Nasional

Kemenag RI: Persoalan Halal Bukan Hanya Kebutuhan Muslim

Sel, 18 Februari 2020 | 11:45 WIB

Kemenag RI: Persoalan Halal Bukan Hanya Kebutuhan Muslim

Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Kementerian Agama RI Mastuki HS (Foto: NU Online/Husni Sahal)

Jakarta, NU Online
Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Kementerian Agama RI Mastuki HS menyatakan bahwa kebutuhan dan kesadaran halal tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Hal itu setidaknya berdasarkan pada Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 168.

Mastuki menjelaskan, pada ayat tersebut berisi perintah kepada manusia untuk makan apa saja yang ada di bumi, tetapi makanan yang halal lagi baik (halalan thayyiban). Menurut Mastuki, penyebutan kata an-naas pada ayat tersebut menunjukkan bahwa kebutuhan terakit persoalan halal lagi baik ini menjadi kebutuhan seluruh manusia.

"Artinya ada nilai-nilai kemanusiaan yang kebutuhan itu bukan hanya untuk Muslim saja, tapi juga non-Muslim. Makanya halal dan kesadaran halal di dunia sekarang itu bukan an sich Muslim, bukan juga di negara-negara Islam, tetapi seluruhnya," kata Mastuki pada acara Workshop Nasional bertajuk "Paradigma Ekosistem Halal Indonesia" dan Peluncuran Pusat Studi Halal Unusia di Jakarta, Selasa (18/2).

Lebih lanjut ia mengatakan, bagi seorang Muslim, perintah untuk makan yang halal lagi baik pada ayat tersebut menunjukkan kandungan nilai-nilai religiusitas atau ketuhanan. Kedua nilai itu, kemanusiaan dan ketuhanan harus dimplementasikan dalam konteks seseorang tinggal.

"Saya ada di Indonesia sekarang sebagai warga negara Indonesia. Maka nilai-nilai religiusitas, nilai-nilai syariat tadi itu akan bisa berjalan dengan baik kalau itu diwadahi dalam bentuk regulasi. Maka halal tadi itu diturunkan kemudian menjadi regulasi yang mengikat terhadap warga negara," ucapnya.

Ia mencontohkan bagaimana haji merupakan urusan individual. Siapa saja yang mampu wajib naik haji. Namun karena persoalan haji menjadi kebutuhan banyak orang, maka tidak bisa lagi persoalan haji menjadi urusan individu per individu, tetapi harus diatur melalui regulasi sehingga muncul UU tentang haji.

Begitu juga terkait halal. Menurutnya, halal merupakan bukan hanya kebutuhan Muslim, tetapi semua warga negara Indonesia, sehingga negara melalui pemerintah disebutnya perlu mengaturnya lewat UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Jaminan Produk Halal.

"Jadi perspektif halal itu ada unsur kemanusiaan, ketuhanan, dan kebangsaan sekaligus," jelasnya.

Pewarta: Husni Sahal
Editor: Abdullah Alawi