Nasional

Ikhtiar Cegah Perkawinan Anak, Muslimat NU dan UNICEF Luncurkan Buku

Rab, 10 November 2021 | 12:45 WIB

Ikhtiar Cegah Perkawinan Anak, Muslimat NU dan UNICEF Luncurkan Buku

Ikhtiar Cegah Perkawinan Anak, Muslimat NU Luncurkan Buku. (Foto: Istimewa)

Jakarta, NU Online
Pimpinan Pusat Muslimat NU bekerja sama dengan United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF) meluncurkan buku berjudul Manajemen Kebersihan Menstruasi dan Pencegahan Perkawinan Anak. Peluncuran tersebut merupakan ikhtiar untuk memberikan pencerahan dan solusi terkait dengan persoalan menstruasi sekaligus sebagai upaya preventif terhadap praktik perkawinan anak yang kerap terjadi di masyarakat.


Ketua Umum PP Muslimat NU, Hj Khofifah Indar Parawansa mengapresiasi atas terbitnya buku tersebut. Diakuinya, tanpa adanya bantuan dari semua pihak, buku ini tidak dapat terwujud.


“Kami mengucapkan terima kasih kepada UNICEF yang telah bekerja sama dengan Muslimat NU dalam program Sosialiasai MKM dan Pelaksanaan Bahtsul Masail Pencegahan Perkawinan Anak, sampai akhirnya pembuatan buku MKM dan Pencegahan Perkawinan Anak terwujud,“ ungkapnya lewat keterangan tertulis yang diterima NU Online, Rabu (10/11/2021).


Disebutkan, selain meluncurkan buku para kadernya juga menyelenggarakan berbagai kegiatan, antara lain workshop tentang MKM kepada santri di beberapa pesantren, wawancara kepada beberapa ulama, tokoh, praktisi dalam bidang yang terkait persoalan tersebut untuk memberikan tanggapan serta solusi dan pencerahan.


Bahkan, lanjutnya, untuk menemukan solusi terbaik pembahasan seputar masalah itu juga dibawa ke meja bahtsul masail yang lebih memfokuskan tentang perkawinan anak, meliputi fenomena, faktor-faktor, dan argumentasi dari dampak yang terjadi. 


Oleh karena itu, ia berharap dapat membantu memberikan pengetahuan kepada masyarakat pada umumnya mengenai MKM, dampak perkawinan anak, dan tujuan perkawinan yang diajarkan agama.


“Kiranya buku ini dapat menjadi panduan para tokoh masyarakat, ustadzah, pimpinan/pengurus pondok pesantren, dan guru-guru dalam memberikan pencerahan serta solusi dalam menghadapi fenomena yang terjadi di masyarakat,” imbuh Gubernur Jawa Timur itu.


Dalam buku tersebut disebutkan, urgensi lain dari pembuatan buku ini adalah untuk mengetahui bahwa usia menstruasi pertama kali yang dialami anak perempuan saat ini
cenderung semakin muda usianya. Terlihat dari banyaknya anak perempuan yang masih di sekolah dasar (SD) sudah mengalami menstruasi.


Adanya perbedaan usia menstruasi pertama kali ini normal terjadi karena banyak faktor yang dapat memengaruhi di antaranya pola makan, lingkungan, stres, dan aktivitas fisik.


Terlepas dari itu semua, fakta lain menyebutkan bahwa anak perempuan yang sudah menstruasi banyak yang menjalani perkawinan pada usia anak, yang merupakan salah satu bentuk pelanggaran atas hakasasi anak. 


Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak P3A, Agustina Erni menyebutkan, tingginya angka perkawinan anak di Indonesia sudah pada tahap mengkhawatirkan. Indonesia menempati posisi ke-2 di ASEAN dan ke-7 di dunia sebagai negara dengan angka perkawinan anak paling tinggi.


“Setiap tahun sekitar 340 ribu anak perempuan menikah di bawah usia 18 tahun,” katanya pada acara ini.


Menurutnya, berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2018, angka perkawinan anak di Indonesia mencapai 1,2 juta. Satu dari sembilan perempuan Indonesia usia 20-24 tahun menikah saat usia anak.


“Berdasarkan angka absolut perkawinan anak tertinggi ditemui di tiga provinsi di Pulau Jawa yaitu di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Provinsi-provinsi tersebut berkontribusi sebesar 55 persen dari total perkawinan anak di Indonesia,” bebernya.


“Itu berarti perkawinan anak sudah menjadi masalah besar di seluruh wilayah di Indonesia. Dan juga menjadi ancaman bagi keberlangsungan sumber daya manusia (SDM) di masa depan,” imbuh Agustina.


Kontributor: Syifa Arrahmah
Editor: Syamsul Arifin