Nasional

Jelaskan Bonus Demografi, Rais 'Aam Soroti Dampak Buruk Oligarki dan Tidak Meratanya Ekonomi

Sab, 18 Maret 2023 | 13:30 WIB

Jelaskan Bonus Demografi, Rais 'Aam Soroti Dampak Buruk Oligarki dan Tidak Meratanya Ekonomi

Rais 'Aam PBNU, KH Miftachul Akhyar. (Foto: Dok. NU Online)

Jakarta, NU Online

Pada tahun 2035 Indonesia akan mengalami bonus demografi di mana jumlah penduduk usia produktif akan lebih banyak dibandingkan dengan penduduk nonproduktif. Rais 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar mengungkapkan bahwa pendidikan yang ada di pondok pesantren justru untuk menyongsong bonus demografi.


"Pendidikan yang ada di pesantren justru untuk menyongsong masa depan, sebentar lagi kita akan mengalami bonus demografi. Pada tahun 2035 ini puncaknya bonus demografi. Indonesia termasuk negara yang dilewati namanya bonus demografi," ujarnya pada tayangan Youtube Al-Iman Bulus diakses oleh NU Online, Sabtu (18/3/2023).


Lebih lanjut Kiai Miftach menjelaskan bahwa puncaknya nanti usia produktif di Indonesia akan mencapai 70-74 persen. Sementara sekarang ini sudah mencapai 50 persen. Jika bonus demografi dimanfaatkan dengan baik, maka yang terjadi masyarakat akan sejahtera, hidup nyaman, hidup tenang, dan tercukupi semuanya.


"Usia produktif itu usia yang masih prima untuk menghasilkan penghasilan dimulai dari usia 16-65 tahun. Cuma saya khawatir karena tanda-tanda sampai sekarang pemerataan itu makin lama makin tidak jelas, oligarki-oligarki kekayaan dan asetnya cukup untuk 7 turunan masih tetap terus. Sehingga yang melarat makin melarat," ungkap Kiai Miftach.


Maka dari itu, menurut Kiai Miftach, pesantren harus mulai membuat grand design untuk menyegarkan kembali pondok pesantren. Apalagi sekarang Nahdlatul Ulama yang lahir dari pondok pesantren sudah masuk abad ke-2.


"Grand design itu sudah harus dimulai. Bagaimana grand idealnya, grand designnya, grand strateginya, grand controlnya. Ini waktunya untuk bisa menghimpun, memanggil anak kita kembali yang ada di mana-mana. Mengakuisisi apapun yang ada di kekuatan-kekuatan kita, agar kita sadar bahwa kita ini besar," ungkapnya.


Pengasuh Pondok Pesantren Miftachus Sunnah Surabaya tersebut menganalogikan rancangan tersebut (grand) dengan mobil yang memiliki gardan dobel. "Ini perlu diperjelas diperkuat lagi, apalagi di abad kedua kita harus punya jantung dobel. Ibarat mobil itu dobel gardan," ucap Kiai Miftach.


"Jadi kita bersyukur adanya pondok pesantren. Ayo kaderisasi harus dijalankan dengan baik. Kalau kaderisasi berjalan dengan baik, lahirlah kader-kader yang militan, sekaligus yang punya unggah-ungguh, punya moralitas, punya andap asor, punya ketawadhuan. Insya Allah santri adalah manusia-manusia yang siap pakai. Karena waktu belajar niatnya tulus, ikhlas. cita-citanya menjadi orang benar," tegas Kiai Miftach.


Kontributor: Malik Ibnu Zaman

Editor: Fathoni Ahmad