Nasional

Mengapa Terjadi Gerhana Bulan Total Malam Ini?

Sel, 8 November 2022 | 05:45 WIB

Mengapa Terjadi Gerhana Bulan Total Malam Ini?

Gerhana bulan total ketika bulan, bumi, dan matahari berada satu garis lurus sejajar. (Foto: ilustrasi/Freepik)

Jakarta, NU Online

Bulan dalam jangka waktu tertentu akan tampak hilang pada Selasa (8/11/2022) malam. Hal itu hanya ketampakan saja. Secara fisiknya, bulan berada di posisinya sebagai satelit bumi. Hal itu bisa terjadi karena peristiwa gerhana bulan total. Bulan, bumi, dan matahari berada dalam satu garis lurus sejajar.


"Gerhana Bulan (al–khusuf al–qamar) terjadi saat bumi, bulan dan matahari benar-benar sejajar dalam satu garis lurus ditinjau dari perspektif tiga dimensi dengan bumi berada di antara bulan dan matahari," kata Wakil Sekretaris Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU) Ma'rufin Sudibyo melalui keterangan tertulis pada Senin (7/11/2022).


Peristiwa ini akan tampak secara kasat mata sehingga bulan jenis ini mudah dibedakan dengan ketampakan bulan purnama biasa.


Ketampakan gerhana bulan total 14 Rabiul Akhir 1444 H akan terjadi pada seluruh lokasi di Indonesia. Namun, durasi ketampakan gerhana dan fase-fase gerhana yang bisa disaksikan berbeda-beda di tiap-tiap lokasi. Hal ini bergantung kepada koordinat lintang dan bujur lokasi.


Dalam khasanah ilmu falak, gerhana bulan terjadi bersamaan dengan oposisi bulan dan matahari (istikbal). Peristiwa ini terjadi saat posisi bulan menempati salah satu di antara dua titik nodalnya. Titik nodal merupakan titik potong khayali di langit dimana orbit bulan tepat memotong ekliptika (masir asy–syams), yakni bidang edar orbit bumi dalam mengelilingi matahari. 


Lebih lanjut, Ma'rufin menjelaskan bahwa sebagai akibat kesejajaran tersebut maka pancaran sinar matahari yang menuju ke bundaran bulan akan terhalangi oleh bumi. 


"Maka peristiwa gerhana bulan selalu terjadi di malam hari karena ukuran bumi lebih besar dibanding bulan dan bergantung kepada geometri pemblokiran sinar matahari saat gerhana, maka bagian bumi manapun yang sedang mengalami malam hari dapat menyaksikan peristiwa gerhana bulan," jelas Ma'rufin.


Meskipun demikian, geometri gerhana menyebabkan adanya fase awal gerhana dan fase akhir gerhana, sehingga ada kawasan yang tak mengalami seluruh fase gerhana secara utuh karena gerhana terjadi dalam proses terbit maupun terbenamnya bulan.


Dalam setiap tahun Hijriyah terjadi 12 peristiwa istikbal. Namun, tidak setiap istikbal menghasilkan gerhana bulan. Hal ini disebabkan orbit bulan membentuk sudut 5 derajat 14 menir terhadap ekliptika. Dengan begitu, bulan tidak selalu menempati salah satu di antara dua titik nodalnya manakala istikbal terjadi. Situasi dimana istikbal terjadi bersamaan dengan bulan menempati atau berdekatan dengan salah satu titik nodalnya hanya terjadi minimal dua kali dan maksimal empat kali dalam setiap tahun Hijriyah.


Jenis gerhana bulan

Gerhana bulan memiliki tiga jenis, yaitu (1) gerhana bulan total (), (2) gerhana bulan sebagian, dan (3) gerhana bulan penumbra.


Gerhana bulan total terjadi saat bulan berada di titik nodal kala istikbal sehingga cakram bulan tepat sepenuhnya memasuki kerucut bayangan inti (umbra) bumi di puncak gerhana. Dalam konfigurasi ini, cahaya matahari yang terblokir bumi membentuk dua bayangan, yaitu umbra (bayangan inti) dan penumbra (bayangan tambahan).


Pada puncak gerhana, ketampakan Bulan seakan–akan sangat meredup di langit, berganti menjadi warna merah gelap ataupun gelap sepenuhnya yang bergantung kepada derajat pengotoran udara global pada saat itu.


Sementara itu, gerhana nulan sebagian atau gerhana Blnulan parsial terjadi saat bulan berada di titik nodal kala istikbal, tetapj tidak seluruh cakram bulan memasuki kerucut bayangan inti (umbra) bumi di puncak gerhana. 


Pada konfigurasi ini, cahaya matahari yang terblokir numi juga akan membentuk dua bayangan, yaitu umbra dan penumbra. Pada puncak gerhana, ketampakan bulan seakan–akan berubah menjadi perbani (separuh) atau sabit tebal, yang bergantung kepada geometri gerhana pada saat itu. 


Jenis terakhir adalah gerhana bulan penumbral atau Gerhana Bulan Samar. Berbeda dengan dua jenis gerhana sebelumnya, gerhana jenis terakhir ini terjadi saat istikbal, tetapi bulan tidak bersinggungan sama sekali dengan kerucut bayangan inti (umbra) bumi. Sebab, cakram bulan hanya memasuki kerucut bayangan tambahan (penumbra) bumi, baik seluruhnya maupun sebagian saja.


"Dan pada puncak gerhana, ketampakan bulan sangat sulit dibedakan dengan bulan purnama biasa kecuali oleh perukyat (pengamat) yang berpengalaman. Perukyat berpengalaman akan menyaksikan bagian tertentu bulan sedikit lebih gelap dibanding bagian lainnya di puncak gerhana," ujarnya.


Dalam literatur falak klasik, gerhana bulan seperti ini disebut khusuf asy–syabahi seperti disebutkan dalam kitab Irsyadul Murid karya KH Ghozali Fathullah.


Karenanya, jika terjadi gerhana jenis terakhir ini, umat Islam tidak disunnahkan untuk melaksanakan shalat sunnah khusuf. Sementara untuk dua jenis pertama gerhana bulan di atas, jika terjadi di daerahnya, maka umat Islam sunnah untuk melaksanakan shalat khusuf.


Pewarta: Syakir NF
Editor: Kendi Setiawan