Nasional

Pentingnya Pelestarian Aksara Pegon sebagai Khazanah Nusantara

Sel, 24 September 2019 | 05:45 WIB

Pentingnya Pelestarian Aksara Pegon sebagai Khazanah Nusantara

Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Dr Amany Burhanuddin Lubis. (Foto: NU Online/Syakir NF)

Tangerang Selatan, NU Online
Para santri sudah terbiasa membaca dan menulis Arab. Tidak hanya aksara Arab sebagai bahasa Arab, tapi juga aksara Arab untuk bahasa Melayu dan Jawa atau Aksara Pegon. Hal itu sudah menjadi tradisi sejak zaman dahulu.

Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Amany Burhanuddin Umar Lubis melihat hal tersebut sebagai suatu khazanah kebudayaan Nusantara yang harus tetap dilestarikan.

“Ini khazanah kita yang harus kita upayakan dan menjaga khazanah budaya kita,” katanya saat menjadi pembicara kunci pada Seminar Nasional Pendidikan Bahasa Arab di Auditorium Harun Nasution UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jalan Ir H Juanda, Kota Tangerang Selatan, Banten, Senin (23/9).

Hal tersebut, katanya, terbukti dengan banyaknya manuskrip yang menggunakan aksara tersebut. Manuskrip-manuskrip itu juga, lanjutnya, harus dijaga mengingat naskah yang sudah berusia lebih dari 50 tahun tersebut menggambarkan Islam dan bahasa Arab.

Dari situlah, ia berkesimpulan bahwa sejak dahulu, bahasa Arab sudah menjadi alat komunikasi penyampaian ajaran agama, juga di pemerintahan yang saat itu masih dipegang oleh kerajaan.

Dakwah yang disampaikan oleh para ulama dahulu juga media lainnya, yakni wayang dan berbagai tradisi Nusantara lainnya yang sudah diislamisasikan. Tidak ada lagi yang mengumbar aurat, ritual acaranya juga tidak lagi memberikan sesajian yang dipersembahkan ke arwah-arwah.

Sehingga, santri zaman dahulu sudah tidak lagi asing dengan dunia tradisi dan kesenian. “Para santri tidak asing dengan seni-seni Islam karena adanya akulturasi yang baik,” kata perempuan kelahiran Mesir itu.

Lebih lanjut, Amany juga menyebut bahwa akademisi harus menjaga karya-karya yang sudah dihasilkan oleh pesantren sebagai suatu institusi pendidikan Islam mengingat perannya yang begitu besar. Sebab, lanjutnya, banyak orang yang menawarkan karya-karya tersebut, termasuk manuskrip, dengan harga tinggi.

“Pesantren sangat berperan besar dalam Keutuhan negeri melalui penyebaran agama Islamnya yang moderat, pemahaman agama yang kuat sehingga bisa memperkuat perguruan Islam,” ujarnya dalam seminar bertema Meneguhkan Peran Strategis Santri dalam Mengembangkan Bahasa Arab di Era Milenial untuk Indonesia Berkemajuan itu.

Akulturasi yang dilakukan oleh para ulama terdahulu dan masyarakat santri juga, menurutnya, merupakan langkah moderat dalam penyebaran Islam mengingat caranya yang lembut. “Kita punya sifat ramah, moderat, toleran karena cara penyebaran Islam pun dengan cara lembut melalui funun, seni, tradisi yang sudah lama ada tapi kita kembangkan lagi,” katanya.

Seminar Nasional ini juga diisi oleh Guru Besar Bahasa Arab HD Hidayat, Cendekiawan Muslim Habib Ali Hasan Bahar, dan Pembina Arus Informasi Santri (AIS) Nusantara Romzi Ahmad.

Pewarta: Syakir NF
Editor: Fathoni Ahmad