Nasional

Setelah Tak Jadi Ibu Kota, Ini Tawaran Peneliti ITB untuk Jakarta

Sab, 6 Januari 2024 | 12:00 WIB

Setelah Tak Jadi Ibu Kota, Ini Tawaran Peneliti ITB untuk Jakarta

Gambar hanya ilustrasi. Patung ikonik, monumen selamat datang di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Indonesia merencanakan pemindahan ibukota dari Jakarta ke Ibu Kota Nusantara (IKN) yang terletak di Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Hal tersebut memberikan pertanyaan besar terhadap Jakarta ke depannya.


Peneliti Individu (Indie) dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Eko Fajar Setiawan menyampaikan, Jakarta perlu menjadi kota pusat bisnis global. Kapasitas fiskal dari dana bagi hasil pajak dan transfer ke daerah, yang selama ini menjadi privilege Jakarta, mungkin akan berkurang sehingga pemerintah Jakarta diminta kreatif mencari sumber pendanaan lain guna mewujudkan hal tersebut.


"Pemerintahan Jakarta harus pandai mengelola Barang Milik Negara (BMN) sebagai aset dan sumber pendapatan," kata Eko saat audiensi bersama Tim Koordinasi Strategis Jakarta Global Cities dengan Badan Keahlian Sekretaris Jendral DPR RI di Jakarta, Rabu (3/1/2024).


Dia menyampaikan bahwa solusi untuk pengelolaan BMN ini, dengan menciptakan kawasan perkotaan produktif yang lestari melalui agenda Urban Renewal berorientasi Transit Oriented Development. 


Transit Oriented Development (TOD) adalah pendekatan pembangunan kawasan terintegrasi yang memprioritaskan aksesibilitas penduduk atau pengguna dengan transportasi publik perkotaan sehingga memudahkan pengguna memiliki mobilitas yang cepat, efesien, dan nyaman.


“Transportasi di Jakarta sudah beragam, dari MRT-LRT-KRL-Trans Jakarta, dan Kereta Cepat. Selanjutnya, adalah bagaimana kawasan sekitarnya itu produktif dan fit dengan lingkungan? Konsep yang diusulkan adalah Transit Oriented Development (TOD) dengan konsep bangunan mixed use, dan akses untuk pejalan kaki," katanya.


Namun skema pembangunan TOD di Jakarta masih dibebankan pada APBD DKI Jakarta sebagai Avalibility Payment untuk KPBU. Hal ini belum isu pengadaan lahan yang tidak berjalan efektif mengakuisisi lahan di kawasan padat penduduk dan isu kelembagaan pengelola TOD Kawasan.


Karena itu, ia mengatakan bahwa solusi yang ditawarkan adalah merancang regulasi instrumen land value capture (LVC) sebagai instrumen alternatif pendapatan pajak. Hal lainnya adalah membentuk kelembagaan Badan Layanan Usaha Daerah (BLUD) yang mengelola kewenangan khusus mengelola TOD Kawasan Jakarta. Pun yang perlu dilakukan adalah mendorong APBD Earmarking untuk Proyek TOD.


"Ke depan, pemerintah-pemerintah kota di Indonesia juga pasti akan berangkat dari Jakarta, sehingga solusi-solusi ini akan jadi template bagi agenda baru perkotaan ke depan,” jelas Anggota Gerakan Pemuda Ansor Bandung, Jawa Barat itu.


Tantangan

Eko juga menjelaskan bahwa Jakarta masih memiliki persoalan informalitas seperti kampung kota, pekerja gig workers, buruh lepas, dan UMKM. Menurutnya, fondasi lima tahun ke depan adalah mengelola titik-titik informal Jakarta terlebih dahulu, dan meningkatkan kualitas SDM di utara Jakara.


"Kita punya persoalan serius soal Tingkat Pengangguran Terbuka dan Ketimpangan di Jakarta terutama di Kabupaten Kepulauan Seribu," kata kader KMNU ITB ini.


Karena itu, pembangunan kluster-kluster inovasi di tiap kawasan, perlu difokuskan untuk meningkatkan keberdayaan kelompok informal. Program pembangunan kampung kota, seperti kampung akuarium perlu dievaluasi apakah penghuni memiliki standar penghidupan yang lebih baik atau justru makin sulit untuk mencari kerja karena jauh dari pusat perkotaan.


Konsep pendidikan yang diharapkan juga lebih mengacu pada vokasi keterampilan. Menurutnya, Kabupaten Kepulauan Seribu perlu memiliki Sekolah Vokasi dan Pabrik Pengolahan Ikan/Udang Modern.


"Kami dari ITB dan penelitinya, punya banyak inovasi seperti teknologi pengeringan ikan, teknologi ekstraksi tulang ikan dan teknologi penjernihan air laut. Kita, para peneliti dan inventor hanya butuh kepastian dan kemudahan berusaha,” tambahnya.