tersebut, baik wayang dan animasi, disandingkan dengan lukisan besar karya Samuel Indratma.

Menurut Faisal Kamandobat selaku penggagas kolaborasi dan pengelola Sanggar Matur Nuwun, pesantren punya sumber daya kultural besar untuk dikembangkan ke dalam berbagai format seni-budaya masa kini.

"Seni tradisi jauh lebih kompleks dan dalam daripada seni modern dan kontemporer, sehingga mereka tidak mengalami kesulitan berarti (dalam berkolaborasi). Samuel juga membuat manajemen produksi dan wacana yang mudah dan praktis, jadi prosesnya berjalan dengan penuh kegembiraan,” ujar seniman dan peneliti di Abdurrahman Wahid Center for Peace and Humanities (AWCPH-UI) ini.

Dalam berkolaborasi, Samuel Indratma berusaha mengolah khzanah budaya para santri dan  membingkai sesuai kebutuhan pameran.

"Sebagai tamu dan sahabat, saya merasa kagum dan bangga dengan kekayaan budaya pesantren dan keterampilan para santri, serta terutama dengan tata krama mereka yang amat baik. Saya hanya memberi sedikit sentuhan karena pada dasarnya karya para santri ini sudah indah baik isi maupun bentuknya, dan dunia internasional dapat belajar dari tradisi Indonesia yang seperti ini," kata seniman yang telah malang melintang di dunia seni kontemporer baik dalam maupun luar negeri ini.

Menanggapi kolaborasi para santri dengan Samuel Indratma, ketua Yayasan El Bayan, Majenang, Amin Aziz merasa bangga sekaligus terkesima dengan kinerja dan hasilnya.
 
"Kolaborasi ini telah membuka pikiran para guru dan siswa tentang tradisi mereka sendiri, juga manajemen produksi yang efisien serta bagaimana berkomunikasi dengan masyarakat luas. Ini sebuah terobosan yang unik dan dapat saling belajar," ujar mantan Dekan Fakultas Ekonomi IAIN Purwokerto, Jawa Tengah, ini.

Framer Framed adalah galeri seni kontemporer yang mengembangkan budaya visual serta pemikiran dan praktik hidup yang kritis. Setiap tahun, Framer Framed menyajikan berbagai pameran dengan bekerja sama dengan kurator dan seniman internasional baik pendatang baru maupun yang telah mapan.

Selain Samuel Indratma, pameran On The Nature of Botanical Gardens juga menyertakan sejumlah seniman Indonesia, antara lain Zico Al Baiquni, Ade Darmawan, Sinta Tantra, Arahmaiani dan lain sebagainya.

Ketika ditanya adakah hasil kolaborasi ini akan terus berlanjut dan terbuka untuk pesantren-pesantren lain, Faisal Kamandobat mengatakan bahwa pameran ini baru merupakan langkah awal dari peran para santri.

"Ini baru permulaan dari kerja yang panjang. Beberapa pesantren mulai mengembangkan sanggar gamelan dan seni-seni lokal lainnya. Itu amat memudahkan kerja sama demi membuka pintu lebih lebar bagi para santri untuk berperan dalam dunia seni di masa depan. Selain dengan Belanda, beberapa pihak telah menghubungi kami. Mereka tertarik untuk produksi, pameran dan bentuk kerjasama lainnya,” kata Faisal, menjelaskan.

Kontributor: Hizi Firmansyah
Editor: Fathoni Ahmad