Kesehatan

Hippocrates, Bapak Kedokteran dalam Pandangan Ulama Klasik

Sab, 29 Oktober 2022 | 13:00 WIB

Hippocrates, Bapak Kedokteran dalam Pandangan Ulama Klasik

Ulama atau ilmuan muslim pada generasi awal banyak terpengaruh oleh kerja-kerja kedokteran Hippocrates. (Ilustrasi: via msf.online.com)

Profesi dokter sangat mulia dalam Islam. Kemuliaan kedokteran tidak lepas dari kemuliaan ilmu dan kemanfaatannya untuk manusia. Berdasarkan manfaat kedokteran yang besar itulah, para ulama menaruh perhatian khusus tentang ilmu ini.


Tokoh kedokteran yang sering dikenal sebagai Bapak Kedokteran, yaitu Hippocrates juga sering disebut-sebut dalam kitab para ulama klasik. Penyebutan Hippocrates dalam kitab ulama Islam dikaitkan dengan ajaran-ajarannya yang baik dan islami. Maka ajaran yang seperti ini bersifat universal dan patut diketahui oleh umat Islam, khususnya para dokter muslim.


Salah satu kitab yang banyak membahas tentang sosok Hippocrates adalah Kitab At-Thibbun Nabawi karya Al-Hafiz Adz-Dzahabi. Secara rinci, pendapat-pendapat Hippocrates yang dikutip oleh Adz-Dzahabi di antaranya adalah sebagai berikut (Al-Hafiz Adz-Dzahabi, Thibbun Nabawi, Dar Ihyaul Ulum, Beirut, 1990):


“Hippocrates mengatakan, semoga dokter diberi kekuatan dari Tuhan Yang Maha Kuasa dan ketaatan kepada-Nya, nasihat yang baik, serta pemahaman terhadap rahasia-rahasia penyakit. Sungguh, dia tidak boleh memberi resep obat yang fatal ataupun menunjukkannya. Dia tidak boleh memberikan sesuatu kepada seorang wanita yang bisa menyebabkan keguguran. Dia harus menjauhkan diri dari segala macam kekotoran. Dia tidak boleh memandang wajah wanita dengan tatapan hati yang kotor. Dia tidak boleh mencari hal-hal yang berlebihan, berlalai-lalai dalam kesenangan tidur, makan, minum, dan permainan, tetapi mesti bergairah mengobati orang miskin dan orang yang tidak punya. Dia harus berbicara dengan lemah lembut, santun, dan senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan.”


Inilah yang dikatakan oleh Hippocrates, padahal dia bukan seorang mukmin. Al-Hafiz Adz-Dzahabi mengatakan bahwa dia adalah Bapak Kedokteran dan pemimpinnya. Dia dipandang telah mencapai kesempurnaan dalam seni pengobatan. Diceritakan bahwa makamnya masih terus dikunjungi orang hingga saat ini.


Hippocrates berkata bahwa memelihara kesehatan yang baik bergantung pada kerja secara wajar dan menghindari makan serta minum terlalu banyak. Dia juga berkata bahwa makanan yang merugikan tetapi sedikit lebih baik daripada makanan yang baik tetapi terlalu banyak.


Asy-Syahrastani mengatakan dalam kitabnya, Al-Milal wan-Nihal, Hippocrates adalah peletak dasar ilmu kedokteran. Dia juga menambahkan, nenek moyang kita dan mereka yang berasal dari generasi belakangan lebih mengutamakan dia daripada semua yang lain.


Seorang raja Yunani mengirimkan kepadanya beberapa gumpal emas dan meminta kepadanya agar datang mengunjunginya. Namun, dia menolak. Dia juga biasa menolak bayaran dari mengobati orang miskin atau orang yang berpenghasilan rata-rata. Namun, dia meminta bayaran dari orang kaya berupa salah satu dari seuntai kalung emas atau perhiasan dahi atau gelang emas.


Ketika Hippocrates ditanya tentang bagaimana hidup yang paling baik itu, dia menjawab bahwa keselamatan beserta keamanan lebih baik daripada kekayaan bersama rasa takut. Dia juga mengatakan bahwa setiap penderita sakit harus diobati dengan tumbuh-tumbuhan yang berasal dari negerinya sendiri.


Ketika menjelang ajal, dia berkata bahwa engkau bisa mengenal orang yang mencari ilmu dari tidurnya yang lama, wataknya yang lembut, kulitnya yang halus, dan umurnya yang panjang. Dia juga mengatakan bahwa apabila orang diciptakan dengan hanya satu keadaan saja, pasti orang itu tidak akan menderita sakit karena tidak ada pertentangan yang akan menimbulkan penyakit.


Suatu ketika Hippocrates ditanya mengapa jasad seseorang menjadi lebih berat ketika dia mati daripada ketika masih hidup? Dia menjawab bahwa sebelum mati, seseorang itu terdiri dari dua bagian. Bagian yang ringan mengangkatnya ke atas dan bagian yang berat menariknya ke bawah. Ketika salah satu dari dua bagian ini pergi, dan yang pergi itu adalah bagian yang ringan yang mengangkatnya itu, maka bagian yang berat menariknya lebih keras lagi ke bawah.


Suatu ketika, Hippocrates memberikan nasihat kepada seorang muridnya yang juga menjadi dokter agar memperhatikan pasiennya dengan sungguh-sungguh. Hendaknya muridnya itu menjadikan sarana terbaik dalam mengobati orang sakit dengan rasa cinta kepada orang sakit, perhatian terhadap urusan mereka, pengertian tentang kondisi mereka, dan sikap yang jelas dalam memperhatikan kondisi mereka.


Hippocrates juga mengatakan bahwa segala sesuatu yang berlebihan akan bertentangan dengan hukum alam. Hendaklah seseorang itu makan, minum, tidur, dan berhubungan seksual dengan kadar yang sedang-sedang saja.


Hippocrates menyatakan bahwa setiap tabib atau dokter yang memberikan resep racun atau menganjurkan aborsi, atau mencegah kehamilan, atau memperpanjang penyakit orang yang sakit, maka tabib atau dokter seperti itu bukanlah golongan dari Hippocrates. Al-Hafiz Adz-Dzahabi menyatakan bahwa hal-hal seperti itu menjadi komponen dari sumpah kedokteran.


Pandangan-pandangan Hippocrates yang baik kelak diadopsi oleh Ibnu Sina dan banyak ulama Islam di bidang pengobatan. Selanjutnya, ulama-ulama Islamlah yang mengembangkan ilmu pengobatan tersebut menjadi ilmu kedokteran dan farmasi dengan berbagai inovasi yang akhirnya dikenal oleh dunia barat. Namun, saat ini, dunia barat telah mengembangkan ilmu itu lebih cepat sehingga kaum muslimin seolah-olah belajar dari barat. Padahal, sesungguhnya tanpa kontribusi dari ulama Islam, ilmu kedokteran itu tidak akan berkembang seperti saat ini.


Begitu pentingnya ilmu pengobatan, termasuk kedokteran membuat Imam Syafi’i berkata tentang urgensi ilmu ini. Beliau berkata bahwa ilmu itu ada dua macam. Ilmu agama yaitu fiqih dan ilmu badan yaitu kedokteran. (Imam Ibnu Hajar al-Asqalani, Manaqib Imam Syafi’i, terjemah dari Ma’ali at-Ta’sis fi Manaqib Ibnu Idris, terbitan Al-Amiriyah 1301 Hijriah, CV Cendekia Sentra Muslim, tahun 2001, Jakarta: halaman 123).


Dengan kemuliaan ilmu kedokteran, sudah selayaknya para dokter muslim menerapkannya untuk kemaslahatan umat manusia sebagaimana wasiat dari Hippocrates yang telah diuraikan. Selamat Hari Dokter Nasional dan semoga kiprah dokter muslim semakin cemerlang.


Ustadz Yuhansyah Nurfauzi, apoteker dan peneliti farmasi