Nasional

PBNU Sayangkan Pemerintah Tak Prioritaskan Vaksin Covid-19 untuk Lansia

Rab, 13 Januari 2021 | 02:05 WIB

PBNU Sayangkan Pemerintah Tak Prioritaskan Vaksin Covid-19 untuk Lansia

Ketua PBNU bidang kesehatan, Syahrizal Syarif. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Sampai saat ini, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) masih menyayangkan keputusan pemerintah yang tidak memprioritaskan orang lanjut usia (lansia) untuk mendapatkan vaksin segera. Sebab, para lansia baru akan mendapatkan vaksinasi pada April mendatang. 


Sementara itu, telah ratusan kiai sepuh di lingkungan NU yang wafat selama pandemi Covid-19 ini. Menurut data yang dihimpun Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMINU), terdapat 234 kiai pesantren wafat sejak Maret hingga Desember 2020. Namun, pemerintah tetap bersikukuh untuk memprioritaskan vaksin kepada tenaga kesehatan dan pelayan publik di tahap awal vaksinasi ini.


“Tetap saya masih menyayangkan ketika kita punya vaksin Sinovac yang sebenarnya bisa diberikan kepada lansia. Tiap hari kita mendengar berita duka dari para kiai NU,” kata Ketua PBNU Bidang Kesehatan Syahrizal Syarif, kepada NU Online, Selasa (12/1) kemarin. 


Padahal, dijelaskan Syahrizal, vaksin yang digunakan di Indonesia itu sama saja dengan Turki dan Brazil. Tetapi di kedua negara itu, memprioritaskan pemberian vaksinasi kepada lansia, setelah tenaga kesehatan.


“Kenapa kita masih memberikan lansia bukan dari Sinovac, tapi dari vaksin yang lain? Itu artinya lansia di Indonesia harus menunggu sampai terealisasi bantuan vaksin yang dari WHO itu,” tegasnya. 


Menurut Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) ini, kebijakan pemberian vaksin kepada lansia setelah tenaga kesehatan dan pelayan publik dengan mengacu pada uji klinis di Bandung, sangat tidak masuk akal. 


“Karena Sinovac yang sama diberikan kepada lansia di Turki dan Brasil. China pun sudah memberikan vaksin Sinovac kepada lansia. Jadi apa alasannya kita menahan Sinovac untuk tidak diberikan kepada lansia hanya karena alasan tidak ada di uji klinis Bandung,” sebut Syahrizal, mempertanyakan kebijakan pemerintah yang tidak masuk akal.


“Padahal selalu kita menyebut bahwa uji klinis Sinovac itu multicenter. Artinya melihat uji klinis Sinovac harus dilihat tidak hanya uji klinis Bandung. Tapi juga hasil uji klinis di Turki dan Brazil. Bahkan yang juga dilakukan di China pada orang lansia,” sambungnya. 


Lebih jauh ia menegaskan, tidak ada satu pun produsen vaksin di dunia ini yang menyatakan bahwa vaksinnya hanya cocok untuk orang sehat di usia 18-59 tahun. Kalau seperti itu, menurut Syahrizal, pasti tidak akan laku jualannya. 


“Satu vaksin pun tidak ada yang diperuntukkan kepada orang sehat di usia 18 sampai 59 tahun. Nggak laku jualannya kalau bicara seperti itu,” tegasnya.


Semua vaksin itu, jelas Syahrizal, hanya akan ada kontraindikasi pada ibu hamil, kepada orang-orang yang sakit berat dan memiliki alergi, serta orang-orang yang baru sembuh dari Covid-19 dengan batasan kemungkinan selama enam bulan. 


“Sangat tidak masuk akal kalau pemerintah Indonesia tidak memberikan lansia. Hanya gara-gara uji klinis Bandung. Itu yang menurut saya, (pemerintah) kita salah jalan,” tuturnya. 


Hari ini Jokowi mulai agenda vaksinasi


Rabu (13/1) pagi ini, program vaksinasi dimulai. Presiden Joko Widodo adalah orang pertama yang akan divaksin. Hal itu dilakukannya agar masyarakat percaya bahwa divaksin itu aman, sehingga 70 persen dari jumlah penduduk di Indonesia bisa dilakukan vaksinasi dan menciptakan herd immunity atau kekebalan kelompok. 


Jika kekebalan kelompok sudah tercipta maka kasus penularan Covid-19 akan berkurang. Lebih dari itu, vaksinasi juga bisa menurunkan angka kematian. Rencananya, program vaksinasi di Indonesia akan dijalankan hingga 15 bulan ke depan. 


Dikutip dari situs resmi Kementerian Kesehatan RI, Pemerintah Indonesia akan melakukan agenda vaksinasi hingga Maret 2022. Hal itu guna menuntaskan program vaksinasi di 34 provinsi dan mencapai total populasi sebesar 181,5 juta orang.


Pelaksanaan vaksinasi selama 15 bulan akan berlangsung dalam dua tahap. Pada tahap pertama berlangsung dari Januari hingga April 2021 dengan memprioritaskan 1,3 juta tenaga kesehatan dan 17,4 juta petugas pelayan publik yang ada di 34 provinsi.


Sementara pada tahap kedua berlangsung selama 11 bulan yakni April 2021 hingga Maret 2022 untuk menjangkau jumlah masyarakat hingga 181,5 juta orang atau 70 persen dari jumlah keseluruhan penduduk negeri ini.


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad