Nasional A'WAN PBNU

Derap Langkah Habib Mohsen Alaydrus, dari Palu hingga PBNU

Jum, 14 Januari 2022 | 05:00 WIB

Derap Langkah Habib Mohsen Alaydrus, dari Palu hingga PBNU

Habib Mohsen Alaydrus berpose di kapal penyeberangan menuju Lampung dalam rangka meninjau Muktamar Ke-34 NU. (Foto: NU Online/Musthofa Asrori)

Jakarta, NU Online
Sembilan habib ditetapkan sebagai personalia Pengurus Besar Nahdlatul Ulama hasil Muktamar Ke-34 NU di Lampung. Salah satu habib yang masuk kepengurusan PBNU masa khidmah 2022-2027 ini adalah Habib Mohsen Alaydrus. Ia ditahbiskan sebagai salah satu A'wan PBNU, Rabu (12/1/2022) kemarin.


Habib asal Kota Palu, Sulawesi Tengah, ini sebelumnya pernah aktif di Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) PBNU saat dirinya menjabat sebagai Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesanttren (PD Pontren) Ditjen Pendis Kemenag masa bakti 2014-2017.


"Saya aktif di RMI PBNU saat Gus Rozin mengemban amanah sebagai ketua pada periode pertama kepengurusan Kiai Said," tutur Habib Mohsen kepada NU Online di kantornya di Gedung Kemenag Jl MH Thamrin No 6 Jakarta, Kamis (13/1/2022).

 


Kepala Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan (Puslitbang Penda) Balitbang Diklat Kemenag ini mengatakan, pada saat gelaran Muktamar di Lampung akhir tahun 2021 turut hadir sebagai peninjau di UIN Raden Intan.


"Sejak Muktamar NU tahun 1999 di Lirboyo hingga kemarin di Lampung, saya selalu hadir. Selanjutnya Solo, Makassar, dan Jombang. Jadi, total saya sudah mengikuti lima kali," tutur pria keturunan Arab ini.


Rekam jejak organisasi
Habib Mohsen juga bercerita tentang keaktifannya berorganisasi sejak mahasiswa. Pria berkumis tipis ini merupakan tokoh penting cikal bakal kebangkitan PMII di Sulawesi Tengah pada era 1980-an bersama Ketua NU Dr H Lukman S Thahir.


Setelah itu, ia menjadi Ketua PCNU Kota Palu dua periode. Pada periode 1994-1999 dan 1999-2004, ia menjadi Sekretaris PWNU Sulteng. Usai menjadi sekretaris, Habib Mohsen terpilih sebagai Ketua PWNU Sulteng periode 2004-2009 dan 2009-2014.


"Jadi, saya 30 tahun di struktural. Kini saya kembali kultural. Rupanya tahun ini masuk lagi," ungkap pria murah senyum ini.


Di ormas Islam, Habib Mohsen aktif di sejumlah kepengurusan. Yakni, Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulteng 2009-2014. Lalu, Wakil Ketua PB Al-Khairaat periode 2014 sampai 2019.


"Kemudian, Wakil Ketua PP RMINU 2014-2020. Terakhir, Wakil Ketua BP-4 periode 2019 sampai sekarang," tutur ayah dari lima anak ini.


Saat ditanya tentang harapannya setelah masuk kembali ke NU struktural, Habib Mohsen mengaku bersyukur bisa aktif kembali di NU yang notabene ormas terbesar di Indonesia. Bahkan, di dunia.


Bagi dia, di posisi jabatan manapun ia ditempatkan di NU, ia mengatakan insyaallah siap berkhidmah mengemban amanah bersama KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) dalam mengawal NU untuk kemajuan dan kejayaan bangsa.


"Saya mendukung visi perjuangan Gus Yahya selaku Ketum PBNU terpilih dalam membangun paradigma kemandirian organisasi dan Nahdliyin," tegas Habib Mohsen.


"Bismillah. Insyallah siap. Kami sebagai warga NU (Nahdliyin) dari Indonesia Timur sangat berbahagia gelaran muktamar ke-34 kemarin berlangsung penuh keakraban dan persaudaraan," ujarnya menambahkan.


Birokrat tulen
Habib Mohsen merupakan birokrat tulen. Sebelum menduduki sejumlah kursi Eselon II di Kemenag, ia meniti karier dari bawah. Ia menapaki jenjang kepegawaiannya sejak 1989 di KUA kecamatan di lingkungan Kota Palu, Sulawesi Tengah.


"Kemudian menjadi pegawai pada Seksi Penais kantor Depag Palu (1990). Lalu, menjabat Kasi Pontren di kantor tersebut (1993). Dua tahun kemudian, pindah ke Kanwil Depag Sulteng. Lalu, menjadi Kasubag Ortala dan Kepegawaian Bagian TU Kanwil (1997)," ungkapnya.


"Saya dipromosikan menjadi Kepala Kantor Depag Kota Palu (2001). Tidak lama kemudian saya aktif lagi di Kanwil Depag Sulteng, berturut-turut dari jadi Kabid Kelembagaan Agama Islam, Kabid Mapenda, hingga Kabag TU (2006)," sambung Habib Mohsen.


Saat menjabat Kabag TU, ia diminta Menag saat itu, HM Maftuh Basyuni, untuk menjadi Kakanwil Depag Provinsi Maluku Utara (2008). "Saat itu, provinsi baru ini maunya dipimpin putra daerah. Sementara saya dari Sulteng. Maka, oleh Irjen Kemenag Pak Parta, saya akan diantar. Lalu saya bilang, sendiri aja Pak. Insyallah aman," ungkapnya.


Setelah menyelesaikan tugas dengan baik di Malut, ia kemudian mengalami mutasi menjadi Kakanwil Kemenag Provinsi Sulteng (2010) hingga akhirnya dipanggil Menag periode 2014-2019 Lukman Hakim Saifuddin ke Jakarta.


"Saya dilantik sebagai Direktur PD Pontren Ditjen Pendis pada Selasa, 23 September 2014. Terus pindah ke Thamrin jadi Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah Ditjen Bimas Islam (2017). Saya sempat pulang kampung jadi Kepala Biro AUAK di IAIN Palu (2020). Nah, akhir 2021 dipanggil lagi ke Ibu Kota jadi Kepala Puslitbang Penda," terangnya.


Alasan 'pulang kampung' ke Palu menjadi Karo AUAK di IAIN Palu, ditugaskan Menag saat itu, Jenderal (Purn) Fachrul Razi, untuk membantu Rektor Prof Dr Saggaf Pettalongi dalam rangka mempercepat transformasi IAIN Palu menjadi UIN Datokaramah Palu. "Alhamdulillah berhasil," ungkapnya seraya bersyukur.


Akademik dan keluarga
Habib Mohsen menghabiskan masa remajanya di SD Tawaeli Donggala hingga lulus pada 1977. Lalu, ia melanjutkan ke MTs Al-Khairaat hingga lulus pada 1980, dan MA di perguruan yang sama hingga dinyatakan lulus pada 1983.


Pria yang hobi olahraga bulu tangkis ini kemudian melakukan pengembaraan intelektual di IAIN Makassar. Di kampus tersebut, ia mengambil Jurusan Akidah Filsafat pada Fakultas Ushuluddin hingga berhasil menyabet gelar sarjana pada 1989.


"Pada jenjang S1, saya menulis skripsi berjudul Kemerdekaan Berpikir dalam Islam," kenang pria kelahiran Sigenti Palu, 6 Maret 1965 tersebut.


Doktor jebolan UIN Alauddin Makassar ini menulis disertasi berjudul Penerapan Manajemen Mutu terhadap Pengembangan Madrasah di Kota Palu. Sebelumnya, ia menempuh Program Pascasarjana (PPs) Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) di Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar.


Ketika memasuki gerbang perkawinan, Habib Mohsen mempersunting Syarifah Saihun al-Djufrie binti Sayyid Abdillah bin Muhammad al-Djufrie, cucu almaghfurlah Sayyid Idrus bin Salim al-Djufrie, pendiri Perguruan Islam Al-Khairaat Palu Sulteng, yang akrab disebut ‘Guru Tua’.


Dari hasil pernikahannya itu, Habib Mohsen dikaruniai lima anak, terdiri dari empat perempuan dan satu lelaki. Mereka adalah 1) Ragwan Mohsen Alaydrus, 2) Safirah Mohsen Alaydrus, 3) Rifdah Sahrazad Alaydrus, 4) Zakiah Mohsen Alaydrus, dan 5) Muhammad Nagib Mohsen Alaydrus.


Pewarta: Musthofa Asrori
Editor: Kendi Setiawan