Nasional

LPBINU Sebut Penurunan Tanah Tahunan Jadi Penyebab Banjir Semarang

Sen, 2 Januari 2023 | 13:45 WIB

LPBINU Sebut Penurunan Tanah Tahunan Jadi Penyebab Banjir Semarang

Banser Kota Semarang membantu evakuasi korban banjir, Ahad (1/1/2023). (Foto: Facebook/Gerakan Pemuda Ansor).

Jakarta, NU Online
Pengurus Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI NU) M Ali Yusuf menyebut bahwa tingkat keparahan banjir di Semarang disebabkan oleh faktor geologi, land subsidence atau penurunan tanah tahunan yang terjadi di wilayah itu.

 

“Kondisi ini diperparah dengan terjadinya penurunan tanah di Semarang kira-kira 13 cm per tahun,” ucap Ali, kupada NU Online, Senin (2/1/2022).

 

Ia juga menyebut Semarang yang merupakan ibu kota Provinsi Jawa Tengah itu sebagai wilayah yang rawan terkena banjir. Ada beberapa hal yang menjadi pemicunya, tapi yang utama ditengarai akibat pengaruh topografi yang tajam. Faktor ini meliputi aspek ketinggian tempat dan kemiringan lereng.

 

“Semarang memang salah satu daerah yang rawan banjir. Perbedaan topografi yang tajam antara daerah selatan yang terdiri dari perbukitan dan di sisi utara berupa daerah pesisir sehingga ada kecepatan aliran air yang tinggi dari hulu ke hilir aliran sungai-sungai di pesisir Semarang,” terangnya.

 

“Kondisi pasang di sepanjang pesisir Semarang juga jadi salah satu sebab Semarang menjadi wilayah langganan banjir,” sambung dia.

 

Faktor lainnya adalah problem tata guna lahan. Ali mengatakan, ini terkait dengan Daerah Aliran Sungai (DAS) atau catchment area juga daerah hulu dan hilir. Jadi, limpasan dari hulu masuk ke hilir DAS yang tidak dikelola dengan baik juga akan menimbulkan debit limpasan yang besar.

 

“Faktor ini masih dalam kajian, jadi belum bisa dikatakan sebagai faktor dominan penyebab banjir,” jelasnya.

 

Sejak Jumat malam, sejumlah wilayah di Semarang dilaporkan mengalami banjir dengan tinggi bervariasi. Ada yang 50 sentimeter hingga satu meter.

 

Sejumlah wilayah yang tergenang air seperti Tlogosari, Kaligawe, Citarum, Mangkang, Ngaliyan, dan Tugu. Banjir menggenangi perumahan penduduk dan juga ruas jalan yang membuat kemacetan arus lalu lintas.

 

Pematangan mitigasi bencana
Lebih lanjut, Ali mengungkapkan, bencana pasti datang dan trennya meningkat karena perubahan iklim memicu perubahan hidrometerologi yang berakibat timbulnya potensi bencana. Sehingga yang dapat dilakukan adalah menyiapkan diri baik pemerintah termasuk masyarakatnya untuk beradaptasi.

 

“Dalam adaptasi, kita harus melakukan mitigasi-mitigasi dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Misalnya, mitigasi itu termasuk mengendalikan air limpasan. Mulai dari daerah hulu sudah mulai dikendalikan, kemudian memberikan ruang-ruang untuk menampung air yang cukup seperti sungai di normalisasi, kemudian menyiapkan pompa air yang cukup,” kata Ali.

 

Ia lantas menyebut, hidup di dalam kondisi yang penuh bencana memang mahal. Akan tetapi itu harus dilakukan supaya kota tersebut bisa dihuni dalam jangka panjang.

 

“Ada banyak pilihan langkah mitigasi yang bisa dilakukan. Secara umum di antaranya bagaimana mengurangi penurunan tanah  dengan mengurangi eksploitasi air tanah,” tuturnya.

 

Oleh karena itu, tambah dia, penentuan rencana mitigasi banjir harus melibatkan semua pihak agar rencana atau langkah mitigasi berhasil dilakukan secara efektif.

 

Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Aiz Luthfi