Nasional

Mudzakarah Perhajian Indonesia Dorong Pemerintah Upayakan Pengembalian Kuota Normal

Rab, 30 November 2022 | 10:00 WIB

Mudzakarah Perhajian Indonesia Dorong Pemerintah Upayakan Pengembalian Kuota Normal

Perwakilan peserta saat melakukan penandatanganan rekomendasi Mudzakarah Perhajian Indonesia 2022 M/1444 H di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Situbondo, Jawa Timur. (Foto: Kemenag)

Jakarta, NU Online

Mudzakarah Perhajian Indonesia tahun 2022 merekomendasikan agar pemerintah dapat mengupayakan kuota normal dapat kembali diberlakukan guna memangkan antrean yang demikian panjang.


“Mendorong pemerintah untuk mengupayakan dikembalikannya kuota normal pada penyelenggaraan haji tahun 1444 H/2023 M dalam rangka mengurangi panjangnya antrean haji (waiting list),” ujar Pengasuh Pesantren Salafiyah Syafi'iyyah Situbondo KHR Ahmad Azaim Ibrahimy saat membacakan butir rekomendasi di Situbondo, Selasa (29/11/2022), sebagaimana dilansir situsweb Kemenag.


Selain itu, mudzakarah juga merekomendasikan agar Pemerintah tidak dapat mentolerir penggunaan dana talangan. Sebab, hal tersebut bertentangan dengan kaidah ‘mampu’ yang sudah digariskan syariat.


“Tidak mentolerir penggunaan dana talangan dan segala bentuk pembiayaan haji yang bertentangan dengan pemenuhan kaidah istitha'ah dan menjadikan daftar antren haji semakin Panjang,” katanya.


Mudzakarah juga meminta agar ada penyesuaian pembiayaan haji. “Mengingat besarnya penggunaan nilai manfaat dana haji pada operasional haji tahun 1443 H/2022 M, untuk keberlangsungan penyelenggaraan ibadah haji ke depan dan pemenuhan syarat istitha'ah maka perlu penyesuaian biaya perjalanan ibadah haji (Bipih),” katanya.


Forum yang dihadiri para ulama, akademisi, pimpinan ormas Islam, serta para Kepala Kanwil Kemenag Provinsi dan Kabid Penyelenggara Haji dan Umrah Kanwil Kemenag Provinsi ini meminta pemerintah untuk menyosialisasikan kebijakan penyelenggaraan haji dengan melibatkan stakeholder terkait. 


Rekomendasi ini ditandatangani secara simbolis oleh tujuh perwakilan peserta. Mereka yang bertanda tangan adalah KH Miftah Faqih (PBNU), KH Faisol Masar (Al Irsyad), KH Aim Muhammad Furqon (Persis), H Masmin Afif (Kakanwil Kemenag DIY), H A Rijal (Kabid PHU Kanwil Aceh), H Muallif (Kepala UPT Asrama Haji Embarkasi NTB), dan KH Agus Salim (Forum Komunikasi KBIHU).


9 rekomendasi Mudzakarah Perhajian Indonesia 1444 H/2022 M


Untuk dapat terselenggaranya pelaksanaan ibadah haji yang lebih baik dan berkualitas, kami seluruh peserta mudzakarah perhajian Indonesia 1444 H/2022 M merekomendasikan:

 
  1. Pemerintah melakukan persiapan haji 1444 H/2023 M lebih dini, baik dalam penyiapan layanan maupun pembinaan manasik kepada jamaah haji;
  2. Meningkatkan layanan kepada jamaah haji dengan inovasi program dan perbaikan kualitas pelayanan, baik pelayanan umum, bimbingan ibadah maupun kesehatan; 
  3. Pemerintah melakukan perbaikan kualitas kecakapan petugas haji secara menyeluruh melalui proses seleksi berbasis kompetensi;
  4. Mendorong pemerintah untuk mengupayakan dikembalikannya kuota normal pada penyelenggaraan haji tahun 1444 H/2023 M dalam rangka mengurangi panjangnya antrean haji (waiting list);
  5. Untuk melindungi dan menjamin pelaksanaan pembayaran DAM sesuai ketentuan fikih, maka pemerintah perlu mengatur pembayaran tersebut melalui lembaga yang ditunjuk;
  6. Memberikan perhatian khusus kepada jamaah haji lansia untuk mendapatkan prioritas keberangkatan dalam rangka mengurangi risiko penarikan setoran awal BIPIH;
  7. Tidak mentolerir penggunaan dana talangan dan segala bentuk pembiayaan haji yang bertentangan dengan pemenuhan kaidah istitha'ah dan menjadikan daftar antren haji semakin panjang;
  8. Mengingat besarnya penggunaan nilai manfaat dana haji pada operasional haji tahun 1443 H/2022 M, untuk keberlangsungan penyelenggaraan ibadah haji ke depan dan pemenuhan syarat istitha'ah maka perlu penyesuaian biaya perjalanan ibadah haji (Bipih);
  9. Dalam rangka penyampaian informasi yang benar dan komprehensif terkait penyelenggaraan ibadah haji dan umrah kepada masyarakat, maka pemerintah perlu melakukan sosialisasi secara masif dengan melibatkan stakeholder terkait.


Editor: Syakir NF