Nasional

GP Ansor Tanggapi Komnas HAM yang Sebut Mario Dandy Tak Lakukan Penyiksaan atas David

Kam, 9 Maret 2023 | 19:30 WIB

GP Ansor Tanggapi Komnas HAM yang Sebut Mario Dandy Tak Lakukan Penyiksaan atas David

Jonatahan Latumahina saat sedang memperhatikan kondisi putranya David, Rabu (1/3/2023) lalu di RS Mayapada Kuningan, Jakarta. (Foto: Jonathan Latumahina)

Jakarta, NU Online

Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Atnike Nova Sigiro mencoba meluruskan bahasa atas kasus yang dilakukan oleh tersangka Mario Dandy Satrio terhadap Crystalino David Ozora.


Menurut Atnike, Mario tidak melakukan penyiksaan atas David lantaran dilakukan oleh masyarakat dengan masyarakat, bukan negara kepada masyarakat. Ia menyebut, yang dilakukan Mario adalah kejahatan pidana sehingga harus dihukum dengan menggunakan hukum pidana.  


"Tentu dalam pandangan HAM apabila ada warga masyarakat yang melakukan kekerasan terhadap masyarakat lain, maka harus ada penegakan hukum," kata Atnike dilansir Kompas, Selasa (7/3/2023).


Pernyataan Atnike sebagai Ketua Komnas HAM itu dikomentari oleh Ketua Pimpinan Pusat (PP) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Sumantri Suwarno. 


Sumantri mengatakan, pelurusan bahasa yang dilakukan Komnas HAM itu kurang relevan. Sebab, kata dia, yang menyebut dengan diksi 'penyiksaan' pun sangat jarang, lebih banyak menyebut 'penganiayaan'.


Sumantri menegaskan, soal pelurusan bahasa agar diserahkan kepada ahli atau pakarnya. Ia menyebut salah seorang pegiat bahasa Indonesia Ivan Lanin.


"Kalau pelurusan bahasa cukup Ivan Lanin," ucap Sumantri, dikutip NU Online, Kamis (9/3/2023). 


Ancaman pidana Mario Dandy Cs

Seperti diketahui, Mario Dandy Satrio bersama Shane Lukas telah ditetapkan sebagai tersangka penganiayaan David, putra Pengurus Gerakan Pemuda Ansor Jonathan Latumahina. 


Aksi keji itu juga melibatkan kekasih Mario, AG (15 tahun) yang kini telah berstatus sebagai pelaku atau anak yang berkonflik dengan hukum.


Mario semula dijerat pasal 76c juncto Pasal 80 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak subsider Pasal 351 ayat 2 tentang penganiayaan berat dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara.


Namun berdasarkan digital forensik atau bukti-bukti digital seperti chat whatsaap, rekaman video, dan CCTV di tempat kejadian perkara (TKP), Mario dan Shane dijerat pasal yang lebih berat.


Bahkan, Mario sempat menyetir saksi, termasuk AG untuk memberikan keterangan palsu di Polres Metro Jakarta Selatan. Keterangan tersebut menyebutkan bahwa telah terjadi aksi saling pukul atau perkelahian antara Mario dan David.


Walhasil, polisi menjerat Mario dengan pasal 355 ayat 1 KUHP subsider 354 ayat 1 KUHP, lebih subsider 353 ayat 2 KUHP, lebih-lebih subsider 351 ayat 2 KUHP dan/atau 76c juncto 80 UU Perlindungan Anak dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara


Kemudian terhadap Shane diterapkan pasal 355 ayat 1 KUHP juncto 56 KUHP subsider 354 ayat 1 juncto 56 KUHP lebih subsider 353 ayat 2 juncto 56 KUHP, lebih2 subsider 351 ayat 2 juncto 56 KUHP dan/atau 76c juncto 80 UU Perlindungan Anak ancaman maksimal 12 tahun penjara. 


Sementara AG sebagai anak yang berkonflik dengan hukum dijerat pasal 76c juncto pasal 80 UU Perlindungan Anak dan/atau 355 ayat 1 juncto 56 KUHP, subsider 354 ayat 1 juncto 56 KUHP, lebih subsider 353 ayat 2 juncto 56 KUHP, lebih-lebih subsider ayat 2 juncto 56 KUHP.


Kini, Mario dan Shane tengah menjalani masa tahanan di Rutan Polda Metro Jaya, sedangkan AG ditahan di Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS). 


Polisi berencana menggelar rekonstruksi kasus penganiayaan David ini di TKP, daerah Pesanggrahan, Jakarta Selatan, pada Jumat (10/3/2023).


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad