Rekomendasi Rakornas IV untuk Muktamar NU: Lesbumi Kembali Jadi Badan Otonom
Jumat, 29 Oktober 2021 | 16:45 WIB
Lesbumi PBNU menggelar Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) di Pondok Pesantren Budaya Kaliopak Yogyakarta, Kamis-Jum'at (28-29/10/2021).
Aru Lego Triono
Kontributor
Jakarta, NU Online
Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) IV Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) Nahdlatul Ulama (NU) yang digelar di Pesantren Kaliopak, Yogyakarta, pada Kamis-Jumat (28-29/10/2021) menghasilkan empat poin rekomendasi untuk dibahas di Muktamar ke-34 NU pada 23-25 Desember 2021 mendatang.
Salah satu poin rekomendasi tersebut adalah harapan agar Lesbumi kembali menjadi badan otonom NU, seperti awal didirikan. Keinginan ini merupakan aspirasi kuat yang berasal dari pengurus wilayah, cabang, ranting, dan anak ranting Lesbumi NU yang membutuhkan garis koordinasi, instruksi, dan komunikasi yang lebih efektif dan efisien.
“Sebagai lembaga otonom, Lesbumi dapat mengatur rumah tangga sendiri secara kebijaksanaan atau pun secara teknis strategis sesuai kebudayaan Lesbumi NU yaitu Saptawikrama (tujuh prinsip kebijaksanaan kebudayaan),” demikian bunyi poin rekomendasi yang ditandatangani Ketua Pengurus Pusat (PP) Lesbumi NU KH M Jadul Maula dan Sekretaris KH Abdullah Wong, diterima NU Online pada Jumat (29/10/2021) malam.
Selain semangat kuat dari semua lapisan pengurus, secara teknis Lesbumi juga sudah memenuhi syarat untuk menjadi banom NU. Di antaranya ketersediaan dan penyebaran Lesbumi NU di berbagai daerah, baik di dalam maupun luar negeri. Hal ini didukung pula oleh 70 persen lebih para anggota Lesbumi NU di setiap tingkatan yang telah mengikuti program Madrasah Kader NU.
Dalam kurun waktu lima tahun, Lesbumi NU mengalami perkembangan yang pesat. Tercatat, saat ini ada delapan pengurus wilayah, 118 pengurus cabang, 256 pengurus majelis wakil cabang, 303 pengurus anak ranting, dan empat pengurus cabang istimewa yakni di Rusia, Belanda, Riyadh, serta Western Australia (Perth).
Sejumlah pondok pesantren, berbagai lembaga pendidikan, serta komunitas seni pun memperlihatkan sikap simpati dan tertarik untuk berkolaborasi, bahkan bergabung dengan Lesbumi NU. Hal ini mengindikasikan bahwa gerakan dan kebijaksanaan Lesbumi NU diyakini lebih efektif dan efisien dalam mengartikulasikan pesan-pesan keagamaan kepada semua pihak.
Dalam rangka membekali wawasan kebudayaan berbasis tauhid kepada pengurus dan anggota, Lesbumi NU sejak Rakornas III telah memiliki wahana kaderisasi. Secara prinsip, wahana kaderisasi diselenggarakan untuk menjelaskan Saptawikrama.
Wahana kaderisasi itu bernama Asrama Saptawikrama (Astawikrama) untuk seluruh tingkatan pengurus, serta Pesantren Ramadhan Islam Nusantara (Pramistara) untuk santri di pondok pesantren.
Oleh karena di berbagai tingkatan telah membuktikan diri secara mandiri dan swadaya dalam melakukan percepatan peningkatan perangkat organisasi serta administrasi, maka Rakornas IV di Yogyakarta ini merekomendasikan kepada Muktamar ke-34 NU untuk mengabulkan agar Lesbumi kembali menjadi banom NU.
Hasil Rakornas IV Lesbumi NU ini akan dijadikan sebagai bahasan dalam komisi organisasi, bahtsul masail maudhu’iyyah, dan komisi program kerja pada Muktamar ke-34 NU di Lampung mendatang.
Sebab secara substansial, NU sendiri didirikan bukan semata untuk menjawab problematika umat yang terkait dengan masalah keagamaan, tetapi luas dari itu. Bagi Lesbumi, NU hadir untuk menjawab persoalan umat dalam konteks kebudayaan.
Ketika NU disebut sebagai penerus dakwah Wali Sanga, maka konsekuensinya NU mustahil akan alergi, apalagi menafikan kebudayaan sebagai jalan dakwah. Karena itu, sudah seharusnya NU berada di garda depan dalam menghimpun dan mengonsolidasikan ragam gerakan adat istiadat, tradisi, dan budaya yang berbasis ketuhanan di Nusantara.
Lesbumi berpandangan bahwa kebudayaan merupakan satu-satunya aset dari identitas bangsa Indonesia yang secara efektif dapat digunakan untuk melawan arus dan penetrasi global. Dalam hal ini, kebudayaan yang berasal dari sinaran tauhid. Dengan demikian, NU secara jama’ah dan jam’iyyah adalah jalan kebudayaan yang berbasis ketauhidan.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Aiz Luthfi
Terpopuler
1
Arus Komunikasi di Indonesia Terdampak Badai Magnet Kuat yang Terjang Bumi
2
PBNU Nonaktifkan Pengurus di Semua Tingkatan yang Jadi Peserta Aktif Pilkada 2024
3
Pergunu: Literasi di Medsos Perlu Diimbangi Narasi Positif tentang Pesantren
4
Kopdarnas 7 AIS Nusantara Berdayakan Peran Santri di Era Digital
5
Cerita Muhammad, Santri Programmer yang Raih Beasiswa Global dari Oracle
6
BWI Kelola Wakaf untuk Bantu Realisasi Program Pemerintah
Terkini
Lihat Semua