Nasional

Jumantoro, Sosok Petani dan Pendamping Pertanian di Jember

Ahad, 29 September 2019 | 22:00 WIB

Jumantoro, Sosok Petani dan Pendamping Pertanian di Jember

Jumantoro, petani dan pendamping petani asal Jember, Jawa Timur (Foto: NU Online/istimewa)

Jember, NU Online 
Jumantoro, nama lengkapnya. Pria kelahiran Jember, Jawa Timur, 4 Juni 1976 ini tak pernah menyangka perhatiannya kepada petani dan pertanian, bakal mengantarkan dirinya merengkuh sederet penghargaan bergengsi dari pemerintah. Di antaranya adalah Pemuda Tani Inovasi dari Dinas Pemuda dan Olahraga Jawa Timur (2006), dan Petani Pelopor Gerakan Pupuk Berimbang Terpadu dari PT Petrokimia Gresik (2007).
 
Tidak cuma itu, Jumantoro juga diberi kesempatan mengunjungi sejumlah negara, misalnya Tiongkok (2006) dan Thailand (2014) untuk  studi banding terkait produksi pertanian. 
 
Bagi Jumantoro, penghargaan bukan sebuah misi, apalagi tujuan inti. Bukan itu yang membuatnya bangga, namun berdayanya petani adalah kebahagian luar biasa yang bisa dirasakannya. Memberdayakan petani dan terdongkraknya nasib petani adalah cita-citanya yang tak pernah luntur ditelan waktu.
 
"Saya melihat petani memang butuh pendampingan. Mereka polos. Ketika pupuk langka, saat harga tembakau jeblok, bahkan tak laku, mereka tak tahu apa yang harus diperbuat. Terus terang saya prihatin," ujarnya ditemui di kediamannya, Desa Candijati, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Jember, Sabtu (28/9).
 
Berangkat dari keprihatinan itu, Jumantoro lalu merevitalisasi kelompok tani dengan menggandeng penyuluh untuk memberikan bimbingan dan edukasi bagaimana cara bertani yang baik, termasuk mengantisipasi cuaca yang kadang tak bersahabat. Sebab, nyatanya petani dalam menanam tembakau misalnya, tidak mengindahkan pergantian musim yang berputar secara rutin.
 
"Sehingga saat tanaman butuh air, musim kemarau masih berlangsung," tambahnya.
 
Dengan pendampingan itu, pelan-pelan petani menggeliat, khususnya mereka yang tergabung dalam Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI). Jumantoro sendiri hingga saat ini adalah Ketua HKTI Cabang Jember sejak tiga periode yang lalu. HKTI sebagai wadah berkumpulnya petani,  cukup efektif untuk ajang pencerahan terkait pertanian, apalagi kepengurusan HKTI juga tersebar di desa dan kecamatan.
 
"Saya sendiri di rumah ini membuka pos informasi dan konsultasi untuk masyarakat tekait  pertanian, termasuk tanaman yang berprospek dan peluang pasarnya," tuturnya.
 
Edukasi dan pendampingan petani tak pernah bergeser dari komitmen Jumantoro. Menurut Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gepoktan) Desa Candijati itu, petani tidak neko-neko dan mudah diberi masukan, apalagi terkait dengan wacana peningkatan produksi. Yang penting cara menyampaikannya bagus dan masuk akal. 
 
"Pengalaman saya masuk ke petani, tidak susah kok diarahkan. Karena saya petani, saya tahu psikologi mereka," ucapnya.
 
Saat ini Ketua Assosiasi Petani Pangan Jawa Timur itu melakukan gerakan back to nature (kembali ke alam) dengan memanfaatkan lahan kosong di pekarangan. Banyak tanaman holtikultura yang bisa hidup di pekarangan, dan manfaatnya juga banyak. Selain hasilnya untuk minimal konsumsi dapur, pekarangan terlihat hijau.
 
"Lahan adalah pemberian Allah, harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Di kota-kota besar lahan sejengkal saja cukup berharga," ungkapnya.
 
Selain itu Jumantoro juga memelopori gerakan menanam bunga di pematang sawah. Tujuan utamanya adalah untuk  menarik kupu-kupu dan jenis hama lain yang kerap mencari makanan di tanaman sawah. Hasilnya lumayan untuk mengurangi kerusakan tanaman akibat 'penjajahan' hama.
 
Berpikir, mencari informasi  dan berusaha terus  untuk meningkatkan hasil ekonomi pertanian memang tak bisa lepas dari sosok Jumantoro. Saat budidaya tembakau tak lagi menjanjikan, ia berusaha mencari potensi tanaman yang  lebih prospektif sebagai alternatif. Misalnya, durian musangke, pepaya california, dan tanaman musiman (holtikurtura) yng menguntungkan.
 
Untuk itu, bersama sejumlah petani yang tergabung dalam HKTI maupun Gapoktan, Jumantoro sudah mulai menanam beberapa jenis tanaman sebagai pilot projek. Diantaranya jahe (organik) ditanam di Semboro seluas 2,5 hektare, tanaman rempah di Gebang seluas 1 hektare, durian musangke di Arjasa seluas 1 hektare, dan tanaman holtikultura yang umurnya semusim ditanam di Ambulu di atas lahan 5 hektare.
 
"Semua tanaman itu kita open kepada masyarakat biar tahu dan tertarik. Kami bimbing dan pantau terus tanaman-tanaman itu," urainya.
 
Alumnus SMEA Negeri 2 Jember itu menegaskan, apa yang dirinya lakukan sesungguhnya untuk memberdayakan petani. Sebab posisi petani memang sangat penting sebagai pilar kekuatan ekonomi negara agraris seperti Indonesia. Namun sayangnya, diakui atau tidak, nasib petani saat ini masih belum seperti yang diharapkan. 
 
Dalam pandangan Jumantoro,  kebijakan pemerintah untuk membatasi impor buah, menolak impor jagung dan sebagainya merupakan angin sejuk bagi petani yang menyeruak di tengah gerahya suasana akibat naiknya harga berbagai kebutuhan hidup.
 
"Kebijakan-kebijakan pro rakyat mesti kita dukung," ucapnya.
 
Sosok Jumantoro memang identik dengan pendampingan dan edukasi pertanian. Ia mengaku bangga menjadi petani sekaligus 'jembatan' petani.
 
Baginya, membela kepentingan petani adalah suatu keniscayaan. Membela petani berarti membela kepentingan 'dapur' bangsa Indonesia. Sebab, bagi Indonesia sebagai negara agraris, tak ada yang lebih vital kecuali mengutamakan hajat petani dan pertanian. Dan, Jumantoro telah menunjukkan kontribusinya untuk sektor pertanian, betapapun kecilnya.
 
Pewarta: Aryudi AR
Editor: Kendi Setiawan