Nasional FORUM R20

Melihat Candi di Pusat Keilmuan Islam

Ahad, 6 November 2022 | 08:30 WIB

Melihat Candi di Pusat Keilmuan Islam

Rektor UII Prof Fathul Wahid (paling depan) mengajak pemuka agama peserta Forum R20 melihat-lihat Candi Kimpulan di Perpustakaan Mohammad Hatta Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Sabtu (5/11/2022). (Foto: NU Online/Suwitno)

Yogyakarta, NU Online

Rintik-rintik gerimis menyambut kedatangan para pemuka agama dunia saat tiba di Perpustakaan Mohammad Hatta Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Sabtu (5/11/2022).


Rektor UII Prof Fathul Wahid menyambut kehadiran tetamu itu. Ia tampak mengenakan pakaian khas Riau dengan tanjak yang melekat di kepalanya. Sejumlah civitas akademika juga turut menyambut dengan beragam pakaian daerah lainnya.


Para delegasi langsung dipandu berjalan menuju Candi Kimpulan yang berada tepat di kawasan Perpustakaan UII. Swami Mahamhopadhaya Badhreshdas dari India tampak berjalan lebih dulu di depan. Tokoh Hindu itu menyimak penjelasan pemandu sembari memperhatikan arsitekturnya dan sesekali menangkupkan tangannya.


Pesan sejarah dan kesetaraan

Fathul Wahid menyampaikan, bahwa paling tidak ada dua pesan penting dengan dipertahankannya Candi Kimpulan di Perpustakaan dan Museum UII ini. Pertama, penghargaan masa lalu yang tidak bisa dinafikan sebagai pijakan masa depan.


"Menghargai masa lalu. Ada peran aktor pendahulu yang perlu kita hormati dan kita teruskan upaya-upaya baiknya," ujarnya.


Kedua, kesetaraan manusia yang menjadi hal penting dalam hubungan sosial. Dalam konteks mayoritas-minoritas, mayoritas harus melindungi dan menciptakan ruang berkembang untuk kawan- minoritas. Dengan demikian, kesetaraan manusia bisa dijamin, semuanya punya kesempatan tumbuh dan berkembang


"Apa yang kita diskusikan di Bali mendapatkan bukti, bukan isapan jempol, tapi betul-betul bisa kita jalankan," ujar guru besar bidang teknik informatika itu.


Wahid merasa terhormat dan tersanjung atas kunjungan tokoh-tokoh agama dunia ke kampus UII. Menurutnya, ini peluang baginya bersama NU dan Liga Muslim Dunia atau Muslim World League (MWL) untuk melantangkan pesan harmoni, saling menghargai. Hal ini mengingat perbedaan itu nyata dan bukan alasan untuk tidak bisa bersatu. "Ini bukan upaya sekali jalan tetapi harus kita lantangkan terus," kata akademisi asa Jepara, Jawa Tengah itu.


Semua elemen harus dirangkul dalam rangka menyuarakan kehidupan yang harmonis. Kampanye pesan sesering mungkin dapat diwariskan ke generasi-generasi berikutnya sehingga harus bergulir menggelinding menjadi lebih besar.


Kehadiran tokoh-tokoh ini diharapkan agar pesan-pesan yang diterima dari kunjungan dapat membumi ke akar rumput sehingga tidak hanya dinikmati di kalangan elit, tetapi juga bisa mewujud di kalangan yang lebih luas.


UII juga menjadi kampus yang terbuka dan mengutamakan kesetaraan. Meskipun kampus Islam, UII menerima mahasiswa non-Muslim untuk melanjutkan studinya di kampus yang berdiri pada 8 Juli 1945 itu. "Kita terbuka untuk umat lain untuk bersekolah di UII. UII milik bangsa. Senang non-Muslim senang bisa berkuliah di UII," ujarnya.


Sebagaimana diketahui, Forum R20 ini diawali dengan penyampaian materi dari para pemuka agama dari berbagai negara anggota G20 dan beberapa negara lain di luar keanggotaan G20. Penyampaian materi itu dilakukan di Bali pada tanggal 2-3 November 2022.


Setelah itu, para pembicara diajak ke Yogyakarta dan Jawa Tengah untuk melihat hubungan antara umat beragama di Indonesia. Hal tersebut dilakukan dengan kunjungan ke sejumlah tempat. Selain di Candi Kimpulan UII, para pemuka agama juga diajak mengunjungi Candi Prambanan, Vihara Mendut, dan Candi Borobudur, serta Pondok Pesantren Sunan Pandanaran.


Konservasi Candi Kimpulan

Disebutkan dalam selebaran profil, Candi Kimpulan di UII Yogyakarta ditemukan pada 11 Desember 2009 dalam proses penggalian untuk fondasi proyek pembangunan perpustakaan. Saat mengeruk tanah, keranjang ekskavator tiba-tiba membentur batu andesit keras yang ternyata adalah salah satu bagian bangunan candi. Candi ini terkubur sekitar lima meter di dalam tanah.


Dalam rangka melindungi keberadaan candi, UlI mengambil kebijakan untuk mendesain ulang bangunan perpustakaan sehingga bentuknya berubah menjadi seperti sekarang.


Dalam melestarikan Candi Kimpulan, UlI menggandeng Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Yogyakarta yang pada tahun 2012 berubah nama menjadi Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB). BP3 Yogyakarta secara berkala melakukan perawatan bangunan Candi Kimpulan sehingga tetap lestari dan dapat dinikmati oleh pengunjung hingga generasi mendatang.


Candi Kimpulan diperkirakan dibangun pada abad ke-9 sampai ke-10 pada masa Keraiaan Mataram Hindu. Ketika ditemukan, candi bernuansa Hindu Siwa ini memiliki arca Ganesha, Lingga, dan Yoni, serta wadah gerabah di bawah cerat yoni. Arca Ganesha melambangkan ilmu pengetahuan, intelektual, dan kebijaksanaan sehingga relevan dengan Perpustakaan UlI sebagai sumber ilmu bagi sivitas akademika.


Di dalam candi perwara juga ditemukan arca Nandi atau kendaraan Dewa Siwa, dan dua buah lapik padma yang mengapit arca Nandi. Selama proses pengupasan tanah di candi induk dan candi perwara, peneliti berhasil mendapatkan temuan arkeologis yang berupa pripih, mangkuk perunggu, benda-benda logam seperti fragmen besi, lempengan emas dan perak, manik-manik, fragmen gerabah, mata uang emas, dan perak.


Dari hasil ekskavasi tim arkeolog, Candi Kimpulan terdiri atas satu buah candi induk berdenah bujur sangkar berukuran 6x6 meter dan satu buah candi perwara berdenah persegi panjang berukuran 4x6 meter. Kedua bangunan itu dibatasi dengan susunan batu andesit gundul setebal 1,2 meter yang berjarak 11,2 meter dari lingga patok pusat.


Tidak seperti bangunan candi di kawasan lainnya, Candi Kimpulan bersifat terbuka, tana dinding dan atap bangunan. Penutup atapnya diperkirakan berbahan organik yang mudah lapuk, dimungkinkan bambu atau kayu, dengan tiang kayu di atas umpak. Asumsi in didasarkan atas adanya temuan umpak di lantai bangunan induk. Tangga naik ke bilik candi kemungkinan menggunakan tangga kayu, karena di candi ini tidak ditemukan adanya tangga naik. Bentuk asli candi ini dimungkinkan serupa dengan pura Hindu Bali dengan atap meru yang menjulang dari bahan kayu, sirap, atau atap ijuk.


Dengan bentuknya yang cenderung sederhana, Candi Kimpulan diperkirakan layaknya candi desa yang dibangun masyarakat umum di suatu desa di pinggiran ibu kota kerajaan pada masa lampau.


Pewarta: Syakir NF
Editor: Kendi Setiawan