Nasional

Kaleidoskop 2019: UU Pesantren Lahir

Rab, 25 Desember 2019 | 02:00 WIB

Kaleidoskop 2019: UU Pesantren Lahir

Ilustrasi santriwati pondok pesantren. (Foto: istimewa)

Jakarta, NU Online
Supremasi pendidikan pesantren makin diakui dengan lahirnya Undang-Undang Pesantren yang disahkan DPR RI pada Selasa (24/9/2019) atau sepekan sebelum wakil rakyat periode 2019-2024 dilantik. Meskipun masih banyak pekerjaan rumah menanti, UU Pesantren makin mengokohkan perannya bagi kehidupan bangsa dan negara.

Setelah melalui berbagai kajian, pertimbangan, dan rancangan yang dibuat oleh pihak-pihak terkait, RUU Pesantren disetujui oleh semua fraksi di DPR RI pada Selasa, 24 September 2019.
 
"Setuju!" kata 288 anggota DPR dari seluruh fraksi di Gedung Nusantara II, Kompleks Kantor DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (24/9).

Suara persetujuan itu sebagai jawaban atas pertanyaan yang disampaikan oleh Fahri Hamzah, Pemimpin Rapat Paripurna ke-10 DPR RI.

Sebelumnya, Fahri menerima banyak interupsi yang bersifat penguatan dari berbagai fraksi. Semua pandangan fraksi pada prinsipnya mendukung.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin kala itu menyampaikan pandangan terakhir Presiden RI Joko Widodo. Dalam sambutannya, ia menyampaikan bahwa RUU Pesantren dibuat karena adanya kebutuhan mendesak atas independensi pesantren berdasarkan fungsinya, yakni dakwah dan pemberdayaan masyarakat.

Di samping itu, RUU tentang Pesantren ini juga merupakan bentuk afirmasi dan fasilitasi bagi pesantren. Pengesahan RUU Pesantren ini disambut dengan Shalawat Badar dan lantunan Ya Lal Wathan oleh anggota DPR RI yang hadir dalam rapat paripurna.

Menanggapi kabar tersebut, salah seorang Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) H Robikin Emhas menyampaikan rasa syukur. Menurutnya, pengesahan RUU Pesantren menjadi kado istimewa bagi bangsa dan negara.

"Alhamdulillah, RUU Pesantren disahkan menjadi UU. Terima kasih Presiden Jokowi, DPR RI dan segenap pihak yang tidak mungkin disebut satu persatu. Secara khusus, terima juga kepada DPP PKB dan Fraksi PKB, juga PPP dan parpol lainnya," ujar Robikin Emhas, Selasa (24/9) di Jakarta.

Dia menegaskan, pengesahan RUU Pesantren penting karena pesantren merupakan pilar penanaman nilai-nilai agama dan nasionalisme yang sudah teruji perannya.

"Selain itu, UU Pesantren yang disahkan menjelang peringatan Hari Santri 22 Oktober 2019 juga boleh dibilang merupakan kado tersendiri, bagi bangsa dan negara," tegasnya.
 
"Semoga UU Pesantren menambah berkah bagi Indonesia," harap Robikin.

Mengawal Aturan Turunan UU Pesantren

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj bersyukur, DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Pesantren menjadi undang-undang. Pengesahan terjadi dalam Rapat Paripurna di Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/9).

“Saya Said Aqil Siroj, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama mengucapkan alhamdulillah was syukrulillah dengan rasa bersyukur, bangga, gembira bahwa UU Pesantren sudah diputuskan,” kata Kiai Said di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Selasa (24/9).

Menurut Kiai Said, sebelum RUU diketok menjadi UU, PBNU selalu mendukung dan berkoordinasi dengan sejumlah partai termasuk Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan juga Kementerian Agama RI.

Saat itu, kata Kiai Said, PBNU berpesan tiga hal kepada PKB: pertama, agar menjaga independensi pesantren. Pesantren tidak boleh diintervensi oleh siapapun.

Kedua, pesantren sebagai pusat peradaban Islam memiliki wisdom yang tinggi. “Wisdom lokal yang kita banggakan dan dibanggakan oleh masing-masing daerah, maka setiap pesantren mengandung nilai-nilai wisdom lokal,” kata Kiai Said.

Ketiga, relasi Kementerian Agama dan pesantren merupakan mitra. Namun, disahkan UU ini tidak serta merta persoalannya selesai. Pasalnya, menurut Kiai Siad, nantinya masih ada peraturan yang di bawah sebagai pelaksaaan UU tersebut, seperti Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Menteri Agama.

Oleh karena itu, ia meminta agar UU ini terus dikawal sehingga independensi pesantren tetap terjaga. UU Tentang Pesantren disebut Kiai Said juga mengakui pesantren salafiyah sebagai lembaga pendidikan dan tidak terikat dengan UU Sistem Pendidikan Nasional (Sidiknas).

“Kita tetap independen sebagai lembaga pendidikan pesantren, sebagai lembaga pendidikan agama,” jelasnya.

UU Pesantren Pelaksanaan Munas NU 2017

Sementara Ketua Pengurus Pusat Rabithah Maahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI NU) H Abdul Ghoffarrozin menyampaikan bahwa pengesahan RUU Tentang Pesantren tersebut merupakan pelaksanaan amanah Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama 2017 di Lombok, Nusa Tenggara Barat.

"Ini perjuangan NU melaksanakan amanah Munas NU tahun 2017," kata pria yang kerap disapa Gus Rozin itu.

Munas tersebut memberikan masukan substansi mengenai RUU Pesantren yang saat itu diusulkan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Namun pada perkembangannya, RUU Tentang Pesantren keluar dengan draf yang berbeda. Hal itu terjadi, katanya, karena proses dinamika di dalam prosesnya menjadi RUU Tentang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan.

Gus Rozin menyampaikan bahwa hal terpenting dari pengesahan RUU Tentang Pesantren adalah aspek pengakuan negara terhadap pesantren yang memiliki kontribusi besar bagi bangsa dan negara.

“Selama puluhan tahun sejak Indonesia merdeka, pesantren belum mendapatkan hal yang kira-kira cukup untuk mengembangkan dirinya,” ujarnya.

Karenanya, hal tersebut menjadi kewajiban moral RMINU sebagai suatu wadah pesantren-pesantren NU se-Indonesia. “Pengakuan terpenting menjadi kewajiban moral RMINU mengawal RUU ini sampai pada level drafting,” katanya.

Pewarta: Fathoni Ahmad
Editor: Muchlishon