Hari Buruh 2025, Pemerintah Nyaris Tak Berperan dalam Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
NU Online Ā· Kamis, 1 Mei 2025 | 14:05 WIB
Suci Amaliyah
Kontributor
Jakarta, NU OnlineĀ
Direktur Eksekutif Prakarsa, Ah Maftuchan, menyoroti minimnya peran pemerintah dalam sistem jaminan sosial ketenagakerjaan di Indonesia. Ia menyebut bahwa hampir seluruh iuran ditanggung oleh pekerja dan pengusaha, sementara kontribusi pemerintah nyaris tidak ada.
"Nyaris nothing, iuran yang bayar pekerja dan pengusaha. Peran pemerintah masih sangat minim sekali," ujar Ā Maftuchan dalam Refleksi May Day 2025 yang digelar di PBNU, Kamis (1/5/2025).
Ia mempertanyakan perbedaan peran pemerintah dalam jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan. Menurutnya, jaminan kesehatan peran pemerintah besar, PBI yang dibayarkan pemerintah untuk jaminan kesehatan nasional hampir 100 juta peserta.Ā
"Kenapa di jaminan ketenagakerjaan tidak bisa?āujarnya.
Menurutnya, hal ini perlu menjadi bagian dari pengembangan narasi besar tentang bagaimana memposisikan sistem ketenagakerjaan di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara.
Maftuchan menilai sistem jaminan sosial saat ini masih berada di level pasif. Misalnya, jaminan kecelakaan hanya diterima setelah terjadi kecelakaan, dan jaminan kematian diberikan setelah peserta meninggal dunia. Hal serupa juga terjadi pada jaminan pemutusan hubungan kerja, pensiun, dan hari tua.
"Oleh sebab itu, kita perlu memperluas jaminan ketenagakerjaan yang aktif di level market, misalnya selain perumahan, juga pelatihan kerja,ākatanya.
Ia mencontohkan, peserta BPJS Ketenagakerjaan seharusnya dapat mengakses pelatihan kerja di berbagai lembaga. Dari permasalahan ini, Maftuchan mengusulkan perlunya perluasan cakupan dan peningkatan kualitas program jaminan sosial ketenagakerjaan, khususnya yang menyasar pekerja informal, dengan skema bantuan iuran dari pemerintah.
Presiden Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (K-Sarbumusi), Irham Ali Saifuddin menambahkan bahwa dominasi pekerja informal di Indonesia masih sangat tinggi, mencapai 57,59 persen. Sayangnya, kelompok ini kerap tidak memiliki akses terhadap jaminan dan perlindungan sosial.
"Diperlukan langkah strategis dari pemerintah dan pelaku bisnis swasta untuk meng-address tantangan ini," ujar Irham.
Ia menekankan pentingnya program jaminan sosial dan perlindungan hukum yang lebih kuat bagi pekerja informal dan outsourcing, yang sangat rentan terhadap gejolak ekonomi.Ā
"Kami merekomendasikan agar pemerintah menanggung jaminan sosial 20 persen pekerja, yang dihitung dari kelompok berpendapatan terendah dan paling rentan, untuk memitigasi risiko jebakan kemiskinan di masa depan," tandasnya.
Terpopuler
1
Menyelesaikan Polemik Nasab Ba'alawi di Indonesia
2
Rekening Bank Tak Aktif 3 Bulan Terancam Diblokir, PPATK Klaim untuk Lindungi Masyarakat
3
Hadapi Tantangan Global, KH Said Aqil Siroj Tegaskan Khazanah Pesantren Perlu Diaktualisasikan dengan Baik
4
Resmi Dilantik, Berikut Susunan Lengkap Pengurus PP ISNU Masa Khidmah 2025-2030
5
Tuntutan Tak Diakomodasi, Sopir Truk Pasang Bendera One PieceĀ di Momen Agustusan Nanti
6
Khutbah Jumat: Perhatian Islam Terhadap Kesehatan Badan
Terkini
Lihat Semua