Nasional

Ketum IPPNU Tampilkan Indonesia sebagai Contoh Negeri Toleransi di Y20

Rab, 22 Juni 2022 | 16:30 WIB

Ketum IPPNU Tampilkan Indonesia sebagai Contoh Negeri Toleransi di Y20

Ketum IPPNU Tampilkan Indonesia sebagai Contoh Negeri Toleransi di Y20. (Foto: Instagram Nurul Hidayatul Ummah)

Jakarta, NU Online 
Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (PP IPPNU) Nurul Hidayatul Ummah menjadi salah satu pimpinan (Co-Chair) Youth 20 (Y20). Di forum kaula muda negara-negara G20, Nurul mengampanyekan Indonesia sebagai contoh negara yang memiliki toleransi yang tinggi.


“Indonesia sebagai contoh negara berbudaya, toleransi tinggi, dan keberagaman yang tinggi,” katanya kepada NU Online pada Senin (20/6/2022) malam.


Ia menjelaskan bahwa negara Indonesia terdiri dari beragam suku dan berbagai macam agama. Negeri yang berjuluk Zamrud Khatulistiwa ini juga memiliki ratusan bahasa daerah.


Meskipun begitu beragam, masyarakat Indonesia tetap hidup harmonis berdampingan. Mereka saling menghargai satu sama lain. Dalam berkomunikasi juga, ada bahasa Indonesia yang menjadi pemersatu bangsa ini.


Nurul mengajak kepada para pemuda Indonesia turut serta menjaga keberagaman dan keharmonisan dalam hidup berbangsa dan bernegara ini. Pemuda, menurutnya, harus tampil ke depan publik untuk terus mengampanyekan kehidupan yang inklusif, tidak eksklusif sehingga membuat ketidaknyamanan bagi orang lain.


Sebab, menyitir ayat Al-Qur’an, ia menegaskan bahwa perbedaan yang diciptakan dari sisi kebangsaan dan kesukuan itu tiada lain agar saling mengenal satu sama lain, bukan merendahkan atau mengeksklusi. “Bukankah kita memang sudah sejak dari sananya diciptakan berbeda? Kan jelas di Al-Qur’annya juga, lita’arafu, supaya kita semua saling mengenal,” katanya.


Dalam pidatonya pada Pra KTT di Manokwari, Papua Barat beberap waktu lalu, Nurul menjelaskan bahwa jumlah generasi muda saat ini terbesar dalam sejarah dunia. Setidaknya, ada 1,8 miliar anak muda di dunia. Ia menegaskan, kaum muda dapat menjadi kekuatan yang kuat untuk pembangunan dan transformasi sosial dan ekonomi jika dibekali dengan keterampilan, pengetahuan, dan peluang. 


Namun persoalannya, intoleransi di dunia meningkat sehingga kekuatan itu yang diimpikan itu terhambat untuk dicapai. “Salah satu tantangan paling signifikan yang dihadapi kaum muda saat ini adalah investasi sumber daya manusia yang tidak memadai dan meningkatnya intoleransi di antara masyarakat,” katanya.


“Beberapa negara membanggakan populasi pemuda yang substansial namun mereka berjuang untuk memastikan kualitas pendidikan universal dan mata pencaharian yang produktif,” lanjutnya.


Ia menyebut survei terhadap kaum muda di negara-negara G20 menunjukkan bahwa tiga perempat kaum muda di G20 percaya bahwa inklusivitas dalam konteks masyarakat membawa masa depan lebih baik. “Masyarakat yang beragam dan inklusif sangat penting untuk masa depan yang lebih baik dan lebih Tangguh,” katanya.


Keikutsertaannya dalam forum pemuda tingkat internasional itu sebagai perwakilan dari kelompok perempuan muda dari kalangan Nahdliyin.


Forum-forum semacam ini bukanlah hal baru bagi Nurul. Ia tercatat pernah ikut serta dalam Jenesys, sebuah kegiatan pertukaran pelajar Asia Tenggara dan Jepang pada 2020. Ia juga pernah mewakili Indonesia dalam sebuah forum pemuda di markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), New York, Amerika Serikat.


Sebagai informasi, dilansir dari situsweb Y20, program ini merupakan wadah bagi pemimpin muda masa depan dari seluruh negara anggota G20 untuk berdiskusi, berargumen, dan bertukar ide, hingga mencapai kesepatakan bersama terkait agenda Presidensi G20. Hasil dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Y20 adalah terciptanya Y20 Communiqué.


Sejak dilaksanakannya konferensi Y20 yang pertama tahun 2010, selanjutnya, tuan rumah penyelenggara berganti setiap tahunnya berdasarkan lokasi Presidensi G20 berlangsung. KTT Y20 tahun ini mengusung tema Dari Pemulihan ke Resiliensi: Membangun Kembali Agenda Pemuda Pasca COVID-19.


Pewarta: Syakir NF
Editor: Syamsul Arifin