Nasional

Pemberitaan Pelaku Pelecehan Seksual Bukti Pengabaian Aspek Nurani

Kam, 9 September 2021 | 00:00 WIB

Pemberitaan Pelaku Pelecehan Seksual Bukti Pengabaian Aspek Nurani

Ilustrasi: Kritik dan sentimen negatif publik yang mendominasi atas pemberitaan tersebut kekerasan seksual sebab hal itu berlawanan dengan keberadaan aturan yang saat ini dinilai belum sepenuhnya berperspektif pada korban. 

Jakarta, NU Online
Ketua II Pimpinan Wilayah (PW) Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) bidang Hukum, Politik, dan Advokasi, Rindang Fariha menyayangkan adanya pemberitaan berlebihan terhadap pelaku pelecehan seksual yang beberapa waktu lalu baru bebas dari penjara.

 

Dia menilai, acara penyambutan tersebut dianggap tak memilkii hati nurani terhadap pihak korban. "Media dalam hal ini tidak memperhatikan aspek kemanusiaan, trauma, dan stigma yang diderita korban," ungkapnya kepada NU Online, Rabu (8/9/2021) malam.

 

Menurutnya, pantas bila kritik dan sentimen negatif publik mendominasi atas pemberitaan tersebut, sebab hal itu berlawanan dengan keberadaan aturan yang saat ini dinilai belum sepenuhnya berperspektif pada korban. 

 

Apalagi, kata dia, proses pemulihan dan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual hingga kini kerap menemui sejumlah kendala, terutama saat berkaitan dengan penegakan hukum. Maka dari itu, pihaknya memandang perlunya Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) untuk segera disahkan.

 

"Kami (Fatayat NU) mendorong RUU PKS segera disahkan," Rindang menegaskan.

 

Perempuan yang juga aktif sebagai Ketua Pusat Studi Gender Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta ini menerangkan, korban kekerasan seksual bukan saja memerlukan perlindungan, tetapi juga memerlukan kepastian hukum atas tindak pidana yang dilakukan oleh para pelaku. 

 

"Mereka membutuhkan bantuan kita untuk memperoleh keadilan," terang dia.

 

Penting untuk diketahui, di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), kekerasan seksual yang bisa dikategorikan sebagai tindak pidana hanya mencakup dua hal yaitu pemerkosaan dan pelecehan seksual atau pencabulan.

 

Sementara dalam RUU PKS, kekerasan seksual diklasifikasikan menjadi sembilan jenis, yaitu: (1) pelecehan seksual, (2) eksploitasi seksual, (3) pemaksaan kontrasepsi, (4) pemaksaan aborsi, (5) perkosaan, (6) pemaksaan perkawinan, (7) pemaksaan pelacuran, (8) perbudakan seksual, dan (9) penyiksaan seksual.

 

Definisi kekerasan seksual yang lebih luas dalam RUU PKS akan mampu menjangkau para pelaku yang selama ini lolos dari hukum hanya karena tindakan mereka tak memenuhi unsur legalitas sebagai tindak pidana.

 

Kontributor: Syifa Arrahmah
Editor: Kendi Setiawan