Nasional

Pendidikan Kader, Solusi Efektif Pencegahan Radikalisme

Rab, 16 Oktober 2019 | 03:30 WIB

Pendidikan Kader, Solusi Efektif Pencegahan Radikalisme

Wakil Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Lampung KH Abdul Syukur

Bandarlampung, NU Online

Paham radikalisme makin menghawatirkan bagi bangsa Indonesia. Beberapa kejadian terakhir, termasuk aksi penyerangan sepasang suami-istri terhadap Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto di Pandeglang Banten, menunjukkan bahwa kelompok ini masih bercokol kuat di dalam masyarakat Indonesia.

 

Dalam kondisi demikian, masyarakat harus memperkuat diri dari paham membahayakan ini, termasuk di antaranya melakukan pencegahan sedini mungkin. Dalam rangka itu, warga dan pengurus NU juga terus melakukan upaya kontraradikalisasi secara sistematis. Di antara cara yang efektif adalah dengan melakukan edukasi dengan mencetak kader NU yang mampu memberi pencerahan kepada masyarakat.

 

Wakil Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Lampung KH Abdul Syukur menyebut bentuk Pendidikan atau Madrasah Kader dalam lingkungan NU sangat ampuh mencegah dan menangkal paham-paham radikal. Pasalnya dalam madrasah tersebut para kader diajarkan wawasan keislaman yang ‘Rahmatan lil Alamin’.

 

"Ini untuk meneguhkan kita umat Islam Indonesia untuk meningkatkan rasa cinta tanah air, memupuk ukhuwah Islamiyah dan ukhuwah wathaniyah serta ukhuwah basyariyah," katanya kepada NU Online, Selasa (15/10) di Bandarlampung.

 

Selain itu pendidikan ini juga mengajarkan wawasan kebangsaan agar bangsa Indonesia makin mencintai tanah airnya, memegang kuat prinsip "NKRI Harga Mati". Para kader nantinya akan menjadi pionir dengan terjun ke masyarakat langsung.

 

"Pancasila sebagai landasan ideologi kita dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, UUD RI 1945 harus kita amalkan. Bhineka Tunggal Ika harus mampu menumbuhkan dan memupuk persatuan serta kesatuan dengan tetap menghormati perbedaan ras, suku, agama, budaya, tetap saling rukun, harmoni dan toleran," tambahnya.

 

Menurut Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Teroris (FKPT) Lampung ini, materi-materi lain juga diberikan dalam Madrasah atau Pendidikan Kader tersebut untuk memberdayakan warga dan pengurus NU dalam partisipasi pembangunan dan pemerintahan. Diharapkan dengan hal ini mampu muwujudkan negara yang ‘Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur’.

 

Langkah-langkah lain juga perlu terus dilakukan oleh seluruh elemen terkait pencegahan darurat radikalisme di Indonesia. Dalam hal ini menurut Kiai Syukur, Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) telah melakukannya melalui strategi kontraradikalisasi dan deradikalisasi, di samping penindakan.

 

"Insya Allah kita dapat bersih dari radikalisme. Bersama kita cegah radikalisme, bersama kita jaga dan rawat NKRI, bersama kita pupuk ukhuwah (solidaritas sosial) dan bangga jadi anak bangsa yg hidup di bumi NKRI," tandasnya.

 

Upaya komprehensif

 

Ajakan untuk membentengi diri dari aksi radikalisme seperti yang disampaikan Kiai Syukur kian penting. Sebab virus radikalisme dapat masuk ke dalam berbagai kelompok, mulai dari masyarakat sipil, penyelenggara negara, akademisi, dan unsur lain.

 

Senada, Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol Hamli menegaskan bahwa virus radikalisme kekerasan dan terorisme dapa menjangkiti semua elemen masyarakat. “Sekarang ini hampir semua elemen telah ‘kena’. Polisi, TNI, dosen, mahasiswa,” kata Hamli beberapa waktu lalu.

 

Dalam kondisi sedemikian, Hamli mengatakan bahwa semua kelompok tidak punya pilihan lain selain melakukan penanggulangan terhadap aksi terorisme secara menyeluruh, baik di dalam instansi pemerintah sendiri dan kolaborasi dengan berbagai stakeholder lain, terutama dengan institusi pendidikan sebagai lembaga pencetak kader bangsa.

 

Pola penyebaran radikalisme di kampus

 

Menurutnya, seluruh insan kampus harus mengetahui beberapa pola dan modus yang dilakukan oleh kelompok radikal dalam menyebarkan paham dan merekrut anggota baru di lingkungan kampus. Pola-pola yang digunakan bisa sangat beragam, tetapi hampir memiliki modus yang sama di beberapa kampus.

 

Ada beberapa jalur yang biasa dimanfaatkan oleh jaringan ini sebagai metode perekrutan anggota baru, seperti kajian kerohanian yang tertutup dan mentoring keagamaan yang ekslusif. Modus yang lain mereka juga menawarkan tempat tinggal dan kos gratis dengan syarat mengikuti kajian mereka, mendampingi mahasiswa baru dan mengarahkan pada kelompok diskusi tertentu.

 

Seluruh pola dan modus di atas, menurut Hamli, harus diwaspadai di semua level kebijakan kampus baik rektorat, Unit Kegiatan Mahasiswa, maupun mahasiswa. Pihak kampus harus segera menyadari bahwa keberadaan kelompok ini adalah nyata di beberapa kampus dan apabila tidak diberikan penanganan khusus bisa berkembang dengan leluasa.

 

Pewarta: Muhammad Faizin

Editor: Ahmad Rozali