Nasional

Menempuh Jalan Buruk Politik, Menyalahi Makna Fiqih Siyasah

Rab, 28 September 2022 | 08:30 WIB

Menempuh Jalan Buruk Politik, Menyalahi Makna Fiqih Siyasah

Rektor IAIN Kudus, Prof H Abdurrahman Kasdi. (Foto: YouTube Pon-Pes Fathul Huda Karanggawang)

Demak, NU Online
Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kudus, Prof H Abdurrahman Kasdi, menyampaikan bahwa menempuh jalan buruk dalam berpolitik termasuk kesalahan memaknai Fiqih Siyasah. Politik dipahami sebagai seni untuk mendapatkan kekuasaan.


“Sebenarnya ruhnya sama, ada seni dan lika-likunya. Tetapi pada aspek yang lebih positif. Soal kemudian prakteknya ternyata ada jalan-jalan yang tidak bagus ditempuh, itu sebenarnya telah menyalahi makna secara umum dari siyasah atau politik itu sendiri,” ungkapnya dalam Halaqah Fikih Peradaban Lakpesdam PBNU yang disiarkan melalui YouTube Pon-Pes Fathul Huda Karanggawang, Senin (26/9/2022).


Wakil Ketua PCNU Demak itu mengupas terkait aspek normatif dari fiqih siyasah kemudian ditarik pada Piagam Madinah sampai pada era terkini dan nanti terkait tatanan dunia baru sekaligus posisi NU.


“Jadi, fiqih siyasah bisa dimaknai konteks politik yang dihasilkan berdasarkan etika, agama, dan moral dengan memerhatikan prinsip-prinsip umum fiqih dalam mengatur kehidupan bermasyarakat dan bernegara,” tutur Prof Dur, sapaan akrabnya.


Menurut dia, Ibnu Mandzur dalam Lisanul Arab mendefinisikan bahwa siyasah sebagai cara mengatur atau memimpin dengan mengantarkan manusia kepada kemaslahatan. Sementara, Imam al-Mawardi mengatakan bahwa ruang lingkup kajian fiqih siyasah itu ada empat macam.


“Pertama, siyasah dusturiyah (kebijakan pemerintah dalam perundang-undangan). Kedua, siyaasah maaliyah (kebijakan ekonomi dan moneter). Ketiga, siyaasah qadha'iyah (kebijakan peradilan). Keempat, siyaasah harbiyah (kebijakan perang). Kelima, siyaasah idaariyah (kebijakan administratif),” paparnya.


Prof Dur menuturkan bahwa seluruh kajian terkait fiqih siyasah itu adalah kemaslahatan. Maka dari itu, kaidah yang dipakai adalah kebijakan pemerintah bagi rakyat harus berdasarkan kepada kemaslahatan.


“Kita bisa melihat sendiri dalam Piagam Madinah, di sana menunjukkan bahwa Rasulullah saw sangat egaliter, memperlakukan sama masyarakat Madinah, perjanjian nabi dengan penduduk Madinah dalam teori politik barat disebut dengan kontrak sosial,” ujarnya.


Prof Dur menegaskan bahwa fiqih itu terbangun dalam wajah yang kita pahami sekarang ini sesuai etimologinya. Fiqih itu identik dengan hukum Islam, identik dengan al-ushul al-khamsah yang secara terperinci terbangun dari fiqih. Sedangkan jika dibangun secara umum, fiqih bisa dalam ranah apa pun, dalam konteks budaya, kehidupan apa pun, termasuk fiqih peradaban.


“Fiqih peradaban berarti bagaimana kita memahami, menyelami peradaban dari masa ke masa. Di situlah pentingnya kita memahami aspek fiqih. karena jika fiqih ditarik kepada etimologi saja, maka makna fiqih itu terlalu sempit. Hanya terkait hukum Islam saja,” terangnya.


“Sedangkan jika ditarik dari fiqih secara umum, misalnya, bisa dilihat dalam Fiqih Sosial-nya Kiai Sahal Mahfudh, Kiai Ali Yafi, dan masih banyak yang lainnya yang mengembangkan fiqih untuk hal-hal yang bisa diterima masyarakat lebih umum tidak hanya terkait hukum Islam begitu saja.


Papanisasi pesantren
Pada kesempatan yang sama, Ketua PCNU Demak KH Muhammad Aminudin Mas'udi mengapresiasi atas terselenggaranya halaqah fiqih peradaban itu, yang serentak dilaksanakan di 250 titik atau 250 pesantren hingga Februari 2023 mendatang.


“Yang perlu hadirin ketahui, PCNU telah mempersiapkan pesantren-pesantren untuk dilaksanakan halaqah fiqih peradaban. Kemarin, dari Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI) telah mempersiapkan kelembagaan pesantren-pesantren yang ada di Demak ini dengan papanisasi secara serentak di 280 pesantren,” tuturnya.


Menurut Kiai Aminudin, tujuan hal tersebut adalah agar pesantren bisa benar-benar mengawal ajaran Islam Ahlussunah Wal Jamaah (Aswaja) sebagaimana para muassis atau pendiri NU.


“Ternyata, dari 280 pesantren itu ada yang menolak untuk dipasangi papan RMINU, karena sudah terang-terangan tidak NU. Memang saat pesantren tersebut dipegang orang tuanya masih NU, tapi setelah turun ke anaknya menjadi tidak NU. Inilah salah satu fungsi papanisasi sehingga kita tahu peta pesantren yang ada di Demak,” ungkapnya.


Senada, Rais PCNU Demak KH Muhammad Zainal Arifin mengungkapkan bahwa halaqah fiqih peradaban dimulai oleh PBNU di Yogyakarta yang langsung dihadiri oleh Ketua Umum PBNU. Acara itu sebagai pembuka dan mengawali dari 250 halaqah se-Indonesia hingga 5 bulan ke depan.


“Puncaknya nanti pada perayaan 1 Abad NU di Gelora Bung Karno sebagai event yang menunjukkan bahwa NU adalah jam'iyah terbesar, bukan hanya di Indonesia tapi juga di dunia,” pungkasnya.


Kontributor: Afina Izzati
Editor: Musthofa Asrori