Nasional

Ngaji Ngallah Suluk Maleman Bahasa Kuasa Bahasa

Ahad, 16 Februari 2020 | 14:30 WIB

Ngaji Ngallah Suluk Maleman Bahasa Kuasa Bahasa

Anis Sholeh Ba’asyin (memegang mikroffon) dalam Suluk Maleman (Foto: NU Online)

Pati, NU Online 
Dalam ngaji budaya Suluk Maleman yang kembali digelar Sabtu (15/2) hingga Ahad (16/2), panitia memilih mengulik persoalan “bahasa”. Bagi budayawan Anis Sholeh Ba’asyin, pribumi kegiatan tersebut, bahasa seharusnya dapat menjadi alat untuk saling memahami.

Bagi manusia, bahasa itu sendiri dianalogikannya sebagai bentuk perangkat lunak atau software yang harus diinstall dengan baik. Kerusakan pada pemahaman bahasa seringkali justru berdampak luas pada hardware yang lain seperti halnya otak dan pemikiran.

“Sekarang ini masyarakat justru dikacaukan dengan pemahaman bahasa. Banyak kata-kata yang justru mengalami pergeseran makna. Atau tidak sedikit pula yang justru berseteru karena perbedaan bahasa meski memiliki makna yang sama,”tambahnya.

Oleh karena penggagas Suluk Maleman itupun mengingatkan agar diperlukan pemahaman yang baik dalam melihat bahasa. Baginya bahasa seharusnya menjadi wasilah atau alat untuk berkomunikasi. Bahasa harusnya menjadi alat untuk memahami realitas.

“Meski begitu jangan mengidentikkan bahasa dengan kenyataan. Karena bagaimanapun bahasa hanya alat penunjuk. Realitas harus dipahami dengan tenang dan bijaksana,”imbuhnya.

Terlebih dikatakannya setiap orang memiliki sudut pandang yang personal dalam melihat kehidupan tersebut. Sehingga jangan sampai memaksakan sudut pandang tersebut kepada orang lain. Dia pun menceritakan bagaimana ulama di zaman dahulu seringkali berbeda pendapat. Namun perbedaan pendapat itu tak pernah sampai menjadikan permasalahan. Lantaran masing-masing berdaulat di wilayahnya sendiri.

“Yang terpenting harus memiliki kesadaran agar tidak mudah dimanipulasi atau dihasut,”imbuhnya.

Jaringan yang terbentuk sekarang ini justru diharapkannya dapat semakin memperkuat persatuan bukan sebaliknya. Terlebih antar daerah maupun antar pondok pesantren sekarang ini juga lebih mudah untuk berkomunikasi.

Masyarakat pun terlihat begitu antusias dalam mengikuti jalannya diskusi yang digelar di Rumah Adab Indonesia Mulia. Iringan musik dari Sampak GusUran turut menghangatkan jalannya Suluk Maleman edisi ke 98 tersebut.
 
Editor: Abdullah Alawi