Nasional HARLAH KE-96 NU

Alasan Filosofis Empat Titik Harlah Ke-96 NU menurut Gus Yahya

Sab, 5 Februari 2022 | 19:30 WIB

Alasan Filosofis Empat Titik Harlah Ke-96 NU menurut Gus Yahya

Ratusan santri sedang mengusung bendera Nahdlatul Ulama pada momen harlah NU. (Foto: Dok. NU Online)

Manggarai Barat, NU Online 
Harlah ke-96 NU jatuh pada 31 Januari 2022. Perhelatan akbar ini dilaksanakan di empat provinsi yang berbeda, yaitu di Balikpapan atau Samarinda di Kalimantan Timur, Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur (NTT), Palembang dan Muara Enim di Sumatra Selatan, dan Bangkalan di Jawa Timur.


Dipilihnya keempat lokasi tersebut bukan tanpa alasan. Tetapi, ada makna-makna filosofis tersendiri yang menjadi modal dasar NU dalam membangun peradaban sesuai dengan tema besar Harlah yaitu Menyongsong 100 Tahun Nahdlatul Ulama: Merawat Jagat, Membangun Peradaban.


“Empat tempat ini dipilih sebagai titik rangkaian kegiatan harlah karena mewakili modal-modal dasar yang diperlukan oleh NU untuk memulai beranjak dalam perjuangan membangun peradaban,” terang Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf dalam rangkaian Harlah ke-96 NU di Hotel Meruora Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi NTT, Sabtu (5/2/2022).

 


Lokasi pertama, Kota Balikpapan dan Samarinda, Kalimantan Timur. Sebagaimana diketahui, Kaltim telah dipilih oleh Presiden RI Joko Widodo sebagai ibu kota baru negara Indonesia dengan nama ‘Nusantara’. Menurut Gus Yahya, ini merupakan gagasan yang sangat ikonik dan mencerminkan visi untuk membangun masa depan.


Dipilihnya Kaltim sebagai salah satu lokasi peringatan Harlah ke-96 NU sekaligus pelantikan pengurus NU masa khidmah 2022-2027 menjadi bentuk keikutsertaan NU dalam mengawali pembangunan masa depan.


“Maka penting NU hadir di Balikpapan, karena untuk membangun peradaban harus memulai dengan semangat ikut serta membangun masa depan. NU ingin ikut serta menjadi bagian dari pembangunan ibu kota yang baru itu karena NU ingin ikut serta membangun peradaban,” papar pria kelahiran 1966 itu.


“Balikpapan ini mewakili semangat NU untuk menjemput masa depan,” imbuh Gus Yahya.


Lokasi kedua, Labuan Bajo di NTT. NTT merupakan provinsi yang memiliki kekayaan laut sangat besar dan menjadi miniatur Indonesia dengan kemaritimannya. Bagi Gus Yahya, masyarakat maritim merupakan masyarakat yang sangat tangguh. Modal watak maritim sangat diperlukan dalam membangun peradaban.
 


Setidaknya ada tiga watak yang dimiliki masyarakat maritim, yaitu selalu berbaik sangka kepada Tuhan, berbaik sangka kepada sesama manusia, dan mampu akrab dengan alam sekitar.


“Karakter peradaban maritim ini yang akan menjadi modal kekuatan NU dalam menyongsong perjuangan peradaban yang pasti tidak akan mudah. Tapi dengan karakter maritim ini, NU punya modal untuk mengarungi perjuangan yang berat,” kata pria kelahiran Rembang, Jawa Tengah itu.


Kendati demikian, jelas Gus Yahya, bukan berarti NU mengabaikan profesi-profesi lain yang ada di Indonesia seperti petani dan pedagang. Sebab, baik petani atau pedagang, semuanya memiliki watak maritim.


Lokasi ketiga, Palembang dan Muara Enim di Sumatera Selatan. Lokasi ini dipilih karena Palembang merupakan saksi sejarah keberadaan Kerajaan Sriwijaya yang memiliki peradaban berskala Nusantara dan paling tua tercatat dalam sejarah.


Harapan Gus Yahya, peradaban Kerajaan Sriwijaya menjadi ikon untuk mewujudkan peradaban sebagaimana yang dicita-citakan NU.
 


“Referensi model di masa lalu sangat dibutuhkan supaya tahu bagaimana road map, strategi yang harus ditempuh untuk bisa mencapai titik masa depan yang NU cita-citakan. Itu sebabnya, sesudah Labuan Bajo, NU akan bergerak ke Palembang dan Muara Enim di Sumatra Selatan,” terang Gus Yahya.


Lokasi yang keempat atau terakhir adalah di Bangkalan di Jawa Timur. Menurut Gus Yahya, alasan dipilihnya Bangkalan adalah untuk menyuplai energi spiritual di tubuh NU dalam membangun peradaban.


Sebagaimana diketahui, Bangkalan merupakan tempat Syekh Kholil Bangkalan, sosok yang dimintai nasihat dan dukungan spiritual oleh Hadratussyekh KH M Hasyim Asy’ari sebelum mendirikan NU.


“NU membutuhkan energi spiritual yang kokoh karena NU bukan hanya akan berurusan dengan dinamika fisik, tapi juga dinamiki-dinamika sosial dan mental dari seluruh pergulatan umat manusia di seluruh dunia,” tandas Gus Yahya.


Sebagaimana diketahui, NU didirikan pada tanggal 31 Januari 1926 dalam perhitungan tahun masehi di kota Surabaya, Jawa Timur. Sementara dalam perhitungan hijriyah, NU berdiri pada tanggal 16 Rajab 1344 H.


Dengan demikian, jika menghitung tahun Masehi, NU sudah memasuki usia ke-96 di tahun 2022. Sedangkan mengacu pada perhitungan tahun hijriyah, NU memasuki usia ke-99 pada tahun 1443 H. Setiap tahun, Harlah NU diperingati dua kali, yakni 31 Januari dan 16 Rajab.


Kontributor: Muhamad Abror
Editor: Musthofa Asrori