Nasional

Rais Aam PBNU Sebut Banyak yang Melupakan Mabadi Khaira Ummah

Rab, 26 Agustus 2020 | 10:00 WIB

Rais Aam PBNU Sebut Banyak yang Melupakan Mabadi Khaira Ummah

Rais Aam PBNU, KH Miftachul Akhyar. (Foto: dok. NU Online)

Jakarta, NU Online

Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar menegaskan bahwa kendala utama yang menghambat kemampuan umat dalam melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar dan menegakkan agama adalah karena kemiskinan dan kelemahan di bidang ekonomi. Kelemahan ekonomi ini bermula dari lemahnya sumber daya manusia (SDM).


Dalam mengatasi hal ini sekaligus sebagai modal perbaikan sosial ekonomi, ada lima hal prinsip yang perlu ditanamkan dalam diri bangsa Indonesia khususnya warga NU agar bermental kuat yang disebut sebagai Mabadi Khaira Ummah. Dengan prinsip ini diharapkan warga NU dapat bersaing di zaman yang sangat kompetitif ini. 


Prinsip pertama menurut Kiai Miftah adalah ash-shidqu (benar) yakni qaulan wa fi’lan, ucapan dan prilaku yang sangat dibutuhkan oleh pemimpin. Kedua, al-amanah wal wafa bil ‘ahd (memenuhi janji-janji) yang telah disampaikan. Ketiga, al-'adalah (keadilan) yakni menyampaikan kebenaran pada yang benar dan menyampaikan kesalahan pada yang salah serta meletakkan pada proporsi masing-masing. Keempat adalah Ta'awun (gotong-royong dan saling tolong menolong), dan kelima adalah Istiqomah (konsisten dalam melakukan sesuatu).

 


“Tapi Tampaknya Mabadi Khaira Ummah ini  sudah banyak sering dilupakan,” ungkapnya pada diskusi daring bertema Pemulihan Ekonomi Nasional dan Kebangkitan Ekonomi Kerakyatan yang dilaksanakan oleh 164 Channel dan Lembaga Perekonomian PBNU, Rabu (26/8).


Padahal menurut Kiai Miftah, ada tiga potensi besar yang dimiliki bangsa Indonesia untuk membuatnya menjadi negara maju. Tiga hal itu adalah kekuatan ideologi, potensi sumber daya manusia (SDM), dan posisi serta potensi sumber daya alam (SDA) yang sangat menjanjikan. 


“Fardlu kifayah bagi umat Islam, andaikan umat membutuhkan satu buah jarum dan tidak ada yang bisa menciptakan jarum tersebut, maka umat Islam akan dosa semuanya. Karena ini sudah menjadi kebutuhan,” tegasnya.


Oleh karenanya, prinsip-prinsip ekonomi Islam lanjut Kiai Miftah, mengedepankan prinsip untuk mensejahterakan manusia. Prinsip-prinsip tersebut meliputi: pertama, mencegah kesenjangan sosial yakni mengedepankan memberi bantuan pada orang lain. Kedua, tidak bergantung pada nasib dan keberuntungan karena yang berhubungan dengan perjudian dan mengandalkan keberuntungan adalah sesuatu yang dilarang dalam ekonomi Islam.


“Apalagi sampai melalaikan kerja keras dan ikhtiar. Kita harus tidak bergantung pada bangsa lain. Kita harus berjuang untuk mengubah nasib kita sendiri,” tegasnya.


Ketiga, mencari dan mengelola kekayaan alam. Hal ini termasuk memaksimalkan hasil bumi dan menjalin hubungan kerjasama dengan orang lain. Apalagi Indonesia akan mendapatkan bonus demografi pada tahun 2030 an di mana usia produktif pada waktu itu akan mencapai 70 persen populasi penduduk.


Dengan tiga modal ini, Kiai Miftah optimis Indonesia bisa bergerak menjadi negara maju yang dikenal sebagai Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur. 


Pewarta: Muhammad Faizin

Editor: Fathoni Ahmad