Nasional

LBMNU Lampung: Penggunaan Dinar dan Dirham di Indonesia Tidak Sah

Jum, 5 Februari 2021 | 10:45 WIB

LBMNU Lampung: Penggunaan Dinar dan Dirham di Indonesia Tidak Sah

Penggunaan Dinar dan Dirham di Pasar Muamalah Depok. (Foto: Youtube/Arsip Nusantara)

Bandarlampung, NU Online

Ketua Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) Provinsi Lampung KH Munawir Mengatakan, transaksi jual beli menggunakan mata uang dirham dan dinar di Indonesia tidak sah secara hukum agama dan negara. Transaksi ini masuk kategori menyimpang dan mempengaruhi tidak sahnya jual beli yang dilakukan.


“Dalam Islam, ketaatan kepada ulil amri (pemerintah) itu merupakan kewajiban berdasarkan firman Allah SWT, Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu,” jelasnya, Jumat (5/2) mengutip QS An-Nisa` ayat 59 sebagai dasarnya.


Kepatuhan berupa penggunaan media tukar rupiah di negara sendiri lanjutnya, merupakan dasar kewajiban seorang Muslim sebagai wujud cintanya terhadap negara. Bahkan sebagai warga negara, diperintahkan wajib taat seiring tidak adanya mafsadat atau maksiat yang perlu dihindari dari sisi penggunaan rupiah.


“Dalam semua transaksi jual beli juga harus mengedepankan manfaat (maslahat) dan madharat, dan dalam fiqih diatur untuk mendahulukan manfaat demi untuk meninggalkan madharat,” jelas pria yang juga Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Lampung itu.


Ia menilai, penggunaan mata uang dirham, dinar, atau mata uang asing lainnya sebagai media transaksi cepat maupun lambat dapat berpengaruh terhadap perekonomian negara. Karena penggunaan alat dan media transaksi lain di negara Indonesia dapat membuat tergerusnya nilai tukar rupiah di negeri sendiri.


Hal ini sebagai respon adanya Pasar Muamalah yang telah beroperasi sejak 2014 di Depok Jawa Barat yang menggunakan dinar dan dirham sebagai mata uang untuk transaksi jual beli.

 
Dalam hukum positif lanjutnya, negara sudah mengatur terkait mata uang melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011. Regulasi yang diatur dalam UU tersebut di antaranya pengaturan mengenai rupiah secara fisik, yakni mengenai macam dan harga, ciri, desain, serta bahan baku rupiah.


Regulasi lainnya seperti pengaturan mengenai pengelolaan rupiah sejak perencanaan, pencetakan, pengeluaran, pengedaran, pencabutan dan penarikan, serta pemusnahan rupiah; pengaturan mengenai kewajiban penggunaan rupiah, penukaran rupiah, larangan, dan pemberantasan rupiah palsu; dan pengaturan mengenai ketentuan pidana terkait masalah penggunaan, peniruan, perusakan, dan pemalsuan. 


“Berdasarkan UU ini, fiks sudah bahwa di Indonesia tidak berlaku mata uang lain sebagai sarana bertransaksi selain rupiah,” tegasnya.


Penggunaan mata uang lain di Indonesia juga tambahnya, diancam dengan pasal pidana. Bahkan termasuk menolak menerima rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai alat pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan rupiah adalah merupakan aktivitas yang dapat diancam dengan pidana.


Dan pada Pasal 11 dari UU Nomor 7 Tahun 2011 juga dinyatakan mengenai kewajiban mencantumkan harga barang atau jasa hanya dalam bentuk rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 


Tidak sesuai prinsip ekonomi dan keuangan syariah


Sebelumnya Wakil Presiden RI KH Ma’aruf Amin mengatakan bahwa praktik Pasar Muamalah yang telah beroperasi sejak 2014 di Depok Jawa Barat tersebut tidak sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi dan keuangan syariah. 


Sehingga menurutnya, Pasar Muamalah yang disebut meniru tradisi jual beli di zaman Nabi Muhammad ini tidak boleh dilakukan karena Indonesia telah memiliki regulasi dan lembaga keuangan syariah yang sesuai dengan sistem keuangan nasional.


“Penggunaan uang emas atau dirham itu tidak sesuai dengan ketentuan dan aturan yang ada di negara kita,” tegasnya.


Dikutip dari laman Antara, Polisi telah menetapkan Zaim Saidi, pendiri Pasar Muamalah sebagai tersangka. Ia dijerat dengan pasal 9 UU Nomor 1 tahun 1946 tentang Hukum Pidana dan pasal 33 UU Nomor 7 tahun 2011 tentang mata uang. Ia mendapat ancaman hukuman 1 tahun penjara dan denda 200 juta.


Dalam praktiknya, uang Dinar yang digunakan dalam transaksi pasar tersebut berupa koin seberat 4,25 gram dan emas 22 karat. Sementara uang dirham yang dipakai berupa koin perak murni seberat 2,975 gram.


Zaim berperan dalam menentukan harga beli koin dinar dan dirham sesuai dengan harga yang berlaku di PT Aneka Tambang (Antam). Harga ini ditambahkan dengan 2,5 persen sebagai keuntungan.


Pewarta: Muhammad Faizin

Editor: Fathoni Ahmad