Nasional

Empat Persamaan dan Empat Perbedaan Kurban Wajib dan Sunnah

Ahad, 3 Juli 2022 | 16:00 WIB

Empat Persamaan dan Empat Perbedaan Kurban Wajib dan Sunnah

Ilustrasi: Kurban sunnah dan wajib memiliki persamaan dan perbedaan dalam empat hal, yakni syarat, rukun, kesunnahan, dan waktu penyembelihan di tanggal 10, 11, 12, dan 13 Dzulhijjah. 

Jakarta, NU Online

Hukum asal kurban sunnah. Namun, hal demikian bisa berubah menjadi wajib karena nazar. Misalnya, seseorang bernazar jika lulus sarjana akan menyembelih kambing. Jika harapan itu tercapai, wajib baginya untuk melaksanakan apa yang dinazarkannya, dalam hal ini menyembelih kambing.


Kurban sunnah dan wajib ini memiliki persamaan dan perbedaan. Keduanya memiliki kesamaan dalam empat hal, yakni (1) syarat, (2) rukun, (3) kesunnahan, dan (4) waktu penyembelihan di tanggal 10, 11, 12, dan 13 Dzulhijjah. Hal ini sebagaimana dilansir NU Online dalam tulisan berjudul 4 Perbedaan Kurban Wajib dan Sunnah.


Beda keduanya juga pada empat hal yang lain. Pertama, hak konsumsi daging sembelihannya bagi pekurban. Dalam kurban sunnah, pekurban boleh untuk menikmati sebagian dari daging kurbannya. Namun sebaiknya, pekurban hanya menikmati beberapa suap saja untuk mengambil keberkahan dan menyedekahkan sisanya. Sementara kurban wajib, pekurban haram menikmatinya barang sesuap. Keharaman memakan daging kurban wajib juga berlaku untuk segenap orang yang wajib ditanggung nafkahnya oleh pekurban, seperti anak, istri, dan lain sebagainya. 


Kedua, kadar yang wajib disedekahkan. Menurut pendapat yang kuat dalam mazhab Syafi’i, standar minimal yang wajib disedekahkan dalam kurban sunnah adalah kadar daging yang mencapai standar kelayakan pada umumnya, misalnya satu kantong plastik daging. Tidak cukup dengan hanya satu atau dua suapan. Kadar daging paling minimal tersebut wajib diberikan kepada orang fakir/miskin, meski hanya satu orang. 


Selebihnya dari itu, pekurban diperkenankan untuk memakannya sendiri atau diberikan kepada orang kaya sebatas untuk dikonsumsi. Kadar minimal yang wajib disedekahkan tersebut wajib diberikan dalam kondisi mentah, tidak mencukupi dalam kondisi masak.


Sementara kurban wajib, semua dagingnya harus disedekahkan kepada fakir/miskin tanpa terkecuali. Ia dan keluarga yang ditanggung nafkahnya juga tidak diperkenankan untuk memakannya. Daging kurban wajib juga tidak boleh dibagikan kepada orang kaya. Daging yang diberikan juga disyaratkan harus mentah.


Ketiga, pihak yang berhak menerima. Daging kurban wajib hanya berhak diterima fakir/miskin, sedangkan pekurban dan orang kaya tidak berhak menerimanya. Semua unsur hewan kurban wajib meliputi daging, kulit, tanduk, dan sebagainya wajib disedekahkan kepada fakir/miskin tanpa terkecuali. Bahkan, bila ada bagian kurban yang distribusinya tidak tepat sasaran, maka wajib mengganti rugi untuk fakir/miskin.


Sementara itu, daging kurban sunnah boleh diberikan kepada orang kaya dan fakir/miskin. Meskipun demikian, terdapat perbedaan hak orang kaya dan miskin atas daging kurban yang diterimanya. Kurban yang diterima fakir/miskin bersifat tamlik, yaitu memberi hak kepemilikan secara penuh. Hal ini berarti daging yang diterima boleh dijual, dihibahkan, disedekahkan, dimakan dan lain sebagainya. Sementara hak orang kaya atas daging kurban yang diterimanya hanya untuk konsumsi. Orang kaya hanya boleh memakan dan memberikannya kepada orang lain hanya untuk dimakan, semisal disuguhkan kepada para tamu. Haram bagi mereka untuk menjual, menghibahkan, dan lainnya.


Untuk diketahui, sebagaimana dijelaskan dalam kitab I’anatut Thalibin, bahwa orang kaya yang dimaksud adalah setiap orang yang haram menerima zakat, yaitu orang yang memiliki harta atau usaha yang mencukupi kebutuhan sehari-hari, baik untuk dirinya atau keluarga yang wajib ia nafkahi. Sementara fakir/miskin sebaliknya, yaitu orang yang aset harta atau usahanya tidak dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari, baik untuk diri sendiri atau keluarga yang wajib dinafkahi.


Keempat, niat. Kurban sunnah dan wajib diperbolehkan untuk disembelih sendiri oleh pekurban, boleh pula diwakilkan kepada orang lain. Kedunya sama-sama disyaratkan niat. Niat bisa dilakukan saat menyembelih atau ketika memisahkan hewan yang ingin dibuat kurban dengan hewan lainnya. Niat berkurban boleh dilakukan sendiri atau diwakilkan kepada orang lain.


Adapun niat kurban sunnah dan wajib, sendiri dan diwakilkan adalah sebagai berikut. 


Niat kurban sunnah yang diniati sendiri:

   نَوَيْتُ الْأُضْحِيَّةَ الْمَسْنُوْنَةَ عَنْ نَفْسِيْ لِلهِ تَعَالَى

“Aku niat berkurban sunnah untuk diriku karena Allah.”  


Niat kurban sunnah yang dilakukan oleh wakil pekurban:

   نَوَيْتُ الْأُضْحِيَّةَ الْمَسْنُوْنَةَ عَنْ زَيْدٍ مُوَكِّلِيْ لِلهِ تَعَالَى

 

"Aku niat berkurban sunnah untuk Zaid (orang yang memasrahkan kepadaku) karena Allah."


Niat kurban wajib yang diniati sendiri 

 

 نَوَيْتُ الْأُضْحِيَّةَ الْوَاجِبَةَ عَنْ نَفْسِيْ لِلهِ تَعَالَى   

"Aku niat berkurban wajib untuk diriku karena Allah."


Niat kurban wajib yang dilakukan oleh wakil pekurban.


  نَوَيْتُ الْأُضْحِيَّةَ الْوَاجِبَةَ عَنْ زَيْدٍ مُوَكِّلِيْ لِلهِ تَعَالَى  

 

"Aku niat berkurban sunnah untuk Zaid (orang yang memasrahkan kepadaku) karena Allah."

 

Pewarta: Syakir NF
Editor: Kendi Setiawan