Nasional LITERASI DIGITAL

LTN PBNU Ungkap 4 Sifat Nabi Bisa Dijadikan Pilar Keunggulan Jurnalisme Santri

Sab, 20 Agustus 2022 | 12:35 WIB

LTN PBNU Ungkap 4 Sifat Nabi Bisa Dijadikan Pilar Keunggulan Jurnalisme Santri

Acara Literasi Digital bertema Jurnalisme Digital bagi Eksistensi Pesantren yang digelar LTN PCNU Banyumas, Jawa Tengah, Jumat (19/8/2022).

Banyumas, NU Online

Wakil Ketua Lembaga Ta'lif wan Nasyr Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LTN PBNU) Rahmat Sahid memaparkan pentingnya kehadiran jurnalisme pesantren atau jurnalisme khas santri di era digital saat ini.

 

Rahmat Sahid yang dikenal lama berprofesi sebagai wartawan dan penulis beberapa buku menjelaskan, jurnalisme santri menitikberatkan pada pengembangan akhlakul karimah, meneladani akhlak dan perilaku mulia para nabi dan rasul dari semua agama.

 

"Setidaknya ada empat pilar dasar keunggulan jurnalistik santri yaitu Siddiq (benar), Amanah (bisa dipercaya), Tabligh (menyampaikan) dan Fathanah (cerdas)," jelas Rahmat Sahid dalam acara Literasi Digital bertema Jurnalisme Digital bagi Eksistensi Pesantren yang digelar LTN PCNU Banyumas, Jawa Tengah, Jumat (19/8/2022).

 

Acara Luterasi Digital diawali sambutan oleh Pengasuh Pondok Pesantren At Taujieh Al Islamy 2 KH Zuhrul Anam Hisyam, dan Waketum PBNU Nusron Wahid. Penyelenggaraan Literasi Digital ini merupakan kerja sama Kemenkominfo dan PBNU.

 

Lebih jauh Rahmat Sahid mengatakan, jurnalisme santri juga erat kaitannya dengan eksistensi pondok pesantren. Sebab salah satu bidang kompetensi yang dapat dikembangkan di sebuah pesantren adalah jurnalistik, yakni upaya menciptakan santri yang gemar membaca dan bisa mengatualisasikan potensi/ilmunya melalui tulisan.

 

"Tulisan merupakan salah satu media dakwah yang sangat efektif terutama pada era modern seperti sekarang. Ibn Khaldun mengatakan dalam kitab Mugaddimah-nya: "Pada masa perang, pedanglah yang menjadi senjata. Sedangkan pada masa damai, pena-lah yang akan menjadi senjata,"Ā jelas dia.

 

Rahmat Sahid juga mengingatkan bahwa karakter jurnalisme santri ini semakin dibutuhkan di era digital saat ini yang kerap berhadapan dengan penyebaran hoaks, berita bohong, termasuk ujaran kebencian yang dapat memecahbelah bangsa Indonesia.

 

Dalam jurnalisme online atau jurnalisme digital inilah, lanjut dia, terjadi reproduksi kabar bohong yang bisa mengguncang ruang publik.

 

"Bila lengah, pengguna gadget bisa terombang-ambing dalam buaian kepentingan penyebar hoaks. Imbasnya, bisa terjadi sebaran titik api (hot spot) yang berujung dentuman distorsi informasi yang siap menerkam emosi massa," jelasnya.

 

Untuk itu, Rahmat Sahid mengingatkan bahwa publik, khususnya kalangan nahdliyin perlu pemahaman dan penyikapan cerdas atas perkembangan dunia digital yang bergerak sangat cepat.

 

Rahmat Sahid menyebut dunia virtual yang ditunjukkan dengan adanya media sosial memberikan kebebasan bagi siapa pun untuk mengaksesnya tanpa batasan atau rule yang rumit seperti di masyarakat riil.

 

Bahkan, lanjut Rahmat Sahid, publik sudah menjadi masyarakat aktif yang dapat menanggapi dan membagikan apa yang dibaca melalui opsi berbagi (share) konten informasi dan link (alamat situs) yang kita peroleh kepada orang lain.

 

"Namun sayangnya itu semua tidak diikuti dengan usaha untuk mengklarifikasi dan analisis yang memadai tentang isi berita dan sumber berita," jelasnya.

 

Dalam hal inilah, Rahmat Sahid menilai Peranan Pondok Pesantren dan para santri sangat dibutuhkan. Sebab pesantren merupakan salah satu bentuk pendidikan dengan penanaman nilai-nilai dan akhlak di dalam proses pembelajarannya.

 

Artinya, lanjut Sahid, melalui pondok pesantren ini para peserta didik dapat mengembangkan potensi, sikap, keterampilan, nilai-nilai keagamaan dan pengembangan nilai moral.

 

"Jurnalistik sebagai bagian inherent dari proses pembelajaran, merupakan kegiatan yang dapat memperluas informasi dan wawasan santri dalam mempelajarinya sehingga dapat pula mengubah pandangan masyarakat terhadap lulusan pesantren," ungkapnya.

 

Editor: ZunusĀ Muhammad