Kesehatan

Khasiat Air Zam-zam dan Sari Lidah Buaya untuk Kesegaran Jamaah Haji

Rab, 6 Juli 2022 | 19:00 WIB

Khasiat Air Zam-zam dan Sari Lidah Buaya untuk Kesegaran Jamaah Haji

Ruqyah dan air Zam-zam sebagai Thibbun Nabawi telah diterapkan tahun ini di Kantor Kesehatan Haji Indonesia untuk jamaah yang dirawat di Mekah. 

Salah satu hal baru pada musim haji tahun ini adalah penerapan Thibbun Nabawi oleh Petugas Kesehatan Haji Indonesia. Penggunaan Thibbun Nabawi bersifat melengkapi terapi medis atau yang disebut dengan terapi komplementer.


Terapi yang bernilai sunnah dan spiritual ini bertujuan untuk mempercepat penyembuhan. Diharapkan para jamaah haji yang sakit dapat segera kembali menunaikan rangkaian ibadahnya yang sempat tertunda karena gangguan kesehatan.


Banyak orang mengira bahwa Thibbun Nabawi identik dengan bekam dan herbal nabawi. Namun, jenis-jenis Thibbun Nabawi yang lain sangatlah luas. Terapi ruqyah dan penggunaan air Zam-zam juga termasuk Thibbun Nabawi yang bermanfaat untuk membantu kondisi kesehatan jamaah haji. Ruqyah dan air Zam-zam sebagai Thibbun Nabawi telah diterapkan tahun ini di Kantor Kesehatan Haji Indonesia untuk jamaah yang dirawat di Mekah. 


Kombinasi ruqyah dan air Zam-zam sebagai terapi komplementer memiliki potensi penyembuhan yang luar biasa. Dengan bacaan surat Al-Fatihah dan air Zam-zam, kedua penyembuh multifungsi ini memberikan kekuatan ganda untuk ruhani maupun fisik sekaligus. Tidak heran, efek positif telah banyak dirasakan oleh jamaah haji dengan keberadaan kedua terapi komplementer tersebut.


Tidak hanya jamaah, petugas kesehatan haji juga dapat menerapkan Thibbun Nabawi ini untuk mereka. Sebagai petugas maupun jamaah yang dituntut memiliki fisik yang prima, gangguan kesehatan yang datang dapat dihilangkan dengan cara bekam maupun konsumsi herbal. Herbal pun tidak hanya yang sudah berwujud ramuan, tetapi dapat juga yang berbentuk makanan seperti minyak zaitun, buah tin, hingga kurma yang mudah ditemukan di tanah suci. 


Sebagai terapi untuk mendukung pelaksanaan haji yang memerlukan fisik prima, bekam pernah dilakukan oleh Rasulullah saat menunaikan rukun Islam ke-5 ini.


Imam at-Tirmidzi dalam Kitab as-Syamailul Muhammadiyah menceritakan kisah dari Anas bin malik radliyallahu ‘anh sebagai berikut:


“Sesungguhnya Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wasallam berbekam di Malal (nama tempat antara Mekah dan Madinah, jaraknya dari Madinah kira-kira 17 mil) pada belakang kakinya sewaktu Beliau sedang berihram. Diriwayatkan oleh Ishaq bin Manshur dari ‘Abdurrazzaq dari Ma’mar dari Qatadah yang bersumber dari Anas bin Malik radliyallahu ‘anh.” (Imam at-Tirmidzi, Asy-Syamailul Muhammadiyah, CV Diponegoro Bandung, 1986, halaman: 288)


Bekam yang dilakukan oleh Rasulullah pada bagian kaki menunjukkan bahwa saat itu badan Beliau sedang tidak fit. Rangkaian kegiatan haji yang didominasi oleh aktifitas fisik dapat berpengaruh terhadap kondisi badan. Hasil metabolisme tubuh dari aktivitas fisik yang berat berupa asam laktat dapat menumpuk dan menyebabkan pegal-pegal hingga nyeri otot.


Untuk melancarkan peredaran darah, terapi bekam sangat efektif. Sampah-sampah hasil metabolisme badan yang tertumpuk dalam darah dapat dikeluarkan melalui bekam. Apabila darah bersih, maka peredaran darah akan lancar kembali dan darah dapat menghantarkan oksigen beserta nutrisi ke seluruh tubuh dengan baik.


Selain bekam, herbal merupakan salah satu Thibbun Nabawi yang dapat diterapkan untuk mendukung kesehatan jamaah haji. Herbal-herbal yang dapat digunakan tentu disesuaikan dengan keperluan dan ketentuan saat ihram. Pada saat ihram, jamaah haji dilarang menggunakan wewangian. Oleh karena itu, herbal yang digunakan juga dapat dipilih dari tanaman yang tidak beraroma wangi.


Salah satu herbal unik yang dapat digunakan dan memenuhi kriteria ihram di atas adalah lidah buaya atau Aloevera. Tanaman sejenis lidah buaya (Aloevera) atau dalam bahasa Arab disebut Shabir (صبر) disebutkan secara khusus telah digunakan oleh sahabat nabi di saat haji. Nabi sendiri yang menganjurkan sahabat tersebut untuk menggunakannya. Sahabat tersebut mengalami radang pada kedua matanya karena sengatan terik matahari.


Dalam kitab Thibbun Nabawi, Al-Hafiz Adz-Dzahabi menyebutkan:


“Utsman bin Affan radliyallahu ‘anh meriwayatkan sebuah hadits yang menyatakan bahwa seorang laki-laki mengeluh kepada Nabi tentang keadaan matanya pada waktu dia mengerjakan ibadah haji. Nabi berkata kepadanya: Balutlah kedua matamu dengan Shabir (Aloevera). Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim.” (Al-Hafiz Adz-Dzahabi, Thibbun Nabawi, [Beirut, Dar Ihyaul Ulum: 1990 M], halaman 140).


Penggunaan Aloevera yang disebutkan dalam hadits di atas adalah penggunaan untuk obat luar. Aloevera memiliki lendir yang sifatnya membasahi dan melembabkan. Mata yang terkena infeksi dapat memiliki gejala radang, yaitu terasa sakit, memerah, panas dan bengkak. Kelopak mata pun dapat terpengaruh oleh bengkaknya. Oleh karena itu, Aloevera yang berlendir dapat ditempelkan pada kelopak maupun kedua pelupuk mata sambil terpejam hingga mata menjadi tertutup oleh herbal ini.


Khasiat-khasiat Aloevera disebutkan oleh Al-Hafiz Adz-Dzahabi dalam kitab Thibbun Nabawi:


“Jika Aloevera dicampur dengan obat-obatan lain, ia akan menetralkan efek negatif dari obat-obatan yang lain tersebut. Ia juga menyembuhkan kelopak mata yang membengkak, membersihkan sumbatan-sumbatan dalam saluran liver, menghilangkan penyakit kuning, dan dengan lembut menenangkan infeksi dalam perut.” (Al-Hafiz Adz-Dzahabi, Thibbun Nabawi, Dar Ihyaul Ulum, Beirut, 1990: halaman 140)


Penggunaan Aloevera pada musim haji sangat relevan untuk kesehatan kulit dan mata. Cuaca panas terik, iklim kering, dan perbedaan suhu yang ekstrim saat siang dan malam hari di tanah suci tentu mempengaruhi kulit jamaah haji. Selain itu, terangnya sinar mentari, kencangnya angin gurun, dan debu pasir di sana juga mempengaruhi kesehatan mata. Mata yang terinfeksi dapat memperoleh khasiat dari lendir Aloevera sebagai antibiotik dan anti radang mata.


Aloevera sangat bermanfaat untuk semua tipe mata dan gangguan kulit. Khasiatnya dapat memperbaiki kulit, menjaga penampilan kulit, maupun mempertahankan warna kulit. Aloevera sangat baik jika dioleskan dan ditempelkan pada kulit yang terbakar, luka, maupun mata yang terinfeksi (Shamsi, 2016, Tibb-e-Nabawi: Medical Guidance & Teachings of Prophet Muhammed, India: halaman 223).


Berbagai penelitian juga menunjukkan bahwa lidah buaya dapat menjaga kelembaban kulit. Kulit yang terjaga kelembabannya akan terasa lembut, segar, dan nyaman. Efek positif tersebut disebabkan karena di dalam lidah buaya terkandung zat yang dapat menahan air pada kulit (Editor: Sakho Muhammad, 2010, Ensiklopedi Kemukjizatan Ilmiah dalam Al-Quran dan Sunnah, PT Kharisma Ilmu, Jakarta: halaman 160).


Sabda Nabi tentang khasiat lidah buaya terhadap mata dan kulit juga terungkap melalui perkataannya kepada Ummu Salamah radliyallahu ‘anha. Hadits tentang itu diriwayatkan oleh Imam an-Nasai dan Abu Dawud. Saat Ummu Salamah sedang berkabung karena kematian suaminya, Ummu Salamah menempelkan lidah buaya pada kedua matanya. Melihat hal tersebut, Rasulullah berkata kepada Ummu Salamah bahwa lidah buaya itu membuat wajah terlihat muda. 


Artinya, lidah buaya tidak hanya baik untuk mata, tetapi mampu membuat kulit tampak berkilau dan terlihat lebih segar. Penggunaannya tidak menimbulkan masalah pada wanita yang sedang berkabung karena pada hadits tersebut, Ummu Salamah menyampaikan bahwa lidah buaya tidak berbau wangi. Kondisi berkabung ini sama dengan larangan saat ihram yang juga tidak boleh menggunakan wewangian.


Untuk mengoptimalkan efeknya, Nabi juga memberikan petunjuk pemakaian lidah buaya kepada Ummu Salamah agar menggunakannya pada malam hari, bukan pada siang hari. Hal ini sesuai dengan kaidah bahwa mendinginkan kulit yang panas dengan tiba-tiba pada terik siang hari justru kurang baik untuk kulit. Oleh karena itu, bila hendak menggunakan lidah buaya untuk kulit wajah, maka menunggu malam hari merupakan langkah yang bijak.


Aloevera untuk kesehatan haji di masa Nabi, ruqyah dan air Zam-zam hanya beberapa contoh Thibbun Nabawi. Masih banyak contoh lain Thibbun Nabawi yang manfaatnya telah nampak dan banyak dirasakan. Tenaga kesehatan haji seperti dokter, perawat, maupun apoteker selayaknya dapat lebih memberikan perhatian  terhadap bekam dan herbal Thibbun Nabawi. 


Keahlian tambahan berupa terapi komplementer untuk mendukung Thibbun Nabawi sangat penting untuk dikuasai oleh petugas kesehatan haji. Kementerian Kesehatan juga perlu mendukung dan mengembangkannya dalam terapi komplementer untuk haji di masa-masa mendatang. Tidak hanya di musim haji, nilai ibadah sunnah dan pahala menanti semua pihak yang mengembangkan Thibbun Nabawi dengan ikhlas dan penuh kecintaan terhadap Nabi.


Ustadz Yuhansyah Nurfauzi, apoteker dan peneliti farmasi