Nasional

Gusdurian Desak Pemerintah Lakukan Demokratisasi Ekonomi, Beri Perhatian Lebih kepada UMKM

Sel, 18 Oktober 2022 | 07:00 WIB

Gusdurian Desak Pemerintah Lakukan Demokratisasi Ekonomi, Beri Perhatian Lebih kepada UMKM

Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian, Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid dalam penutupan Temu Nasional (Tunas) 2022 di Asrama Haji, Sukolilo, Surabaya pada Ahad (16/10/2022). (Foto: NU Online/Aru Lego Triono)

Surabaya, NU Online

Jaringan Gusdurian mendesak pemerintah untuk melakukan demokratisasi yang inklusif, responsif gender, dan penyandang disabilitas dengan berbagai cara. Salah satunya memberikan perhatian lebih kuat kepada Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). 


Demikian salah satu bunyi poin rekomendasi yang dihasilkan dalam Temu Nasional (Tunas) Gusdurian di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Jawa Timur, yang berlangsung selama tiga hari, pada Jumat-Ahad (14-16/10/2022). 


"Kami mendesak kepada pemerintah untuk melakukan demokratisasi ekonomi yang inklusif, responsif gender dan penyandang disabilitas dengan memberikan perhatian yang lebih kuat kepada UMKM, melalui penguatan program inklusi keuangan dan akses pasar," ungkap Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian, Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid dalam penutupan Tunas 2022, Ahad (16/10/2022).
 


Di dalam buku draf Tunas Gusdurian 2022 disebutkan bahwa perekonomian di Indonesia tidak bisa lepas dari sumbangan UMKM yang sangat besar. Kontribusi sektor ini mencapai 60 persen lebih terhadap produk domestik bruto (PDB) dengan jumlah sekitar 60 juta yang bergerak di sektor ini. 


Namun, UMKM di Indonesia tumbuh tanpa strategi dan kebijakan pengembangan. Siapa pun bisa masuk tanpa penghalang. UMKM menjadi tujuan sementara bagi pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK), tetapi tidak bisa bertahan dan berkembang secara berkelanjutan. Keterhubungan antara usaha besar dan kecil juga masih sangat lemah, kurang dari 18 persen.


Gusdurian menilai, kebijakan pemerintah saat ini lebih menguntungkan pengusaha besar terkait permodalan dan hal-hal lainnya. Padahal jumlah pelaku usaha mikro lebih besar daripada para pengusaha menengah ke atas. 


Sebagai contoh, saat pandemi Covid-19 melanda negeri ini, fokus utama pemerintah untuk mendukung UMKM adalah 'permodalan', padahal problem utama pelaku UMKM adalah ketersediaan atau permintaan pasar. 


Selama pandemi, karena pasar mereka tidak ada, maka tidak terlihat apa pun ada keberpihakan pemerintah untuk UMKM bertahan. Kebijakan untuk menguatkan usaha-usaha berbasis sumber daya dan pasar lokal selama ini juga masih sangat minim.


Di samping itu, Gusdurian juga mendesak pemerintah untuk mewujudkan pemerataan ekonomi, redistribusi sumber daya alam melalui reforma agraria dan penerapan pajak kekayaan. Pemerintah juga didesak untuk mewujudkan energi yang berkeadilan. 


Terkait hal tersebut, ada empat poin kerangka kerja yang selama ini dilakukan Gusdurian di level kebijakan publik. 


Pertama, Gusdurian turut menyerukan percepatan transisi energi bersih di Indonesia. Karena energi kotor, terutama energi batu bara, merupakan salah satu penyumbang terbesar krisis iklim skala global.


Kedua, Gusdurian turut mengampanyekan pentingnya pembangunan pertanian regeneratif, memoratorium alih fungsi lahan produktif pertanian, hutan-hutan lindung untuk keperluan operasi industri ekstraktif.


Ketiga, Gusdurian terlibat secara aktif membangun kerangka paradigma pembangunan yang tidak melulu mengejar agregat ekonomi, melainkan pembangunan yang bernilai keadilan sosial, ekologis, dan kemanusiaan.


Keempat, Gusdurian mendorong pemerintah untuk mengganti orientasi ekonominya dari pertumbuhan, menuju ekonomi yang berbasis pada lokalitas dan keberagaman. 


Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan