Nasional

Indonesia Darurat Kekerasan Seksual, RUU TPKS Urgen Disahkan 

Rab, 15 Desember 2021 | 08:45 WIB

Indonesia Darurat Kekerasan Seksual, RUU TPKS Urgen Disahkan 

RUU TPKS harus segera disahkan karena Indonesia darurat kekerasan seksual.

Jakarta, NU Online

Kasus kekerasan seksual terungkap seiring dengan korban yang berani speak up atau berani berbicara mengenai kejadian pelecehan yang mereka alami. Salah satu kasus yang menyita perhatian publik adalah kasus pemerkosaan terhadap 21 santri yang dilakukan pengasuh Rumah Tahfiz di Bandung, Herry Wirawan.


Komnas Perempuan mencatat dalam rentang 2016 -2020 terdapat 24.786 kasus kekerasan seksual yang dilaporkan, baik ke lembaga layanan masyarakat maupun pemerintah. Di dalamnya, terdapat 7.344 kasus dicatatkan sebagai kasus perkosaan. Dari kasus perkosaan tersebut hanya kurang dari 30 persen yang diproses secara hukum.

 


Menyikapi permasalahan ini, Jaringan Ulama Perempuan Indonesia terus berupaya mendorong agar RUU TPKS disahkan dengan beragam kampanye dan gerakan salah satunya menggelar Istighosah kubro dan doa bersama untuk Keselamatan Bangsa dari Darurat Kekerasan Seksual secara virtual, Selasa (14/12/2021).


Acara ini menghadirkan narasumber dari berbagai kalangan seperti tokoh agama, akademisi, duta santri nasional, tokoh masyarakat, penyintas, dan pendamping yang secara tegas menolak segala bentuk kekerasan seksual dan mendukung pengesahan RUU TPKS. 


Ketua Majelis Ulama Indonesia Bidang Perempuan, Remaja dan Keluarga, Prof Amany Lubis menyatakan kekerasan seksual di Indonesia saat ini berada dalam  kondisi darurat. Hal ini mengingat korban jiwa yang  terus berjatuhan, mengalami trauma dan penderitaan berkepenjangan tak terhitung.

 


Oleh karena itu ia mengimbau agar negara, pemerintah, ulama dan masyarakat bahu-membahu mengambil peran untuk mencegah dan menangani kekerasan seksual dari hulu sampai hilir. Sebab, menurutnya, kekerasan seksual bertentangan dengan agama, Pancasila, dan kemanusiaan. 


“Saatnya Undang-undang tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual diadakan dengan segera untuk menyelamatkan bangsa Indonesia dan menjadi kepastiaan hukum bagi para pelaku pelecehan serta pelindungan terhadap korban,” ujarnya. 


Senada dengan Amany, Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) H Ahmad Helmy Faishal Zaini juga mendesak kepada pemerintah untuk menetapkan satu keadaan atau kondisi darurat kekerasan seksual baik terhadap perempuan maupun anak-anak di bawah umur.


Pihaknya juga mendorong kepada pemerintah agar menerbitkan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) sebagai upaya untuk melakukan perlindungan, penyelamatan, dan proteksi kepada anak-anak di masa depan.

 


Hal serupa juga diungkapkan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Fatayat NU Anggia Emarini. Ia menegaskan bahwa salah satu bentuk kehadiran negara adalah dengan disahkannya Undang-undang TPKS. Pasalnya, kekerasan seksual merupakan bagian dari kemudaratan.


“Kekerasan seksual adalah model kemungkaran yang akan terus berlanjut. Oleh karena itu, hal yang paling penting dilakukan oleh negara adalah membuat Undang-undang sehingga masyarakat atau warga negara merasa dilindungi,” tegas Anggi.


Sementara itu, Pengasuh Kebon Jambu Al Islamy Babakan Ciwaringin Cirebon, Jawa Barat, Nyai Hj Masriyah Amfa berharap doa dan usaha yang selama ini dilakukan menjadi wasilah untuk memberantas segala bentuk kekerasan seksual. 


“Apa pun, siapa pun korbannya, terutama kepada perempuan, marilah kita selalu berusaha sekuat-kuatnya agar kekerasan seksual di tanah air tidak terjadi lagi. Kami atas nama keluarga pondok pesantren ikut prihatin atas peristiwa kekerasan seksual yang terjadi hari ini. Kami juga mengutuk keras perbuatan yang keji dan tidak berperikemanusiaan itu,” tandasnya. 


Kontributor: Suci Amaliyah
Editor: Syakir NF