Habib Jindan Sebut Ada Kemasan Jihad tapi Dalamnya Jahat
Selasa, 1 Desember 2020 | 14:15 WIB
Setiap orang boleh mengklaim dan mengaku bahwa dirinya adalah Muslim sejati. Namun ucapan, pembuktian, dan standar yang paling benar adalah ketika ia mampu membuat muslim lain selamat dari gangguan mulut dan tangannya.
Muhammad Faizin
Kontributor
Jakarta, NU Online
Dalam sebuah video pengajiannya di Pamekasan, Habib Jindan mengajak umat Islam untuk mencontoh Rasulullah dalam berjihad dan berdakwah. Ia menegaskan bahwa Jihad, dakwah, amar ma'ruf, dan nahi mungkar adalah jalannya Nabi Muhammad. Namun cacian, menyebar kedengkian, namimah (adu domba), dan provokasi bukanlah jihad, melainkan jalannya setan dan iblis.
Menyebar kebohongan, berita palsu, mengganggu orang lain, menebarkan kebencian, mengajak orang bermusuhan juga bukan cara berdakwah versi Nabi Muhammad SAW. Masyarakat jangan sampai tertipu dengan sesuatu yang dikemas dengan kemasan jihad akan tetapi dalamnya jahat.
"Sehingga Rasulullah SAW adalah teladan yang sempurna dalam dakwah. Kita ikut ulama, kalau ulamanya ikut Nabi Muhammad SAW. Kita pasrah kepada ulama, yang ngikutin kepada Nabi Muhammad SAW. Walidzalik (jadi) nggak setiap orang yang mengklaim ilmu, terus kita telan bulat-bulat. Lihat Siapa orangnya, sanadnya nyambung atau enggak," tegasnya pada tayangan ceramah yang diunggah Senin (30/11).
Dalam perjalanan dakwah dan jihadnya, Rasulullah pun sering mengalami banyak gangguan, caci makian, dimusuhi, diperangi sampai gigi beliau pecah dan kening beliau berdarah. Namun tidak ada satu pun makian yang keluar dari mulut Nabi. Dalam berdakwah, Nabi tidak pernah mengganggu dan tidak pernah mencela serta mencerca satu orang pun juga.
"Dan, inilah Nabi Muhammad SAW. Beliau diganggu tapi tidak mengganggu. Sahabat-sahabat beliau diganggu, dan tidak mengganggu. Tidak mengganggu orang lain," jelasnya.
Menurut Habib Jindan, Muslim yang asli dan sejati adalah yang mereka yang tidak mengganggu orang lain. Setiap orang boleh mengklaim dan mengaku bahwa dirinya adalah Muslim sejati. Namun ucapan, pembuktian, dan standar yang paling benar adalah ketika ia mampu membuat muslim lain selamat dari gangguan mulut dan tangannya.
Kenapa didahulukan mulut dari tangan? Sebab tangan menurut Habib Jindan memiliki jangkauan yang pendek. Tangan hanya bisa mengganggu yang hidup dan tangan hanya bisa menggangu yang dekat dan sezaman dengan yang bersangkutan.
"Tetapi kalau mulut, masya Allah. Bisa lintas negara. Lintas provinsi. Mengganggu yang dekat maupun yang jauh. Yang kenal maupun yang tidak kenal. Bisa mengganggu yang hidup maupun yang mati. Bisa mengganggu yang sezaman maupun yang beda zaman. Itu mulut," katanya.
Karena itu, bahaya mulut lebih besar dari bahaya tangan. Jadi jika ada muslim mengganggu orang lain dengan mulutnya, maka keislamannya itu harus diperbaiki. "Jangan-jangan Islamnya abal-abal, imannya bukan iman yang sejati," ungkapnya.
Selain sebagai Muslim yang baik, Habib Jindan juga mengajak umat Islam untuk membuat manusia lain aman. Manusia di sini bukanlah hanya mencakup muslim, tapi non muslim juga di dalamnya yang harus memiliki rasa aman.
Dalam banyak hadits disebutkan bahwa Rasulullah SAW tidak pernah menggunakan tangannya untuk memukul orang lain baik Muslim, budak, atau bahkan hewan kecuali di dalam jihad fisabilillah. Nabi Muhammad adalah sosok yang paling paham terhadap kalimat "Asyiddau alal kuffar” (keras kepada orang kafir).
“Kalau kita mau jadi orang ‘asyiddau alal kuffar’, pakailah versi Rasulullah. Beliau orang yang paling paham makna jihad. Kalau kita mau jihad, jihad versi Nabi Muhammad,” tegasnya.
Baca juga: Surat al-Fath Ayat 29: Benarkah Muslim Harus Keras terhadap Orang Kafir?
Habib Jindan mengungkapkan bahwa pada dasarnya setiap orang tidak mau diganggu. Seorang Muslim bukanlah orang yang senang mengganggu. Tapi kehidupan manusia di dunia ini memang terdapat dua hal tersebut yakni ada yang mengganggu dan ada yang diganggu.
"Kalau memang kita harus kena salah satunya, lebih baik diganggu jangan mengganggu. Lebih baik dimusuhi jangan memusuhi. Lebih baik dimaki, dicaci, dihina, jangan mencaci, jangan memaki, jangan menghina," katanya.
Dan, jika melihat sebuah kemunkaran, Habib Jindan mengajak umat Islam untuk memadamkannya, bukan menyebarkannya. "Kemungkaran jangan diiklankan, kemungkaran kita padamkan, kita hilangkan. Bukan kita iklankan dan kita sebarkan," pungkasnya.
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Kendi Setiawan
Terpopuler
1
Ini Makna dan Filosofi Logo Hari Santri 2024
2
Khutbah Jumat: Menghadapi Ujian Hidup dengan Ketakwaan
3
Khutbah Jumat: Menghindari Buruk Sangka kepada Tuhan dan Sesama
4
Ikuti Lomba Hari Santri 2024, Berikut Link Pendaftarannya
5
Kirim 20 Santri ke Amerika Serikat, Dirjen Pendis Dorong Pesantren Kejar Kemajuan
6
Imam Masjid Nabawi Madinah Puji Perkembangan Ilmu Keislaman di Pesantren NU
Terkini
Lihat Semua