Nasional HARLAH PMII

Cerita Kiai Said Aqil Siroj Jadi Aktivis PMII Tahun 1971

Jum, 17 April 2020 | 16:55 WIB

Cerita Kiai Said Aqil Siroj Jadi Aktivis PMII Tahun 1971

Ketua Umum PBNU KH Said Aqil SIroj (NU Online)

Jakarta, NU Online 
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj mengaku pernah aktif di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) saat ia kuliah di Institut Agama Islam Negeri (sekarang Universitas Islam Negeri) Sunan Kalijaga. Ia masuk organisasi itu sejak semester pertama pada tahun 1971. 

"Ketika mahasiswa, saya tidak dianjurkan siapa-siapa. Ayah saya (KH Aqil Siroj) kan pengurus cabang, jadi, saya tahu organisasi mahasiswa NU," lanjutnya. "Saya tak pilih-pilih lagi organisasi lain karena saya tahu PMII sejak aktif di IPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama, red.)," katanya di Gedung PBNU, Jakarta, Jumat (17/4). 

Kiai Said bercerita, ia masuk PMII saat Ketua Pengurus Cabang PMII Yogyakarta adalah almarhum Slamet Effendy Yusuf. Sehingga, ia memiliki banyak kenangan bersamanya. 

"Saya pernah dimarahi Pak Slamet. Saya pernah diajak demo Pak Slamet saat kedatangan Menteri Agama ke IAIN. Diajak demo lagi saat kedatangan Ali Murtopo. Waktu itu tidak semua anggota PMII diajak demo. Saya termasuk yang diajaknya. Banyak kenangan bersamanya," katanya. "Itu konteksnya zaman Orde Baru," imbuh Kiai Said.

Di kemudian hari, keduanya berada di pengurus puncak PBNU 2015-2020. Kiai Said sebagai ketua umum, sementara Slamet Effendy Yusuf sebagai wakil ketua umum. Namun, Slamet Effendy meninggal sebelum periode masa khidmahnya usai, yakni pada 2 Desember 2015.  

Menurut Kiai Said, memasuki usia ke-60, PMII harus tetap menjadi agen perubahan, menjadi intelektual di masa depan, yang mampu melanjutkan keilmuan tokoh-tokoh NU seperti Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari, KH Wahid Hasyim, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). 

"Tidak boleh padam. Tidak boleh kendor. Tidak boleh surut. Malah kalau bisa lebih dari beliau-beliau. Kalaupun tidak bisa; melestarikan, melanjutkan program dan intelektual beliau-beliau," tegasnya. 

Menurut kiai yang pernah menjadi santri Pondok Pesantren Kempek (Cirebon), Lirboyo (Kediri), dan Krapyak (Yogyakarta), ini, setiap anggota PMII harus yakin bahwa intelektualitas tokoh-tokoh NU adalah kebenaran. Benar dalam beragama dan benar dalam bernegara. 

"Nahnu ashabul haq. Harus yakin itu," tegas pengasuh Pondok Pesantren Al-Tsaqofah Ciganjur, Jakarta Selatan ini. 

Pewarta: Abdullah Alawi
Editor: Kendi Setiawan