Nasional

Pusat Studi Halal Unusia Latih Pendamping Produksi Halal bagi UMK

Sel, 12 April 2022 | 07:30 WIB

Pusat Studi Halal Unusia Latih Pendamping Produksi Halal bagi UMK

Tangkap layar Pelatihan Pendamping Produksi Halal (PPH) bagi pelaku Usaha Mikro Kecil (UMK) yang diadakan Pusat Studi Halal (PSH) Unusia.

Jakarta, NU Online

Pusat Studi Halal Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (PSH Unusia) Jakarta menggelar pelatihan Pendamping Produksi Halal (PPH) bagi pelaku Usaha Mikro Kecil (UMK). Acara yang dilaksanakan 8-11 April 2022 dihadiri 225 peserta dari berbagai daerah seperti Aceh, Kalimantan, Banten, Jabar, Jatim dan provinsi lainnya.

 

Ketua PSH Unusia, Hayaturrahman dalam sambutannya menginformasikan bahwa PSH telah memilki lima trainer yakni Abdul Qodir, Ahmad Ikrom, Dwi Wahyu Nugroho, Sugeng Priyono, dan Roisatun Nisa. Para trainer siap untuk memberikan pendidikan dan pelatihan ke seluruh peserta untuk dapat memberikan pendampingan kepada pelaku UMK.

 

"Semoga dengan adanya pelatihan ini peserta yang telah mengikutinya dapat segera memberikan dampingan ke pelaku usaha," imbuhnya. 

 

Pihaknya menginformasikan bahwa PSH Unusia menargetkan 3000 pendamping dalam satu tahun ke depan.

 

Rektor Unusia Juri Ardiantoro menyampaikan pentingnya pendampingan sertifikat halal bagi pelaku UMK adalah sebagai bentuk keterlibatan Unusia untuk mendampingi para pelaku UMK. Para pelaku UMK tidak hanya dituntut dalam melakukan proses produksi maupun memasarkan, akan tetapi juga ada suatu proses yang harus dilalui yaitu jamninan produk halal, yakni berupa sertifikasi produk halal.

 

"Karena tidak semua pelaku usaha ini memiliki modal yang cukup untuk mengurus sertifikasi halal produknya, sehingga perlu adanya pendampingan," imbuhnya. 


Satu PR-nya, kata Juri, adalah bahwa seluruh produk yang dikonsumsi masyarakat harus memiliki standar halalnya (sertifikat halal). "Dalam hal ini telah ada badan tersendri yang mengurus yaitu BPJPH di bawah Kemenag, dan ini juga perlu bermitra, salah satunya dengan Unusia sebagai  salah satu  mitranya dalam mengurus dan mendapatkan sertifikasi halal bagi pelaku UMK," bebernya. 

 

Pihaknya mengingatkan sertifikasi halal jangan dianggap sebagai beban. Meskipun membutuhkan perjuangan, tetapi harus dianggap sebagai cara pelaku usaha memperbaiki produk usahanya. "Dengan sertifikasi ini ada standar yang harus dipenuhi," tegasnya 

 

Bukan mengubah yang haram jadi halal
Umar Abdul Rahman, pengawas produk dan makanan dari BPJPH, menekankan bahwa adanya sertifikasi halal ini tidak dimaksudkan untuk mengubah dari yang haram menjadi halal, seperti halnya sertifikasi pernikahan.

 

"Jika pernikahan adanya buku nikah adalah dari yang haram menjadi halal, tetapi sertifikasi halal ini tujuannya untuk memastkan bahwa halal itu benar-benar halal, tidak tercampur, tidak terkontaminasi dari barang-barang yang haram, najis, dan juga menjijikkan," kata Umar.


Dengan begitu, tidak perlu argumen lain mengapa yang disertifikasi harus yang halal bukan yang haram. Alasannya jelas bahwa yang haram tidak bisa berubah menjadi halal, sementara yang halal bisa berubah menjadi haram.

 

"Maka yang haram itu harus disertifikasi supaya benar-benar halalnya tidak adanya kontaminasi dengan sesuatu yang diharamkan. Ini perlunya sertifikasi halal," tegasnya.


Ia menjelaskan, untuk mendapat sertifikasi halal wajib melewati dua pintu, yaitu self declare  atau didampingi oleh pendamping yang telah bersertifikat; dan jalur reguler (wajib melaui auditor).

 

"Saat ini yang harus jadi konsentrasi bersama PSH Unusia adalah self declare atau pernyataan pelaku usaha tentang kehalalan produknya, maka Kawan-kawan difokuskan pada UMK dan ini wajib melalui lembaga pendamping PPH dalam kegiatan ini salah satunya adalah PSH Unusia," ujarnya.

 

"Diharapkan Unusia dapat segera melengkapi paket lengkap ini (self declare dan reguler), agar UMK menengah ke bawah maupun menengah ke atas bisa masuk," kata Umar.

 

Peserta pelatihan diharapkan menjadi pendamping yang profesional, kompeten dan wajib mengantarkan pelaku UMK mendapatkan sertifikat halal. "Kehadiran seorang pendamping PPH ini wajib, karena tidak mungkin keluar sertifikasi halal tanpa pendamping pelaku usaha mikro dalam melakukan self declare," tegasnya. 

 

Tak lupa ia mengingatkan bahwa pendamping PPH merupakan profesi mulia, karena profesi ini tidak semua orang bisa, harus melalui tahapan pelatihan, dan harus mendapatkan sertifikat dan nomer registrasi.

 

Adapun rangkaian kegiatan selama empat hari diisi dengan materi dan jadwal yang sangat padat. Di antaranya pengetahuan peserta mengenai Ketentuan Syariat Islam JPH (Fatwa MUI), Prinsip Halal Haram Sesuai Syariat Islam, Pendampingan dan Pendamping PPH, Bahan dan Dokumen Pendukung, Pengetahuan Bahan, Proses Produk Halal, hingga Verifikasi dan Validasi Proses Produk Halal. 


Editor: Kendi Setiawan