Nasional

Pemerintah Dinilai Tak Serius Tangani Pencegahan Perkawinan Anak

Sel, 17 Januari 2023 | 19:00 WIB

Pemerintah Dinilai Tak Serius Tangani Pencegahan Perkawinan Anak

Ilustrasi pernikahan. (Foto: NU Online/Freepik).

Jakarta, NU Online 
Publik dihebohkan dengan pengajuan dispensasi nikah atau dispensasi kawin yang dimohonkan oleh ratusan pelajar di Ponorogo, Jawa Timur. Permohonan tersebut merupakan akumulasi ajuan sepanjang tahun 2022.

 

Sementara per Januari 2023, Pengadilan Agama (PA) Ponorogo telah menerima 7 permohonan dispensasi kawin yang diajukan oleh pelajar SMP dan SMA. Pengajuan dispensasi nikah tersebut telah dikabulkan karena telah memenuhi unsur mendesak. Permohonan ini didominasi dari pelajar yang berumur di bawah 19 tahun yang hamil di luar nikah.

 

Melihat fenomena perkawinan anak di bawah umur tersebut, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menegaskan bahwa pemerintah seharusnya mampu mencegah kejadian tersebut melalui optimalisasi regulasi yang tersedia.

 

“Untuk menekan angka ini, pemerintah harus serius soal edukasi dan pencegahan. Perlu juga ada kebijakan mitigasi atas resiko,” ungkap Ubaid Matraji kepada NU Online, Selasa (17/1/2023).

 

Ia menambahkan, penegakkan kebijakan pencegahan perkawinan anak juga harus dipastikan berjalan maksimal. “Kalau dilakukan secara serampangan dan tidak sistematis, nggak akan berdampak apa-apa,” tuturnyanya.

 

Menurut Ubaid, kasus yang terjadi di Ponorogo menunjukan minimnya edukasi serta kealpaan upaya mitigasi perkawinan anak oleh pemerintah secara serius.

 

“Ini bisa terjadi karena tidak adanya upaya edukasi dan pencegahan yang dilakukan secara serius,” tutur Ubaid.

 

Dampak fatal pernikahan dini
Kejadian pernikahan di bawah umur merupakan persoalan serius. Pasalnya, hal itu bisa berdampak panjang. Mulai dari gangguan psikis hingga penurunan kualitas hidup. Ubaid mengatakan, sedikitnya terdapat lima dampak fatal pernikahan dini.

 

“Dampak pernikahan dini sangat fatal,” ujar Ubaid.

 

Pertama, Ubaid menyebut hilangnya hak perempuan untuk bersekolah. Kedua, pernikahan dini dapat menyisakan trauma juga berpotensi mengganggu kondisi mental.

 

Ketiga, pelaku pernikahan dini juga berpotensi diyang-bayangi kemiskinan. “Karena belum siap secara lahir batin,” tambah dia.

 

Keempat, sebab potensi problema yang muncul dalam pernikahan dini, ancaman perceraian menjadi di ambang mata. Terakhir, Ubaid mengatakan bahwa pernikahan dini juga berpotensi menjadi akar masalah perdagangan manusia.

 

“Juga terlibat dalam human trafficking,” jelas Ubaid.

 

Pewarta: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Aiz Luthfi