Nasional

Digelar Besok, Simposium Tradisi Islam Nusantara Rekam Perkembangan Kebudayaan Islam di Indonesia

Ahad, 8 Januari 2023 | 13:30 WIB

Digelar Besok, Simposium Tradisi Islam Nusantara Rekam Perkembangan Kebudayaan Islam di Indonesia

Ilustrasi: Tradisi Islam Nusantara yang dimaksud tidak hanya semata-mata perihal kebudayaan yang berupa tari-tarian atau nyanyian, tetapi juga dalam bentuk mode pakaian, arsitektur, hingga kuliner. (Foto: dok NU Online)

Jakarta, NU Online

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menggelar Simposium Tradisi Islam Nusantara sebagai bagian dari Festival Tradisi Islam Nusantara dalam rangka Harlah 1 Abad NU. Kegiatan ini akan berlangsung di Banyuwangi, Jawa Timur pada Senin (9/1/2023) besok.


Panitia Pelaksana Simposium Tradisi Islam Nusantara Ayung Notonegoro menyampaikan bahwa kegiatan itu dilaksanakan untuk merekam perkembangan tradisi Islam di Nusantara selama ini dengan keragaman bentuknya.


"Ini bertujuan untuk merekam secara intelektual, bagaimana perkembangan dan wujud dari tradisi Islam Nusantara itu sendiri yang mana dalam praktiknya tradisi di Indonesia ini sangat erat kaitannya dengan nilai-nilai keislaman," ujarnya kepada NU Online pada Ahad (8/1/2023).


Karenanya, simposium ini juga berupaya untuk merumuskan dan mengonsepkan definisi dari Tradisi Islam Nusantara dan ruang lingkupnya dalam berbagai dimensi kebudayaan yang ada.


"Itulah yang kemudian perlu dilakukan satu upaya intelektual dalam merumuskan apa sih definisi tradisi Islam Nusantara itu sendiri? Dan bagaimana ruang lingkupnya dalam berbagai bentuk-bentuk kebudayaan di Indonesia," ujar Ayung.


Ia mengatakan bahwa tradisi Islam Nusantara yang dimaksud tidak hanya semata-mata perihal kebudayaan yang berupa tari-tarian atau nyanyian, tetapi juga dalam bentuk mode pakaian, arsitektur, hingga kuliner.


"Itu banyak sekali ragam tradisi yang dipengaruhi oleh nilai-nilai keislaman sehingga hal ini perlu dibukukan dengan sangat baik," katanya.


Oleh karana itu, simposium ini mengundang berbagai pihak untuk terlibat dalam perumusan tersebut agar diperoleh beragam perspektif sehingga saling melengkapi satu sama lain. "Di sinilah kami mengundang para cendekiawan, para ulama, dan juga para penggiat kebudayaan itu sendiri dari berbagai lokus kebudayaan di Nusantara," katanya.


Cendekiawan atau akademisi yang bergeliat di kampus-kampus ini dilibatkan sebagai representasi intelektualitas keilmiahan suatu kajian. Sementara para ulama tentunya mewakili pandangan keagamaan mengenai kebudayaan. "Karena ini berkaitan dengan keagamaan, maka perspektif para ulama menjadi penting untuk memberikan pendefinisian," ungkap Ayung.


Selain itu, simposium juga menghadirkan para pakar yang ahli dalam ragam ekspresi kebudayaan Islam Nusantara, seperti pakar musik gamelan dan pakar wayang. Ada pula para penggiat kebudayaan dari berbagai daerah keislaman di Nusantara yang memiliki sejarah keislaman yang cukup kuat di Nusantara.


Simposium juga melibatkan kreator konten guna memberikan pandangan dalam menentukan arah tradisi Islam Nusantara ini bisa adaptif dengan perkembangan zaman yang ada. "Kita juga melibatkan para content creator agar turut memikirkan Bagaimana ekspresi dari tradisi Islam nusantara ini bisa beradaptasi dengan situasi zaman hari ini," pungkasnya.


Pewarta: Syakir NF
Editor: Kendi Setiawan