Nasional

Manusia Hidup Hakikatnya sedang Tidur, Baru Tersadar Jika Sudah Wafat

Sen, 20 Maret 2023 | 09:00 WIB

Manusia Hidup Hakikatnya sedang Tidur, Baru Tersadar Jika Sudah Wafat

Rais 'Aam PBNU, KH Miftachul Akhyar. (Foto: Dok. NU Online)

Jakarta, NU Online

Rais 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Miftachul Akhyar menjelaskan bahwa lupa terhadap peringatan merupakan penghalang bagi manusia untuk mengenal Allah.


"Al-Qur'an telah menyatakan laqod kunta fii ghaf latin min haadzaa fakasyafnaa 'anka ghithaaaka fabasharukal yauma hadiid. Surat Qof. Laqod kunta, sungguh kamu berada di dalam situasi, fii ghaflatin di dalam lupa. Orang lupa itu mahjub, orang yang sedang terhalang daya ingatnya, akalnya, kesadarannya. Min haadzaa, dari itu semua, termasuk Sang Khalik, Allah," ujarnya pada tayangan Ngaji Syarah Al-Hikam Pertemuan ke-28 Channel YouTube Multimedia KH Miftachul Akhyar diakses NU Online, Senin (18/3/2023).


Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa sahabat Ali bin Abi Thalib menggambarkan manusia itu sebagai orang yang sedang tidur di dunia ini. Kalau sudah meninggal dunia justru baru terbangun sadar.


"Tetapi kalau sudah mati baru terbangun sadar ya percuma. Makanya kita digugah, dibangunkan oleh peringatan. Bahkan Al-Qur'an sudah menggariskan, laqod kunta fii ghaflatin. Sungguh kalian dalam keadaan lupa. Lalu nanti pada hari kiamat, kita dibukakan hijab itu oleh Allah. Fakasyafnaa 'anka ghithaaka, maka hijab itu dibukakan oleh Allah. Fabasharukal yauma hadiid, maka penglihatanmu sangatlah tajam, sudah nggak ada hijab lagi," terang Kiai Miftach.


Pengasuh Pondok Pesantren Miftachus Sunnah Surabaya itu mengungkapkan bahwa ketika manusia menunda peringatan-peringatan tersebut sampai nanti sampai mati, maka yang terjadi adalah penyesalan selamanya. Maka dari itu Kiai Miftach mengingatkan agar jangan menunda-nunda peringatan dari Allah, supaya tidak menyesal kemudian.


"Tentu orang yang berakal tidak akan memilih ini. Jadi karena akal inilah kita menjadi makhluk unggulan. Sehingga kita disifati minal muttaqin, karena akal kita. Loh kok kenapa akal kita tertutup, terhalang oleh sesuatu? Sesuatu itu ya kesenangan-kesenangan, melupakan Allah," jelasnya.


Ia menerangkan bahwa akal itu sebenarnya dirancang untuk melihat atsar maujud Allah itu nampak. Seperti melihat bumi akal akan menyatakan itu ciptaan Allah, melihat laut akal menyatakan itu ciptaan Allah.


"Apalagi makhluk-makhluk itu disebutkan, mereka selalu membaca tasbih, baca tahmid, hanya saja kita nggak tahu. Al-Qur'an telah menyatakan, wa im min syai'in illaa yusabbihu bihamdihii wa laakil laa tafqahuuna tasbiihahum. Surat Al-Isra ayat 44. Tiada satupun makhluk, kecuali mereka membaca tasbih kepada Allah, makhluk semuanya. Tetapi kalian tidak paham, tidak mengerti tasbih mereka," imbuhnya.


Ia mengatakan bahwa hal tersebut hendaknya menjadi renungan bagi manusia yang merupakan makhluk unggulan, diberi akal tetapi seringkali lupa kepada Allah.


"Bahkan kalau sudah mendekati surup (senja), hampir Maghrib. Yang siang tadi tampak gagah, itu mulai menunduk ada semacam rasa ketakutan. Jangan-jangan besok kiamat, saya akan dinilai. Matahari yang terang benderang, begitu mau surup sudah memerah wajahnya, sinarnya kekuning-kuningan. Sebagai tanda dia dalam keadaan ketakutan, jangan-jangan besok saya tidak akan diedarkan lagi oleh Allah," ungkap Kiai Miftach meng-qiyas-kan.


Kontributor: Malik Ibnu Zaman

Editor: Fathoni Ahmad